Tanpa perlawanan, Kassym-Jomart Tokayev Kembali Menangkan Pilpres Kazakhstan

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 21 November 2022 11:13 WIB
Jakarta, MI - Pemimpin Kazakhstan, Kassym-Jomart Tokayev kembali memenangkan pemilihan presiden di negara terbesar Asia Tengah tersebut kemarin, beberapa bulan setelah terjadi kerusuhan mematikan yang menewaskan 238 orang. Tiga jajak pendapat memberi Tokayev antara 82,2 persen dan 85,5 persen suara populer sebagaimana diperkirakan secara luas mengingat tidak ada oposisi yang kuat dalam pemungutan suara itu. Meskipun poster menyerukan pemilih untuk "membuat pilihan mereka" selama tujuh tahun ke depan, lima lawan Tokayev tak mampu mengalahkannya. Runner-up Tokayev hanya memperoleh 5,2 persen suara, menurut hasil penghitungan suara sementara. Komisi pemilihan memberikan perkiraan jumlah pemilih 69 persen di antara 12 juta pemilih yang memenuhi syarat. "Orang-orang dengan jelas menyatakan kepercayaan mereka pada saya dan kami harus membenarkannya," kata Tokayev, 69 tahun, saat hasilnya muncul seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Senin (21/11). Kaya akan sumber daya alam dan terletak di persimpangan rute perdagangan penting, Kazakhstan tenggelam dalam kekacauan akibat aksi protes atas tingginya biaya hidup pada Januari yang menewaskan 238 orang. Tokayev menekan aksi protes dengan kekerasan. Sebanyak tujuh pendukung oposisi yang dituduh melakukan percobaan kudeta ditangkapi. Polisi pada hari Minggu menahan sekitar 15 pengunjuk rasa yang menuntut pemilihan yang bebas dan adil di kota terbesar di negara itu, Almaty. Seorang juru bicara kementerian dalam negeri mengkonfirmasi angka itu kepada AFP. Tanpa pesaing yang kuat, hasil pemilu pada Minggu membuka kesempatan bagi Tokayev untuk mengonsolidasikan cengkeramannya pada kekuasaan. Berharap untuk membuka lembaran baru setelah tahun yang penuh gejolak, Tokayev mengatakan dia sedang mencari "mandat kepercayaan baru dari rakyat" dalam pemilihan umum kali ini. Setelah memberikan suara pada Minggu pagi di ibu kota Astana, dia mengatakan "hal terpenting adalah tidak ada monopoli kekuasaan". Wartawan AFP melihat para pemilih berswafoto di depan tempat pemungutan suara di Astana dan pusat ekonomi Almaty. Banyak yang mengatakan mereka akan "diwajibkan" untuk menunjukkan foto-foto tersebut ketika mereka kembali bekerja pada hari Senin. Kritikus masih dikesampingkan dan kelima pesaing Tokayev hampir tidak dikenal. Pengamat dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) mengkritik kegagalan Kazakhstan untuk memenuhi rekomendasi pemilihan, termasuk "kondisi kelayakan dan pendaftaran calon". Tapi janji Tokayev tentang reformasi demokrasi dan ekonomi bergema di beberapa pemilih. Usai memberikan suaranya di Almaty, pensiunan berusia 68 tahun Murzada Massalina berkata, "Tokayev adalah kandidat yang cocok karena dia memiliki banyak pengalaman." Tokayev berkuasa pada 2019 setelah memenangkan 70 persen suara dalam pemilihan yang hasilnya tak terelakkan setelah ia mendapat dukungan dari mantan penguasa Nursultan Nazarbayev. Selama dua setengah tahun berikutnya, dia berperan sebagai anak didik yang setia. Kondisi itu berubah setelah aksi protes meletus pada Januari dan Tokayev memerintahkan penegak hukum untuk "menembak mati" para demonstran. Tokayev kemudian menjauhkan diri dari mantan mentornya Nazarbayev dan membersihkan klannya dari posisi otoritas dan menjanjikan "Kazakhstan yang baru dan adil". Dia mengumumkan reformasi, referendum konstitusional dan memperkenalkan masa jabatan presiden tunggal selama tujuh tahun.