Gerakan Santri Biru Kuning Bongkar Dugaan Permainan Tender Green House Rp 2,6 Miliar di Era Menakertrans Cak Imin

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Juli 2024 7 jam yang lalu
Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (Foto: MI/Antara)
Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (Foto: MI/Antara)

Jakarta, MI - Pola permainan pinjam bendera perusahaan, Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN) sampai saat ini masih berlangsung.

Kisah Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (Gus Imin) pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Saat ini, di era Presiden Jokowi, kementerian tersebut telah berganti nama menjadi Kementerian Ketenagakerjaan.

Gerakan Santri Biru Kuning (GSBK) membeberkan masa saat Cak Imin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, khususnya pada tahun 2011, untuk mengevaluasi proses lelang pengadaan barang dan jasa.

"Sebagai contoh, pada 10 Oktober 2011, Ditjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi mengadakan lelang proyek Pekerjaan Pembangunan Green House dengan pagu anggaran sebesar Rp2.613.000.000," kata Koordinator Nasional GSBK, Febri Yohansyah dalam keterangan tertulisnya yang masuk ke dapur redaksi Monitorindonesia.com, Sabtu (27/7/2024).

Dikatakannya, bahwa proyek ini dimenangkan oleh CV. Gaharu Berkarya dengan harga penawaran Rp2.396.590.000, mengalahkan pesaingnya, Candrabaga Lestari, yang mengajukan penawaran sebesar Rp2.416.197.000.

Dari 42 perusahaan yang mengikuti lelang, hanya dua perusahaan yang masuk final, yaitu CV. Gaharu Berkarya dan Candrabaga Lestari.

Gerakan Santri Biru Kuning Bongkar Dugaan Permainan Tender Green House Rp 2,6 Miliar di Era Menakertrans Cak Imin

"Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa proses lelang tersebut sudah diatur. CV. Gaharu Berkarya yang memenangkan proyek Green House diduga sudah dijatah, sementara Candrabaga Lestari mendapatkan proyek lain, yakni Pekerjaan Pembangunan Rumah Industri Pupuk Granular dengan anggaran Rp1.091.722.000," bebernya.

Harga yang ditawarkan oleh CV. Gaharu Berkarya dianggap terlalu tinggi, berpotensi menyebabkan kerugian negara sekitar Rp340 juta. 

"Padahal, ada perusahaan lain yang menawarkan harga lebih rendah namun kalah karena dokumen penawaran dianggap tidak lengkap," lanjutnya.

Menurutnya, permainan tender di era Menteri Cak Imin ini diduga sangat rapi sehingga tidak terendus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung (Kejagung).

GSBK menilai bahwa KPK seperti 'tuli' dan Kejagung masih buta dalam melihat kasus lelang seperti ini.

"Dugaan penyimpangan ini sangat mencolok dan merugikan negara," tutupnya. (ar)