Penangkapan Pendeta Saifudin Terkendala, Polri Koordinasi dengan Interpol

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 1 April 2022 17:30 WIB
Jakarta, MI- Polri mengakui proses penangkapan terhadap tersangka kasus dugaan penistaan agama, Saifuddin Ibrahim masih terkendala. Atas hal tersebut, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) menegaskan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Interpol untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka Saifudin Ibrahim. "Untuk mencari yang bersangkutan ini kan saya sampaikan, kalau yang bersangkutan ada di Eropa, tentu sudah punya gambaran, kalau dari Prancis, ke Italy, kemudian ke Italy ke mana. Itu kan hanya dengan paspor, dia bisa berkeliling," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jum'at (1/4). Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, lanjut Gatot, harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Interpol Internasional, yang kantor pusatnya berada di Lyon, Prancis. Menurut dia, keberadaan tersangka di luar negeri membatasi gerak Polri untuk menangkap. "Karena enggak mungkin kita polisi datang ke sana mencari-cari. Pasti kita koordinasi dengan kepolisian setempat. Sampai sekarang kita masih menunggu informasi dari kepolisian yang kita mintakan permohonan red notice-nya," ungkap Gatot. Menurut dia, komunikasi police to police telah dilakukan. Polisi setempat disebut masih mengumpulkan beberapa data untuk memastikan keberadaan Saifuddin. "Untuk bisa paling tidak mengamankan yang bersangkutan," ujar mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur itu. Diketahui, Saifuddin Ibrahim ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 28 Maret 2022. Namun, Saifuddin belum ditahan karena diduga berada di Negeri Paman Sam. Saifuddin diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan atau pencemaran nama baik dan atau penistaan agama, dan atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dan atau menyiarkan berita tidak pasti dan berlebihan melalui konten YouTube pribadinya. Saifuddin dijerat Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentant perubahan atas UU Nomor 11 Tahu n 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan atau denda Rp1 miliar. Kasus bermula saat permintaan Saifuddin Ibrahim ke Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk menghapus 300 ayat Al-Qur'an viral di media sosial. Menurutnya, ayat-ayat itu biang intoleransi dan radikalisme di Tanah Air. (La Aswan)
Berita Terkait