Lulus Cumlaude, Richard M Nainggolan Sandang Gelar Doktor Hukum dari UKI

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 12 Oktober 2023 23:57 WIB
Jakarta, MI - Program Pascasarjana Program Studi Hukum Program Doktor Universitas Kristen Indonesia (UKI) kembali menggelar ujian terbuka (Promosi Doktor) Promovendus Richard M Nainggolan, di Aula Kampus Pascasarjana UKI Jakarta Pusat pada Kamis (12/9). Adapun desertasi yang diangkat dalam Promosi Doktor Richard M. Nainggolan "Rekonstruksi Pengaturan Tanggung Jawab Negara Terhadap Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika Bernilai Keadilan Menuju Pembangunan Berkelanjutan". Hadir sebagai Dewan Penguji Dr. Dhaniswara K Harjono, S.H., M.H., MBA. (Rektor UKI), Prof.Dr. John Pieris, S.H., M.H., M.S. , Prof. Dr. Marthen Napang, S.H., M.H., M.S., Dr. Maruarar Siahaan,S.H., Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, S.H., M.H., M.Hum., Prof. Dr. Juanda, S.H., M.H., Dr. Wiwik Sri Widiarty, S.H., M.H. Dalam pandangannya Richard M. Nainggolan mengatakan, memilih tema "Rekonstruksi Pengaturan Tanggung Jawab Negara Terhadap Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika Bernilai Keadilan Menuju Pembangunan Berkelanjutan" karena permasalahan narkotika ini sepertinya sudah dilakukan upaya upaya maksimal, tapi belum juga selesai. Berangkat dari sana Richard menawarkan melihat dari sisi kontruksi hukumnya. Kontruksi hukumnya pun harus diperbaiki. “Makanya harus di rekontruksi sehingga kita bisa menyelesaikan masalah masalah narkotika ini," katanya. Adapun salah satu penyelesainya kata Dia dengan bagaimana kita meniadakan atau mengurangi permintaan . karena kalau kita bicara narkotika ini selain dia kejahatan, juga ada aspek bisnis disitu. Jadi kalau bicara bisnis disini kita akan bicara diman dan saplen. Dari sisi Diman inilah kata Richard kita kurangi. “Jadi, kenapa saya mengambil tema "Rekonstruksi Pengaturan Tanggung Jawab Negara Terhadap Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika Bernilai Keadilan Menuju Pembangunan Berkelanjutan" karena di UU 35 sudah diatur tentang Rehabilitasi penyalaguna atau korban penyalaguna narkotika termasuk juga pecandu. Tetapi dalam UU itu belum secara tegas dan terinci sehinga perlu di rekontruksi dengan beberapa pasal juga sehingga benar benar tegas bahwa harus direhabilitasi para penyalaguna ini," ungkapnya. “Kalau kita tidak Rehabilitasi, dimanapun penyalaguna berada yang sudah menjadi pecandu apakah dia di penjara, di rumah atau di tempat mana pun dia tetap predikatnya sebagai pecandu. Dan itu tentu suatu peluang bagi pelaku kejahatan narkotika bandar khususnya. Karena dia akan mencari konsumen. Berarti konsumennya tetap banyak," urainya. Kalau bicara masalah pasal yang tumpang tindi, kata Richard mengenai peraturan, sebenarnya ada seperti contoh misalnya pasal 127 menyatakan penyalaguna narkotika di hukum adalah pelaku kejahatan. tetapi di pasal 54 menyebutkan, wajib di rehabilitasi. Kemudian yang direhabilitasi adalah penyalaguna. Kalua kita lihat di pasal 112 itu ada menguasai tentunya barang siapa menyalagunakan pasti dia menguasai. "Sehingga pasal 112 juga akan memenuhi unsur untuk kepada yang bersangkutan untuk dipersangkakan walaupun dia hanya makai untuk kepentingan diri sendiri. Itulah yang terjadi sekarang ini," katanya. Sementara dari sisi pandangan Rektor UKI Dr. Dhaniswara K Harjono, S.H., M.H., MBA dalam wawancara mengatakan, yang namanya rehabilitasi memang merupakan suatu hal yang sangat penting karena kita memang harus melakukan pemberantasan terkaitan dengan narkoba ini dengan baik. “Karena hal ini yang sangat penting. Karena kita punya visi Indonesia Emas 2045 nggak ada artinya kalau kita nggak mampu melakukan pemberantasan ini dengan baik,” ucapnya. Jadi kalau memang yang menjadi korban, ia memang haru di rehabilitasi. Tapi hati hati, ada penumpang gelap, nanti jangan jangan yang pengedar ngakunya cuma sebagai pemakai. Tapi kalua pemakai itu sebenarnya korban. Itu yang harus kita bantu rehabilitasi dengan baik . “Jadi jangan pernah meyerah dengan narkoba. Karena mereka bergerak terus akan menghancurkan bangsa dan negara kita,” ujarnya. Bicara tingkat keseriusan kepolisian dalam hal narkotika kata Dhaniswara, itu juga harus kita pertanyakan karena ini bicara hati Nurani. Masa depan bangsa ada disini. Kalua kita nggak mampu mengatasi ini dengan baik, maka bahaya ada di depan mata kita, tegasnya. “Karena kita bergantung betul dengan masa depan anak anak muda. Sekarang ini kita sedang menghadapi Namanya bonus demografi. Disinilah tulang puggungnya anak anak muda semua. Selama beberapa puluh tahun kedepan 2045 kuncinya keberhasilan kita memanfaatkan secara maksimal bonus demografi,” pungkasnya. Diketahui, bahwa ujian terbuka promosi doktor Richard M. Nainggolan ini dihadiri oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), Komjen Pol. Prof. Dr. Petrus R. Golose, Sekretaris Utama BNN Brigjen Pol. Tantan Sulistyana, S.H., S.I.K., M.M., dan Deputi Pemberantasan BNN Brigjen Pol. I Wayan Sugiri, S.H., S.I.K., M.Si. serta pejabat lainnya. Dalam pembacaan keputusannya Dewan Penguji Dr. Dhaniswara K Harjono, S.H., M.H., MBA. (Rektor), Promovendus dinyatakan lulus menyandang gelar doktor Dr. Drs. Richard M. Nainggolan, SH.,M.M., MBA. dengan IPK 3,98 predikat cummlaude. (Lian)