Korupsi Pertal: Habis Bambang Irianto, KPK Jerat Siapa?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Agustus 2024 4 jam yang lalu
Mantan Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd. (PES) yang juga mantan Dirut Pertamina Energy Trading (Pertal) Bambang Irianto (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Mantan Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd. (PES) yang juga mantan Dirut Pertamina Energy Trading (Pertal) Bambang Irianto (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK akhirnya menguak lagi dugaan praktik mafia migas di Pertamina Energy Trading Limited atau Petral.

Adapun Petral dibubarkan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) tanggal 13 Mei 2015. Namun nama Petral kembali menyeruak usai KPK mengumumkan penangkapan dan penetapan Bambang Irianto sebagai tersangka suap kasus dugaan mafia migas pada 11 September 2019.

Catatan Monitorindonesia.com, bahwa pada pekan ini, KPK mulai melakukan pemanggilan terhadap sejumlah saksi dalam rangka mengusut kembali kasus yang belum rampung tersebut. 

Adalah, mantan dewan komisaris PES dan mantan Direktur Keuangan PTMN PT Pertamina, Ferederick ST Siahaan; mantan dewan direksi PTMN PT Pertamina, Ginanjar Sofyan; Senior Analyst Downstream PT Pertamina, Imam Mul Akhyar; Account Receivables Manager PT Pertamina, Iswina Dwi Yunanto; Cost Management Manager - Management Acct. Controller Pertamina Agus Sujiyarto; Manager Market Analysis Development, Anizar Burlian; Manager Crude Product and Programming Commercial Pertamina, Cendra Buana Siregar dan Direktur Utama PT Anugrah Pabuaran Energy, Lukman Neska.

Pada hari ini, Rabu (7/8/2024) KPK menggarap Manager Integrated Supply Planning PT Pertamina, Lina Rosmauli Sinaga; eks Direktur Umum PTMN PT Pertamina, Luhur Budi Djatmiko; VP Legal Counsel Downstream PTMN PT Pertamina, Mei Sugiharso; dan BOD Support Manager PT Pertamina, Mindaryoko.

KPK belum mengonfirmasi, apakah para saksi itu hadir semua di gedung merah putih.

KPK Periksa Pejabat Pertamina

Pada Senin (5/8/2024), KPK memanggil Cost Management Manager - Management Acct. Controller Pertamina Agus Sujiyarto; Manajer Market Analysis Development, Anizar Burlian; Manajer Crude Product and Programming Comumercial Pertamina, Cendra Buana Siregar; dan Direktur Utama PT Angrah Pabuaran Energy, Lukma Neska. KPK mencatat hanya Agus yang menjalani pemeriksaan; sisanya mangkir dengan dalih telah pensiun dan sakit.

Hanya saja, mengutip pernyataan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto pada Selasa (6/8/2024) kemarin, bahwa pihaknya memeriksa sejumlah pejabat PT Pertamina sebagai saksi penyidikan perkara dugaan korupsi terkait perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd. (PES) selaku anak perusahaan PT. Pertamina (Persero).

Pemeriksaan dilakukan usai kasus ini tanpa kabar sejak lembaga KPK tersebut menetapkan mantan Direktur Utama Petral, Bambang Irianto sebagai tersangka pada 10 September 2019. "Penyidik mendalami supply chain pembelian minyak bumi (crude oil) dan BBM (Migas 88)," kata Tessa.

Juru Bicara KPK RI Tessa Mahardika Sugiarto
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto (Foto: Dok MI)

Tessa juga mengatakan bahwa molornya pengusutan kasus tersebut dikarenakan tim penyidik KPK masih membutuhkan sejumlah informasi dan data yang berasal dari luar negeri. “Ada beberapa informasi dan data yang dibutuhkan dimana informasi dan data tersebut berada di wilayah yuridiksi negara lain,” kata dia.

KPK kini masih melakukan komunikasi dengan pihak luar negeri untuk mendapatkan sejumlah informasi dan data yang dibutuhkan untuk segera menuntaskan kasus tersebut. “Proses komunikasi dengan yurisdiksi negara lain tersebut masih terus berjalan,” beber Tessa.

Sedikit kembali ke belakang soal kasus ini. Bahwa Pada Selasa (11/9/2019), KPK menetapkan Bambang Irianto sebagai tersangka. Ia adalah Direktur Utama Petral sejak 2014 sebelum diganti pada 2015. KPK menduga Bambang menerima suap saat menjabat sebagai Managing Director Pertamina Energy Service (PES) periode 2009-2013.

Kala itu, tugas Bambang Irianto di PES adalah mengurusi pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT. Pertamina (Persero). Aktivitas ini dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, juga trade, salah satunya adalah Kernel Oil.

Bambang Irianto diduga mengamankan jatah alokasi dari Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah alias produk kilang. “Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri," papar Laode.

Sebagai penampung kiriman uang itu, Bambang Irianto lantas membentuk perusahaan cangkang bernama Siam Group Holding di British Virgin Islands atau Kepulauan Virgin Britania Raya yang terletak di Karabia.

Kepulauan Virgin Britania Raya menerapkan tax haven country. Negara penganut aturan ini mengenakan pajak yang lebih rendah, bahkan tidak mengenakan pajak sama sekali. Menurut identifikasi KPK, Bambang Irianto telah menarik uang sebesar 2,9 juta dolar AS dari rekening Siam Holding Limited.

Riwayat Pertal
Mengutip laporan Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dirilis 2015 lalu, bahwa pada 1969, Pertamina dan satu "interest group" Amerika Serikat mendirikan Perta Group dengan tujuan memasarkan minyak mentah dan produk minyak Pertamina di pasar Amerika Serikat. 

Perta Group-yang memulai kegiatan perdagangan minyak pada tahun 1972-terdiri dari Perta Oil Marketing Corporation Limited, perusahaan Bahama yang berkantor di Hong Kong, dan Perta Oil Marketing Corporation, perusahaan California yang menjalankan aktivitas keseharian di Amerika Serikat.

Pada 1978 terjadi reorganisasi besar-besaran. Perusahaan yang berbasis di Bahama digantikan dengan Perta Oil Marketing Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pada September 1998, Pertamina mengambil alih seluruh saham Perta Group. 

Pada Maret 2001, atas persetujuan pemegang saham, perusahaan berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) yang berperan sebagai trading and marketing arm Pertamina di pasar internasional.

Petral mendirikan anak perusahaan berbadan hukum dan berkedudukan di Singapura bernama Pertamina Energy Services Pte Limited (PES) pada 1992 yang dibebani tugas melakukan perdagangan minyak mentah, produk minyak, dan petrokimia.

Pembentukan dan operasional Perta Group pada awalnya lebih diarahkan untuk pemasaran minyak bumi mengingat di masa itu Indonesia merupakan pengekspor neto (net exporter) minyak bumi dan masih menjadi anggota OPEC. 

Pertal
KPK tengah berkutat pemeriksaan saksi korupsi pemberian hadiah atau janji terkait dengan kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services (PES) Pte. Ltd. yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Sejumlah eks dan pejabat Pertamina telah dipanggil dan diperiksa (Foto: Istimewa)

Peranan minyak bumi juga masih sangat dominan baik sebagai sumber penerimaan devisa maupun sebagai sumber penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pembentukan dan operasional Perta Group tidak terlepas dari kepentingan elit penguasa Orde Baru untuk mendapatkan rente dari ekspor minyak bumi. Operasional Perta Group praktis hanya sebagai "agen penjualan" minyak bumi dari Indonesia. Proses pemburuan rente dari penjualan minyak tersebut melalui keikutsertaan kroni penguasa dalam kepemilikan Perta Group," mengutip laporan yang disusun oleh Faisal Basri Cs ini.

Peran Petral kemudian semakin menjadi-jadi begitu Indonesia menjadi net importir. Perta Group yang kemudian diubah namanya menjadi Petral dengan PES sebagai anak perusahaannya tetap hanya sebagai trading arms dengan tambahan fungsi sebagai "agen pengadaan" minyak bumi dan BBM.

Mengingat kebutuhan BBM Indonesia yang relatif sangat besar dan PES merupakan satu-satunya pihak yang ditunjuk sebagai penjual dan pembeli minyak mentah dan BBM, volume usaha PES semakin membesar.

Semua dimulai sejak 2014, tepatnya sesuai janji kampanye Presiden Joko Widodo yang sangat ingin membereskan sektor tata kelola migas RI.

Jokowi kemudian melantik Sudirman Said sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan meminta khusus agar Petral 'dibenahi'.

Dari situ, Sudirman membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang digawangi oleh Faisal Basri dan 12 pakar lainnya. Tim anti mafia migas ini, julukannya, bekerja 6 bulan penuh menyelidiki praktik-praktik impor BBM di tubuh anak usaha Pertamina tersebut.

Tim menemukan beberapa hal dari kajian mereka, misal penawaran yang dilakukan ke Petral dan PEs tidak lazim, proses berbelit-belit, dan harus menghadapi pihak ketiga yang bertindak sebagai agent atau arranger. Namun, pelaku yang bersangkutan mengakui dengan terbuka telah mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui trader.

Tim juga menemukan indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung.

Tim menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan "tersembunyi" yang terlibat dalam proses tender oleh Petral.

Berdasar temuan tersebut, Tim pun menyusun rekomendasi terkait Petral sebagai berikut:

Tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak lagi oleh PES melainkan dilakukan oleh ISC (integrated supply chain) Pertamina.

Mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer. Melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Audit forensik agar dilakukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya. 

Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktek mafia migas. Temuan tim ini pun ditindaklanjuti oleh Menteri Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat itu Dwi Soetjipto.

Tindak lanjut pertama, sesuai instruksi Presiden Jokowi, Sudirman dan Dwi langsung membekukan bisnis Petral pada tengah Mei 2015. "Kata Presiden, masa lalu harus diputus," ujar Sudirman Saat itu.

https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2022/03/09/MJR_5374.jpg.webp
Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Tindak lanjut kedua adalah dengan melakukan audit forensik. Lembaga audit Kordha Mentha kemudian ditunjuk untuk mengaudit forensik praktik jual beli minyak di Petral untuk periode 2012 sampai 2014.

Berdasarkan temuan lembaga auditor itu, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Untuk audit anak usahanya itu, Pertamina merogoh kocek hingga US$ 1 juta.

KPK kini diharapkan dapat menyeret pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini. (an)