Soroti 'Polisi Peras Polisi', Pengamat Singgung #PercumaLaporPolisi dan #NoviralNoJustice

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 4 Februari 2023 13:53 WIB
Jakarta, MI - Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyoroti viralnya pengakuan Bripka Madih yang diminta uang Rp 100 juta dan sebidang tanah seluas seribu meter persegi oleh anggota tim penyidik Polda Metro Jaya. Menurut dia, kasus seperti ini membuat masyarakat enggan untuk melakukan pelaporan kasus lainnya karena pesimistis atas kinerja anggota polisi. Bahkan, lanjut dia, korban akan memilih jalan pintas dengan mengunggah di media sosial. "Korban pungli seringkali tak melaporkan karena reta-rata pesimis pada kinerja polisi secara umum, sehingga berpikir percuma lapor polisi, dan lebih baik menyalurkannya di media sosial," ucap Bambang, Sabtu (4/2). Dengan demikian, Bambang lantas mencontohkan tagar #percumalaporpolisi dan #noviralnojustice yang sempat heboh pada 2021. "Sampai sekarang ternyata tak ada perbaikan yang signifikan pada kelembagaan pada kepolisian terkait aduan masyarakat, apalagi perbaikan kultural," pungkas Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu. Duduk Perkara Anggota Provos Polsek Jatinegara, Bripka Madih, mengaku diperas sesama polisi saat mengurus soal sengketa lahan milik orang tuanya. Madih mengatakan melaporkan soal sengketa sebidang lahan di Bekasi ke Polda Metro Jaya pada 2011. Lahan tersebut, kata dia, kini dikuasai oleh sebuah perusahaan. Menurutnya, tanah milik orang tuanya itu dibeli dengan cara melawan hukum. Ia juga mengklaim ada beberapa akta jual beli (AJB) yang tidak sah karena tidak disertai cap jempol. [caption id="attachment_520215" align="alignnone" width="710"] Anggota Provos Polsek Jatinegara, Bripka Madih (Foto: MI-Aswan/Repro)[/caption] "2011 itu setelah pemeriksaan berkas-berkas, kita sangkal di situ ada surat pernyataan bahwa tempat yang ditempatin itu dibeli dari calo-calo. Terus ada akta-akta yang nggak (dicap) dijempol. Ini kan murni kekerasan, penyerobotan, kok bisa timbul akta?" kata Madih. Saat diminta mengusut, penyidik dari Polda Metro Jaya berinisial TG, yang saat ini sudah purnatugas, meminta 'uang pelicin'. Kata Madih, TG meminta kepada dia uang Rp 100 juta serta sebidang tanah seluas 1.000 meter persegi. "Makanya ane bilang waktu itu kita diminta dana penyidikan dan hadiah, ya terlalu miris. (Permintaannya) Rp 100 juta sama (lahan) 1.000 meter," ujarnya. Padahal dalam hal ini dirinya merasa dirugikan dengan kasus sengketa tanah milik orang tuanya tersebut. Sebab, kata dia, ada tindakan penyerobotan tanah yang dilakukan pihak lain. Kendati sudah diserobot, Madih mengaku masih harus membayar pajak tanah tersebut," ungkapnya. "Ane ini korban karena yang terserobot ini 6.500 (persegi), 6.500 itu kan besar nilainya. Dan kita masih bayar pajak, masih ada giriknya, masih utuh giriknya. Di girik 191 jumlahnya 4.411, yang diserobot 3.600-an, kita menguasai 1.800-an. Yang saat ini di girik 815 jumlahya 4.954, sekarang kita menguasai 2.000, yang 2.954, dikuasi sama PT," bebernya. Madih menegaskan apa yang dinarasikan dirinya bukanlah kebohongan. Dia tidak minta dibela dalam kasus tersebut, namun meminta proses hukum berjalan semestinya. "Kalau dibilang nangis, orang tua ini kan surga saya satu-satunya, ini anaknya polisi laporan. Allahuakbar, kok bisa begitu. Penyidik kok bisa minta ke anggota polisi juga, penyidik kan polisi, yang dimintai polisi," bebernya. "Kita bukan ngarang. Ibaratnya ya, ane bukan perlu dibela, bukan mau dibela, tapi luruskanlah sesuai dengan proses hukum bahwa ini murni," imbuhnya. #PercumaLaporPolisi
Berita Terkait