Kontroversi Payment ID BI, Pegiat Konsumen Peringatkan Risiko Pelanggaran Data Pribadi

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 9 Agustus 2025 10:45 WIB
Tulus Abadi, Ketua FKBI, Forum Konsumen Berdaya Indonesia (Foto: Rizal)
Tulus Abadi, Ketua FKBI, Forum Konsumen Berdaya Indonesia (Foto: Rizal)

Jakarta, MI  – Pegiat perlindungan konsumen sekaligus Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, mengkritik keras rencana Bank Indonesia (BI) menerapkan Payment ID yang akan mengaitkan semua transaksi keuangan masyarakat dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Belum reda kegelisahan publik terkait pemblokiran rekening dormant, kini publik kembali dibuat resah. Payment ID akan mengontrol dan mendeteksi seluruh lalu lintas transaksi, baik perbankan, e-wallet, maupun e-commerce," kata Tulus Abadi di Jakarta, Sabtu (9/8/2025).

Menurutnya, instrumen Payment ID memungkinkan BI memantau seluruh aktivitas keuangan individu secara detail. "Kebijakan ini berpotensi menabrak rahasia perbankan, melanggar kenyamanan dan keamanan konsumen, bahkan mengancam data pribadi nasabah," tegasnya.

Tulus menilai, langkah BI terlalu jauh memasuki ranah privat warga negara. Ia menduga kebijakan ini sekadar menjadi instrumen untuk menggenjot pendapatan pajak. "Ironis, hak asasi warga negara justru dikorbankan demi target pajak," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Payment ID belum menjadi kebijakan umum di dunia. "Hanya lima negara yang menerapkannya, yakni Singapura, Swedia, India, Brasil, dan China. Indonesia jangan gegabah," ucapnya.

Tulus menyarankan pemerintah memaksimalkan potensi pajak dari korporasi besar dan individu superkaya (crazy rich) ketimbang membebani masyarakat luas.

"Jika dipaksakan, Payment ID akan menggerus kepercayaan publik pada sektor perbankan, menghambat transaksi digital, dan mengancam keberlanjutan ekonomi digital nasional," pungkasnya.

Topik:

PaymentID BankIndonesia TulusAbadi FKBI PerlindunganKonsumen PrivasiData HakAsasi EkonomiDigital