Pejabat Pemprov Malut di Pusaran Suap, KPK Dituntut Tetapkan Tersangka Baru

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Juli 2024 6 jam yang lalu
Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara (Foto: MI/RD)
Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara (Foto: MI/RD)

Sofifi, MI – Fadly S. Tuanany, Koordinator Wilayah Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) Provinsi Maluku Utara (Malut), mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menetapkan tersangka baru dalam kasus suap yang melibatkan mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK).

Fadly menilai lambatnya penetapan tersangka tambahan dapat merugikan proses hukum dan keadilan.

Tuanany mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan lebih dari AGK dan menegaskan bahwa KPK tidak perlu menunggu putusan final terhadap AGK untuk menetapkan tersangka tambahan. 

"Fakta persidangan menunjukkan adanya keterlibatan banyak pihak, baik pejabat pemerintahan maupun pihak swasta. KPK harus bertindak sekarang dan tidak membiarkan kasus ini berlarut-larut," katanya.

Pada persidangan 24 Juli 2024 di Pengadilan Negeri Ternate, Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku Utara, Sulik Yaya Budi Santoso, memberikan kesaksian mengejutkan. 

Sulik mengungkapkan bahwa Kepala BPKAD Ahmad Purbaya memerintahkannya untuk meminta Rp 500 juta dari Irwan Djaga, Direktur PT Sultan Sukses Mandiri, untuk kepentingan AGK. 

Sulik menjelaskan bahwa pada tahun 2023, ia diminta untuk mengambil Rp 300 juta dari Irwan Djaga dan menyerahkannya langsung di kediaman Gubernur di Kelurahan Takoma, Kecamatan Ternate Tengah. 

Selain itu, Sulik juga diperintahkan untuk meminta tambahan Rp 200 juta, yang kemudian dikirimkan melalui transfer ke rekening atas nama Mahmud Doturu.

Dalam kesempatan tersebut, Irwan Djaga langsung memberikan klarifikasi dihadapan majelis hakim bahwa uang Rp 500 juta tersebut adalah fee proyek pembangunan asrama BPKAD yang dikerjakan oleh perusahaannya. 

Irwan menyatakan bahwa itu merupakam fee proyek, dan permintaan uang datang dari Sulik berdasarkan perintah Ahmad Purbaya.

Fadly mengkritik lambatnya penetapan tersangka oleh KPK dan menekankan bahwa tindakan tegas sangat penting agar kasus ini tidak terhenti di tengah jalan. 

“Penetapan tersangka baru sangat penting agar kasus ini tidak terhenti di tengah jalan. Jika KPK tidak segera bertindak, kami tidak segan-segan mengajukan praperadilan terhadap tindakan diamnya KPK,” ujarnya. 

Ia juga memperingatkan bahwa jika KPK terus membiarkan kasus ini tanpa tindakan memadai, hal itu dapat merusak kepercayaan publik terhadap integritas lembaga penegak hukum. 

Fadly menekankan pentingnya KPK untuk menyelesaikan kasus ini secara menyeluruh dan menindak semua pihak yang terlibat, baik penyuap maupun penerima suap. 

“Kita berharap KPK dapat menunjukkan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya. Publik berhak mendapatkan keadilan yang nyata dan efek jera terhadap pelaku korupsi,” katanya.

Secara terpisah, Sulik Yaya Budi Santoso diwawancarai Monitorindonesia.com pada dini hari Sabtu, 27 Juli 2024. Ketika ditanyai melalui pesan singkat WhatsApp mengenai perintah lain dari Kepala BPKAD Ahmad Purbaya selain yang diakui di persidangan, ia mengonfirmasi, “Tidak ada,” akunya.

Sementara itu, dalam sidang pada Kamis, 25 Juli 2024, di Pengadilan Tipikor Ternate, Sigit Litan mengakui memberikan total uang sebesar Rp 600 juta kepada Terdakwa Abdul Gani Kasuba (AGK). 

Sigit menjelaskan bahwa Rp 100 juta diberikan untuk biaya pengobatan AGK atas permintaan AGK, sedangkan Rp 500 juta lainnya diambil secara tunai di kantor perusahaannya. 

Sigit juga mengakui memberikan sebidang tanah yang diduga diberikan kepada AGK untuk pembangunan kantor DPD PDIP Perjuangan Provinsi Maluku Utara. Tanah tersebut kini telah disita oleh KPK. 

Sigit menyatakan bahwa dia tidak mengetahui bahwa tanah tersebut akan digunakan untuk tujuan tersebut.

Dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap terhadap eks Gubernur Malut ini, yang digelar pada 25 Juli 2024 di Pengadilan Tipikor Ternate, terungkap fakta baru mengenai aliran uang. 

Saksi Adlan A. Mizan Thorik mengungkapkan bahwa rekeningnya digunakan oleh Nabila Bachmid, adik dari anggota DPRD Halmahera Selatan Elia Gebrina Bachmid, untuk menerima dan mentransfer uang ke berbagai rekening, termasuk milik Elia. 

Uang yang masuk ke rekening Adlan, yang dipinjam oleh Nabila, didistribusikan selama periode 2020-2021 dengan jumlah yang bervariasi, mencapai puluhan juta rupiah per transaksi.

Adlan mengaku tidak mengetahui secara rinci pengirim uang dan hanya mengikuti perintah Nabila untuk mentransfer uang tersebut.

Disisi lain, terungkap bahwa Adlan A. Mizan Thorik, salah seorang saksi dari pihak swasta, mengaku bahwa nomor rekeningnya dipinjam oleh Nabila Bachmid, adik Elia Gebrina Bachmid, untuk menerima dan mentransfer uang. 

Uang tersebut, yang diperkirakan tidak kurang dari Rp1 miliar dalam rentang waktu satu tahun (2020-2021), dikirimkan ke berbagai rekening, termasuk ke rekening Elia Bachmid dan ajudan AGK. 

Nabila menggunakan rekening Adlan untuk memindahkan uang tanpa memberitahu asal usul uang tersebut secara rinci, menyebutnya sebagai "uang keluarganya." 

Adlan menyatakan bahwa uang yang masuk ke rekeningnya di Bank Mandiri dikirimkan sesuai perintah Nabila dan tidak mengetahui detail pengirim uang tersebut.

Selain itu, Wiwin Nurlinda Tan, seorang karyawan Bank Maluku Malut yang juga mahasiswi, mengakui menerima puluhan juta rupiah dari AGK melalui mantan ajudannya, Ramadhan Ibrahim. 

Wiwin menyatakan bahwa uang tersebut diberikan untuk membantu biaya kuliahnya, meskipun ia tidak pernah meminta bantuan tersebut secara langsung. Sidang ini dipimpin oleh hakim Rommel Franciskus Tompubolkan. (RD)