Soal Laporan Dugaan Korupsi Izin Tambang Bahlil, Jatam Duga KPK Masuk Angin

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 Mei 2024 23:27 WIB
Perwakilan Jatam saat menyerahkan laporan dugaan perbuatan korupsi Menteri Bahlil ke KPK, Selasa (19/3/2024) (Foto: Dok MI/Jatam)
Perwakilan Jatam saat menyerahkan laporan dugaan perbuatan korupsi Menteri Bahlil ke KPK, Selasa (19/3/2024) (Foto: Dok MI/Jatam)

Jakarta, MI - Laporan dugaan korupsi izin tambang yang menyeret Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dilayangkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada Selasa (19/3/2024) lalu. Bagaimana kabarnya?

Di hari itu juga KPK mengaku bakal menelaah laporan yang dibuat oleh Jatam tersebut.

"Pimpinan sudah minta Dumas (Pengaduan Masyarakat) untuk melakukan telaahan atas informasi yang disampaikan masyarakat," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata kepada wartawan.

Perlu diketahui, bahwa berdasarkan aturan di KPK, ada serangkaian proses yang cukup panjang yang dilakukan sejumlah unsur di KPK untuk masuk ke tahap penyidikan dan menetapkan seseorang menjadi tersangka. 

Biasanya suatu kasus korupsi terungkap bermula dari pengaduan masyarakat.

Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan keterangan, KPK melakukan ekspose atau gelar perkara untuk menentukan apakah kasus itu layak naik ke tahap penyelidikan. 

Rapat ekspose dalam tahap ini melibatkan Direktur Pengaduan Masyarakat, penyelidik, deputi, dan para pimpinan KPK.

Di tahap penyelidikan, penyelidik mulai mencari alat bukti hingga ditemukan lebih dari dua alat bukti.

Bukti-bukti itu bisa berupa dokumen maupun keterangan sejumlah pihak.

Di tahap ini, penyelidik memanggil sejumlah pihak yang diduga berkaitan dan memiliki informasi terkait apa yang tengah diselidiki untuk dimintai keterangannya. 

Di tahap ini penyelidik juga membidik calon tersangka.

Pada tahap itu, rapat ekspose kembali dilakukan untuk menentukan apakah status penyelidikan sudah cukup diubah menjadi penyidikan. 

Ekspose dilakukan di hadapan semua pimpinan, deputi, penyelidik, dan penyidik di KPK. 

Dalam gelar perkara itu, setiap unsur dipersilakan untuk memberikan pendapat soal perkara itu. Ketentuan untuk menaikkan tahap penyelidikan menjadi penyidikan mengacu pada Pasal 44 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. 

Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan, "Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada KPK".

Adapun pada ayat (2) disebutkan, "Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik".

Dalam tahapan penyidikan ini, penyidik akan memanggil sejumlah saksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka. 

Saksi akan dikonfirmasi tentang beberapa hal mengenai informasi yang sejak awal dimiliki penyidik maupun informasi lain yang didapatkan penyidik dari saksi lain. 

Setelah itu, tersangka juga akan diperiksa untuk dikonfirmasi mengenai informasi berdasarkan keterangan para saksi tersebut.

Terkait dengan saksi, hingga saat ini KPK belum memeriksa Menteri Bahlil itu.

Namun KPK sebelumnya mengaku akan meminta klarifikasi terhadap politikus partai Golkar itu.

Tetapi terkait proses perizinan pertambangan nikel di Maluku Utara (Malut). Anak buah Bahlil dalam kasus ini sudah diperiksa.

Terkait laporan Jatam itu, KPK belum memberika keterangan update lagi.

Juru Kampanye Jaringan Tambang (Jatam), Farhat kepada Monitorindonesia.com, Minggu (5/5/2024) malam mengaku belum ada tanggapan juga dari KPK.

"Belum ada tanggapan lagi dari KPK-nya," katanya.

Jatam pun menduga KPK 'masuk angin'.

"Kita juga bilang kek gitu sih," tambahnya.

Adapun Jatam menduga pencabutan izin tambang oleh Menteri Bahlil diduga koruptif, menguntungkan diri, kelompok dan orang lain, serta merugikan perekonomian negara.

Jatam mengatakan, Menteri Bahlil diduga mematok tarif atau fee kepada sejumlah perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan.

Jatam, kata Jamil, memandang apa yang diduga dilakukan oleh Menteri Bahlil itu merupakan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain, dan merugikan keuangan/perekonomian negara. Selain itu, Menteri Bahlil juga diduga telah menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang pada akhirnya dapat merugikan keuangan/perekonomian negara. 

"Sebagai upaya untuk mengungkap dan mengusut dugaan tindak pidana korupsi itu, Jatam melaporkan Menteri Bahlil kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Muh Jamil, Kepala Divisi Hukum Jatam.

"Adapun delik aduan atas dugaan tindak pinda korupsi yang dilakukan Menteri Bahlil itu, antara lain delik gratifikasi, suap-menyuap, dan pemerasan. Tipologi delik suap dan pemerasan akan terjadi, jika terjadi transaksi atau deal antara kedua belah pihak," katanya.

Sedangkan delik gratifikasi, lanjut Jamil, adalah pemberian yang tidak memiliki unsur janji, tetapi gratifikasi juga dapat disebut suap jika pihak yang bersangkutan memiliki hubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan. 

Menurut Jamil, setelah mempelajari langkah dan kebijakan Menteri Bahlil, kuat dugaan ketiga delik tersebut telah terpenuhi.

"Jatam berharap dan mendesak KPK agar bekerja dengan cepat pascapelaporan ini dilakukan, guna menyambungkan fakta-fakta yang sudah terungkap ke publik sehingga kita dapat melihat gambar utuh dari puzzle-puzzle tersebut, agar kita bisa melihat sebejat apa dugaan korupsi yang terjadi, berikut siapa saja pihak yang memperoleh keuntungan," harap Jamil.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Bahlil telah mencabut sekitar dua ribuan izin tambang di Indonesia.

Pencabutan itu dilakukan pasca Menteri Bahlil mendapat kuasa dari Presiden Jokowi sejak 2021 lalu. 

Presiden Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi, yang mana Bahlil ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas), untuk memastikan realisasi investasi dan menyelesaikan masalah perizinan, serta menelusuri izin pertambangan dan perkebunan yang tak produktif.

Pada 2022, Presiden Jokowi kembali meneken Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi. 

Melalui Keppres ini, Menteri Bahlil diberi kuasa untuk mencabut izin tambang, hak guna usaha, dan konsesi kawasan hutan, serta dimungkinkan untuk memberikan kemudahan kepada organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan lain-lain untuk mendapatkan lahan/konsesi.

Lalu, pada Oktober 2023, Presiden Jokowi kembali mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. 

Melalui regulasi ini, Menteri Bahlil diberikan wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain.

Topik:

KPK Jatam Bahlil