'Terpeleset' Minyak Goreng, Kursi Ketum Golkar jadi Rebutan?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Poster Airlangga Hartarto tertempel di salah satu sound system di DPP Partai Golkar, Jakarta, Minggu (11/8/2024).
Poster Airlangga Hartarto tertempel di salah satu sound system di DPP Partai Golkar, Jakarta, Minggu (11/8/2024).

Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 kembali mengusik Airlangga Hartarto yang baru saja menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golongan Karya (Golkar).

Kejaksaan Agung yang menangani kasus ini memberi sinyal kemungkinan akan memeriksa lagi Menteri Koordinator (Menko) Perekenomian itu, jika memang dibutuhkan penyidik Jampidsus.

Pemeriksaan terhadap Airlangga pada Senin (24/7/2023) lalu dinilai belum cukup. Maka Kejagung diminta mendalami dan mengevaluasinya. Pasalnya, pemeriksaan kurang lebih 12 jam dengan 46 pertanyaan saat itu merupakan tahap penyidikan awal. 

Sehingga Kejagung pun belum bisa secara detail menjelaskan lebih jauh terkait dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp6,47 triliun ini. 

BACA JUGA: Kepentingan Penyidikan Korupsi CPO! Siapapun Dia Bakal Diperiksa Kejagung, Termasuk Airlangga

Atas hal demikian, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar berharap Kejagung menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru yang memungkinkan pemanggilan terhadap  Airlangga.

"Mudah-mudahan Kejaksaan mulai memproses kasus dugaan korupsinya. Bila perlu Airlangga mundur juga dari Menko Perekonomian," tegas Abdul Fickar Hadjar begitu disapa Monitorindonesia.com, Selasa (13/8/2024).

Ulangi sejarah?

Status Airlangga yang terbelit kasus korupsi CPO justru menunjukkan adanya pengulangan sejarah di mana Ketua Umum Golkar terseret dalam skandal korupsi. Bahwa saat itu, Airlangga menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus dugaan korupsi e-KTP yang kini mulai digarap lagi KPK.

Ailangga Korupsi Minyak Goreng
Setya Novanto saat menjabat Ketua DPR RI (Foto: Antara)

Kata para pengamat politik, mulai dari kebiasaan umum yang terjadi di internal Golkar dalam dinamika perebutan kursi ketum, faksi-faksi yang mempunyai kepentingan berbeda, pilkada sampai kepentingan Jokowi.

Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno tak menutup kemungkinan mundurnya Airlangga disebabkan kecendrungan umum konflik Partai Golkar memperebutkan kursi ketum.

Hal ini bisa dilihat dalam Munaslub yang terjadi pada 2016 menyusul konflik dualisme pengurusan berkepanjangan antara kubu Abu Rizal Bakrie dan Agung Laksono. Munaslub ini kemudian ditutup dengan pemilihan Setya Novanto sebagai ketum.

BACA JUGA: Jokowi Ikut Campur Mundurnya Ketum Golkar Airlangga? Istana Angkat Bicara

Jauh sebelum itu pada 2004, Akbar Tanjung yang telah membawa Golkar menjadi partai nomor satu di parlemen terdepak oleh Jusuf Kalla dari kursi ketua umum karena harus berurusan dengan hukum.

“Jadi kalau tiba-tiba Airlangga mundur, ya ini tentu semakin memperpanjang, betapa memang suksesi kepemimpinan di Golkar itu selalu diwarnai oleh kondisi-kondisi tidak normal,” kata Adi dikutip pada Selasa (13/8/2024).

Golkar merupakan partai besar yang memiliki banyak faksi. Dalam hal formal, partai ini setidaknya memiliki tiga sayap organisasi besar yaitu pemuda (AMPG, AMPI), wanita (KPPG) dan buruh (SOKSI, KSPSI, KORPRI). Partai ini memiliki 832.842 anggota.

Faktor “faksi yang kompleks”

Aditya Perdana, Direktur Eksekutif Algoritma mengatakan faktor “faksi yang kompleks” ini memiliki kepentingan masing-masing yang kemungkinan berada di balik mundurnya Airlangga.

“Ya, karena satu itu ada kepentingan Golkar sendiri di mana faksinya itu cukup banyak. Kita harus paham itu… Belum lagi faksi Indonesia Barat, Indonesia Timur. Belum faksinya orang per orang. Belum lagi melihat ada HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) juga di situ, ada kelompok NU, macam-macam.” katanya.

“Mungkin orang-orang Golkar yang juga punya bukan hanya kepentingan politik tapi juga terkait dengan pemerintahan - Itu juga bertarung satu sama lain. Berkompetisi satu sama lain,” tambahnya.

Pendaftaran pasangan calon pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024 akan berlangsung akhir bulan ini. Aditya menyebut proses pencalonan pilkada sebagai “transaksional” di setiap partai politik dalam menentukan koalisi di daerah-daerah.

BACA JUGA: Tangan Dingin Airlangga Torehkan Prestasi Pemilu 2024, Ketum Golkar Selanjutnya Bisa Apa?

Ada kemungkinan kemunduran Airlangga dikaitkan dengan pilkada karena garis komando koalisi terpusat: Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam pemilu presiden tetap digunakan untuk pemilihan daerah-daerah.

“Itu nggak gampang untuk dikelola, karena tentu akan menimbulkan riak-riak kekecewaan. Bentuk ketidakpatuhannya segala macam,” kata Aditya.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/b5AD2QqlpWNB9S9HPSkqygsh3bOEZKvheARvVCsF.jpg

Para Ketua Umum Parpol di Koalisi Indonesia Maju (KIM). (Foto: Dhanis/MI)

Di lain sisi, hubungan keluarga Jokowi dan PDI Perjuangan sudah tidak lagi mesra setidaknya sejak Pilpres bergulir. Sejauh ini, Jokowi yang segera turun dari kursi presiden, dan Gibran yang bakal naik menjadi wakil presiden – sama-sama tak punya kendaraan politik, kata Aditya. 

Tapi keduanya masih punya ambisi untuk memiliki pengaruh. “Misalkan mau ke PSI (Partai Solidaritas Indonesia), masuk akal. Tapi ini kan partainya enggak ada di parlemen. Enggak signifikan. Jadi peran Pak Jokowi dalam konteks ini juga perlu untuk kita dudukkan mau apa setelah dia lengser?” katanya.

Peneliti politik dari BRIN, Aisah Putri Budiarti menilai Golkar merupakan kendaraan politik yang potensial untuk Jokowi karena sejumlah indikasi – seperti Gibran ‘sudah dikuningkan’ dan pengamat politik sudah melihat kesamaan karakter partai Golkar yang mengusung pembangunan dengan Jokowi.

“Jaket politik untuk mempertahankan stabilitas kekuatan politik itu penting kan di Indonesia karena partai politik lah, kendaraan politik satu-satunya, dan punya kekuatan di parlemen, yang mempengaruhi pembuatan kebijakan,“ kata Aisah.

BACA JUGA: Meutya Usul Penentuan Plt Ketum Golkar Tak Perlu Voting

Di sisi lain, Golkar sejauh ini tidak memiliki figur yang benar-benar populer – jika dibandingkan dengan Jokowi. Golkar itu ya itu tadi menurut saya yang paling berpeluang untuk 'diambil alih‘… kemudian banyak tokoh elitnya yang juga bisa mengalami pergantian atau suksesi rutin, tidak ada personal yang sangat kuat,” tambahnya.

Ada apa di internal Golkar?

Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam memperkirakan, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita akan menjadi ketua umum partai tersebut untuk menggantikan Airlangga.

Agus Gumiwang saat ini juga menjabat sebagai Menteri Perindustrian di Kabinet Indonesia Maju.

Ailangga Korupsi Minyak Goreng
Dito Ariotedjo (kiri), Bahlil Lahadlia, Airlangga Hartarto, dan Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) (Foto: Istimewa)

"Setelah Airlangga mundur, gabungan dua gerbong kekuatan yang dibawa kader Golkar Bahlil Lahadalia dan Agus Gumiwang bergabung menjadi satu. Besar kemungkinan Agus Gumiwang yang dikabarkan sempat berseteru dengan kekuatan Airlangga akan menduduki posisi Ketua Umum Partai Golkar," kata Umam, Minggu (11/8/2024).

Selain itu, dia mengatakan bahwa gabungan kekuatan Agus dan Bahlil dapat menjadi jembatan untuk memfasilitasi bergabungnya Presiden Joko Widodo dan keluarganya pascapurnatugas pada tanggal 20 Oktober 2024.

Umam berpendapat, Airlangga mundur Airlangga tidak lepas dari benturan antarkekuatan di internal partai tersebut menjelang Pemilu 2024.

Menurut dia, faksi-faksi kekuatan di internal Golkar memiliki agenda kepentingan ekonomi dan politik yang beragam. 

Semisal, mempertahankan kedaulatan politik partai dari intervensi eksternal, ada pula yang mencoba bersimbiosis dengan kekuatan eksternal yang dekat dengan kekuasaan untuk memengaruhi dan mengendalikan keputusan politik strategis partai.

BACA JUGA: Aburizal Bakrie Prihatin Keputusan Airlangga Mundur dari Ketum Golkar

Ia mengatakan bahwa faksi-faksi di internal Golkar bergerak kembali pada masa Pilkada 2024. Hal itu karena langkah dan keputusan Airlangga di sejumlah pilkada dianggap kurang tegas dan sering memunculkan ketidakpastian.

"Oleh karena itu, operasi politik berjalan hingga memunculkan informasi spekulatif adanya pergerakan pemeriksaan lanjutan oleh lembaga penegak hukum atas isu lama yang belum ada kejelasan informasinya," kata dia.

Walaupun demikian, kata dia, masa kepemimpinan Airlangga selama memimpin Partai Golkar patut diapresiasi. "Ia mampu menorehkan prestasi gemilang dengan memperoleh 102 kursi parlemen nasional, atau meningkatkan 17 kursi yang setara dengan 18 persen kekuatan parlemen," pungkasnya.

Kapan Airlangga diperiksa lagi?

Kembali kepada penyidikan Kejagung pada kasus izin ekspor minyak kembali mencuat usai Airlangga mundur dari jabatannya sebagai ketua umum Partai Golkar, Sabtu lalu (10/8/2024). 

Bahwa, diduga keputusan Airlangga tersebut merupakan pengembangan kasus korupsi yang menjerat orang dekatnya, Lin Che Wei yang saat itu menjabat sebagai Tim Asistensi Kemenko Perekonomian.

Berdasarkan informasi Monitorindonesia.com, bahwa Airlangga awalnya hendak diperiksa pada hari ini, Selasa (13/8/2024). 

Akan tetapi, agenda pemeriksaan ditunda karena sejumlah menteri kabinet Indonesia maju tengah berada di kawasan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Adapun Kejagung telah menuntaskan perkara atas beberapa nama tersangka dalam kasus korupsi tersebut hingga inkracht atau memiliki kekuatan hukum tetap. 

Ailangga Korupsi Minyak Goreng
Pekerja melintas di dekat poster Airlangga Hartarto di DPP Partai Golkar, Jakarta, Minggu (11/8/2024)

 

Korps Adhyaksa tersebut pun kemudian mengembangkan kasus ini dengan menetapkan tersangka korporasi yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. 

“Iya sebagian kan sudah inkracht terhadap pelaku, yang sekarang kan ditangani terkait korporasi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.

Meski pun benar soal tersangka baru, kata dia, keputusan atau pengembangan penyidik kasus korupsi diklaim murni penegakan hukum. 

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar

 

Bahkan, Kejagung membantah cawe-cawe dalam dinamika politik nasional, termasuk tuduhan menjadi pemicu mundurnya Airlangga dari kursi ketua umum Partai Golkar jelang pendaftaran calon peserta Pilkada Serentak 2024.

“Penanganan perkara yang kami lakukan itu tidak didasarkan pada politisasi hukum, tidak didasarkan pada politisasi hukum. Tetapi didasarkan pada bukti dan fakta hukum,” kata Harli.

“Kedua, bahwa penanganan perkara juga yang kami lakukan tidak didasarkan pada tekanan atau pengaruh politik. Tidak didasarkan pada tekanan atau pengaruh politik, tetapi murni dilakukan sebagai penegakan hukum," tambahnya.

BACA JUGA: Airlangga Hartarto Diduga Terlibat Korupsi Dana Sawit, Komisi VI: Hukum Mesti Ditegakkan Tanpa Tebang Pilih

Harli hanya membenarkan penyidik pernah memeriksa Airlangga dalam kasus tersebut sebagai saksi. Itu pun, kata dia, karena Airlangga dianggap mampu memberikan sejumlah informasi yang membantu penyidik mengungkap peran sejumlah tersangka saat itu.

Berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA), kerugian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi tersebut mencapai senilai Rp6,47 triliun. (wan)