KPK Menyoal Status Tersangka Eks Wamenkumham Eddy Dinyatakan Tidak Sah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Januari 2024 19:02 WIB
Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango (Foto: MI/Aswan)
Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI  - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ihwal pengabulan gugatan praperadilan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Dengan adanya putusan hakim itu, status tersangka Eddy Hiariej dinyatakan tidak sah.

"Kita akan pelajari dahulu putusan hakim prapidnya," ujar Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango, Selasa (30/1).

Adapun alasan hakim menyatakan status tersangka mantan orang nomor dua di Kemenkumham tidak sah itu, karena tidak berkekuatan hukum yang mengikat.

"Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon membayar biaya perkara," kata Hakim Estiono dalam ruang sidang gugatan praperadilan Edyy di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1).

Tak hanya Eddy, KPK juga sebelumnya menetapkan dua orang dekatnya. Adalah Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Mereka diduga menerima suap dari Helmut Hermawan.

Eddy dkk meminta hakim PN Jaksel menyatakan pelbagai proses penegakan hukum yang dilakukan KPK adalah tidak sah, sehingga penetapan status tersangkanya juga turut tidak sah.

Sementara itu, Biro Hukum KPK mengatakan penyelidikan dan penyidikan yang membuat Eddy Hiariej dkk menjadi tersangka telah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Oleh karena itu, KPK meminta hakim menyatakan seluruh tindakan terhadap perkara a quo oleh KPK adalah sah menurut hukum.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (7/12/2023) mengatakan kasus yang menjerat Eddy Hiariej ini bermula dari perselisihan kepemilikan PT CLM tahun 2019-2022. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, Helmut 0mencari konsultan hukum dan mendapatkan rekomendasi untuk menghubungi Eddy.

Mereka kemudian bertemu di rumah dinas Eddy pada April 2022. Dalam pertemuan itu, hadir pula pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi, dan asisten pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana.

Dalam pertemuan itu, Eddy diduga bersepakat untuk memberikan konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum PT CLM. "EOSH kemudian menugaskan kedua asistennya sebagai representasi dirinya. Besaran fee yang disepakati untuk diberikan HH pada EOSH sejumlah sekitar Rp 4 Miliar," kata Alex.

Selain soal masalah kepemilikan PT CLM, Helmut juga meminta bantuan Eddy terkait masalah hukum yang menjeratnya di Bareskrim Polri. "Untuk itu EOSH bersedia dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3 dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp3 Miliar," kata Alex.

Selain itu, Alex mengatakan Helmut diduga kembali memberikan uang sejumlah sekitar Rp 1 miliar untuk keperluan pribadi Eddy maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia. Dengan demikian, total uang yang diduga diterima Eddy adalah Rp 8 miliar.

Sampai saat ini, KPK baru menahan Helmut. (wan)