Pilgub Jateng: Siasat Banteng di Pilkada Rasa Pilpres

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 11 November 2024 14:20 WIB
Ilutrasi - Banteng PDIP (Foto: Istimewa)
Ilutrasi - Banteng PDIP (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - PDI Perjuangan mengubah taktik untuk memenangkan putaran Pilkada 2024 di kandangnya sendiri, termasuk Jateng setelah menelan kekalahan pada Pilpres 2024.

Dalam beberapa pemilu, Jawa Tengah telah menjadi kantong suara terbesar bagi PDIP lebih dari 20% suara nasional. Kendati nampak perkasa menjadi partai pemenang Pemilu 2024 dan mendominasi kursi parlemen, sesungguhnya PDIP mengalami penurunan perolehan suara.

Di tengah kondisi yang ‘tidak baik-baik saja’, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri turun gunung melakukan konsolidasi pilkada di provinsi berpenduduk 37,6 juta jiwa.

Di sisi lain, Jokowi yang purna tugas, kembali ke Solo dan melakukan aksi simbolik bertemu dengan cagub-cawagub pilihan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Analis politik melihat pertarungan antara Jokowi dan PDIP dalam pilpres lalu masih kental terasa di Pilgub Jateng. Hal itu nampak dari adu pengaruh antara Megawati dan Jokowi yang dipertontonkan dengan gamblang.

Sejumlah survei pun menunjukkan bahwa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang disokong PDIP dan KIM Plus bersaing ketat.

Lantas apakah hasil Pilkada Jateng akan sama dengan Pilpres 2024?

Konteks yang melatarbelakangi mengapa Pilkada Jateng disebut sejumlah kalangan sebagai pemilu rasa Pilpres. Hal ini dimulai dari momentum Pilpres 2024—saat hubungan partai berhaluan kiri-tengah ini diduga mengalami keretakan dengan Jokowi.

Jokowi sudah berjalan bersama dengan PDIP sejak pilkada wali kota Solo pada 2005. Bahkan, dia kala itu menyebut Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, “seperti ibu saya sendiri”.

Betapa pun, politik itu dinamis. Kebersamaan keduanya terakhir terlihat di muka publik saat Rakernas PDIP ke-IV di Jakarta, pada September 2023 silam.

Akar persoalan dari drama hubungan Jokowi dan PDIP disebut salah satunya karena mantan pengusaha mebel itu minta jabatan presiden tiga periode. Namun, permintaannya tidak diakomodir PDIP—hal yang dibantah oleh para pendukung Jokowi.

Manuver politik pun berlanjut. Dalam konteks Pilpres 2024, beberapa hari sebelum PDIP mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai capres, Jokowi mengadakan pertemuan dengan lima pentolan partai politik yang menjadi anak buahnya di kabinet.

Pentolan parpol yang dikumpulkan Jokowi ini berujung pada kongsi membentuk Koalisi Indonesia Maju (KIM)—kendaraan Prabowo Subianto dan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menuju kursi orang nomor satu dan dua di Indonesia.

Jokowi tidak pernah benar-benar mengakui secara gamblang dirinya berada di balik itu semua. Tapi, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, mengatakan kehadiran Jokowi di dalamnya memiliki peran penting.

PDIP yang mengusung Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024 dikalahkan pasangan Prabowo-Gibran, membuat perolehan suara partai banteng melorot.

“Luka politik PDIP cukup mendalam,” kata pengamat politik itu dikutip pada Senin (11/11/2024).

Sebagai gambaran, pada Pemilu 2019, PDIP memperoleh 42 kursi DPRD Jateng, kemudian terjun menjadi 33 kursi pada Pemilu 2024. Begitu pula suara nasional dari Jawa Tengah yang merosot setengah juta suara, dari 5,77 juta suara menjadi 5,27 juta suara.

Dalam pileg DPR RI, perolehan kursi PDIP juga gompal. Dari 128 kursi pada Pemilu 2019 menjadi 110 di Pemilu 2024. Kursi PDIP di DPR yang disumbang dari daerah pemilihan (dapil) Jateng juga berkurang dari 26 kursi menjadi 19 kursi pada Pemilu 2024.

Sejauh ini kongsi KIM dan Jokowi masih nampak mesra, meskipun belakangan politik nasional diwarnai polemik Fufufafa yang menggemparkan.

Formasi KIM tetap dipertahankan sampai lingkup pilkada. Tak ubahnya dengan pilpres, KIM mengeroyok PDIP dalam sebagian pilkada serentak. Sejumlah kalangan masih melihat ini sebagai pertarungan proksi antara Megawati dan Jokowi.

Kongsi KIM juga berubah menjadi KIM Plus dengan penambahan parpol pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024, yaitu PKB, Nasdem, PKS—yang sebagian telah merapat pada pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Pasangan calon itu berasal dari kedua kubu. Ya, rasa pilpres. Jadi KIM Plus itu kan kita tahu bahwa [isinya] semua partai, kecuali PDIP,” kata Analis Politik dari Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini.

Kembali ke Pilgub Jawa Tengah. Megawati Soekarnoputri ‘turun gunung’, memimpin rapat konsolidasi pemenangan pilkada di kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jateng, Jumat (25/10/2024).

Dalam rapat tertutup, presiden Indonesia ke-5 tersebut menyerukan kadernya bekerja keras memenangkan calon kepala dan wakil kepala daerah.

Setelah pulang petang, Megawati hanya melambaikan tangan ke arah wartawan. Pertanyaan muncul: Kenapa Megawati sampai turun gunung ke Jateng?

“Karena Jateng merupakan salah satu provinsi terbesar yang ada di Indonesia, ya kita mengkonsolidasikan,” kata Puan Maharani, ketua DPP PDIP sekaligus putri Megawati yang berada di lokasi.

Kendati, Ketua DPR RI 2 periode itu tak merinci alasan ibunya ‘turun gunung’ ke Jateng. Saat ditanya apakah aksi Megawati di Jateng untuk menekan pengaruh Jokowi yang sudah mudik di Solo dan berpeluang menjadi pendukung cagub dari KIM Plus?

“Ya enggak, enggak ada hubungannya,” kata Puan.

Dan, Ganjar Pranowo yang saat itu ikutan rapat konsolidasi merespons kemungkinan Jokowi akan cawe-cawe dalam Pilkada Jateng: “Semua orang punya hak, boleh saja. Pasti ada pengaruhnya”.

Latar belakang kehadiran Megawati ke Jateng lebih lugas dijelaskan Bambang Wuryanto, Ketua DPD PDIP Jateng: Ini semua tidak lepas dari kekalahan PDIP dalam Pilpres 2024 yang juga berdampak terhadap suara partai.

Setelah tempur Pilpres 2024, suara PDIP turun. Energi, biaya, waktu para kader dan pengurus terkuras habis. “Kanca-kanca (teman-teman) masih pada sedih,” kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu.

Pilkada rasa pilpres

Bagaimanapun, “Pilgub Jawa Tengah masih menggambarkan bagaimana pertarungan yang belum selesai antara Jokowi versus Megawati,” kata Analis Politik dari Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini.

Menurutnya, beberapa faktor yang akan berpengaruh terhadap pilkada secara umum, khususnya di Pilgub Jateng, adalah rekam jejak para calon, jaringan pada pemerintahan pusat, jumlah gabungan partai politik, figur pendukung, dan siasat memanfaatkan peluang.

“Pemborongan partai politik yang mengerucut pada satu dukungan itu akan memperbesar peluang untuk calon atau paslon [dalam] memenangkan pilkada,” jelas Nur Hidayat.

Meskipun dalam analis lainnya menyebut tidak ada jaminan koalisi besar mampu memenangkan pertarungan.

Sejauh ini, Nur Hidayat menilai PDIP masih harus mengejar ketertinggalan dari KIM Plus dalam memenangkan Pilgub Jateng.

Alasannya, Luthfi yang disokong KIM Plus sudah memulainya lebih dini saat menjabat Kapolda Jateng.

Selain itu, Nur Hidayat menilai PDIP tidak memanfaatkan diri sebagai juara pemilu legislatif. Sikap partai banteng juga kurang tegas, berada dalam pemerintahan atau oposisi. “PDIP di Jawa Tengah ini sebagai simbol kandang banteng itu juga tidak dimanfaatkan dengan misalnya mengambil inisiasi-inisiasi tertentu supaya dia memenangkan wacana.”

“Ketika wacana saja tidak bisa dimenangkan, maka kemudian juga sulit bagi mereka untuk memenangkan dengan konotasi bahwa mereka sebagai simbol dari oposisi apalagi representasi oposisi,” tambah Nur Hidayat.

Namun, ia mengatakan tetap ada peluang bagi PDIP mengejar ketertinggalan.

Hal yang perlu menjadi sorotan—dan cara ini sangat efektif mempengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihan—adalah guyuran bantuan sosial, kata Sri Hastjarjo, pengamat politik dari Universitas Negeri Semarang.

“Bansos itu riil memengaruhi level akar rumput. Perbincangan di kampung itu, ‘ah wegah [tidak mau], di sana enggak ada apa-apanya’. Itu riil suara masyarakat sampai di situ,” katanya.

Sebagaimana Pilpres 2024, ketika masih menjabat sebagai presiden, Jokowi mengalokasikan anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun dengan dalih salah satunya sebagai “bantuan El Nino”.

Jumlah itu jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran 2023 sebesar Rp433 triliun, termasuk pada masa pagebluk Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022). Sejumlah kalangan menyebut hal ini sebagai “politisasi bansos” jelang Pilpres 2024.

Tahapan Pilkada 2024

Pemungutan suara Pilkada 2024 serentak dilakukan pada tanggal 27 November 2024. Setelah itu, ada tahapan penghitungan suara dan rekapitulasi hasil suara Pilkada 2024, mulai dari 27 November sampai 16 Desember 2024.

Perlu diketahui, hasil resmi Pilkada 2024 berdasarkan penghitungan suara di TPS dan dilakukan manual secara berjenjang. Berikut tahapan penghitungan hasil Pilkada 2024.

Berdasarkan informasi resmi dari Bawaslu, tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara dibagi untuk pemilihan bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota dan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur. 

Berikut rinciannya:

1. Tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara dibagi untuk pemilihan bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota
Penghitungan suara di TPS
Rekapitulasi penghitungan perolehan suara di kecamatan
Rekapitukasi penghitungan perolehan suara di kabupaten/kota
Penetapan rekapitulasi hasil penghitungan oleh KPU kabupaten/kota.

2. Tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara dibagi untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur
Penghitungan suara di TPS
Rekapitulasi penghitungan perolehan suara di kecamatan
Rekapitukasi penghitungan perolehan suara di kabupaten/kota
Rekapitukasi penghitungan perolehan suara di provinsi
Penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU provinsi.

Quick Count Bukan Hasil Resmi Pilkada
Menurut PKPU Nomor 1035 Tahun 2023, quick count atau hitung cepat adalah kegiatan penghitungan suara secara cepat dengan menggunakan teknologi informasi atau berdasarkan metodologi sampling tertentu. Lewat quick count, hasil pemilihan dapat diketahui dengan cepat pada hari yang sama ketika pemungutan suara atau pencoblosan diadakan.

Cara kerja hitung cepat (quick count) adalah melakukan penghitungan cepat dengan metode verifikasi hasil pemilihan yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilihan di TPS yang dijadikan sampel. Quick count memberikan gambaran dan akurasi yang lebih tinggi karena menghitung hasil pemilihan langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.

Terkait hal tersebut, masyarakat perlu waspada dengan informasi hoaks yang menyebut hitung cepat atau quick count sebagai hasil resmi Pilkada. Bawaslu mengungkapkan, hasil resmi Pilkada 2024 berdasarkan penghitungan suara di TPS dan rekapitulasi yang dilaksanakan berjenjang secara manual.

Pencoblosan-Penghitungan Suara
Dikutip dari PKPU Nomor 2 Tahun 2024, pencoblosan atau pemungutan suara dilakukan pada hari Rabu, 27 November 2024, lalu diikuti dengan penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Ini jadwalnya.

Pelaksanaan Pemungutan Suara: Rabu, 27 November 2024 - Rabu, 27 November 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara: Rabu, 27 November 2024 - Senin, 16 Desember 2024
Penetapan Calon Terpilih: Paling lama 3 hari setelah Mahkamah Konstitusi secara resmi memberitahukan permohonan yang teregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) kepada KPU
Penyelesaian Pelanggaran dan Sengketa Hasil Pemilihan: Paling lama 5 hari setelah salinan penetapan, putusan dismisal atau putusan Mahkamah Konstitusi diterima oleh KPU
Pengusulan Pengesahan Pengangkatan Calon Terpilih: Paling lama 3 hari setelah penetapan pasangan calon terpilih.

Topik:

Pilkada Pilpres PDIP Kandang Banteng