Manajer Perizinan PT Summarecon Agung Mangkir dari Panggilan KPK, Ada Apa?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Juni 2022 10:06 WIB
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus mantan wali kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS) yang tersangkut kasus dugaan suap pengurusan IMB Apartemen Royal Kedhaton. Haryadi Suyuti (HS) diduga memberikan arahan untuk menerbitkan dokumen pendukung terkait permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan PT Summareco Agung (SA). Dugaan tersebut muncul saat penyidik KPK memeriksa Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Ardianto Pitono Adhi dan Direktur Keuangan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Lidya Suciono. "Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya arahan dari tersangka HS untuk menerbitkan dokumen pendukung, sehingga permohonan IMB apartemen yang diajukan PT SA dapat disetujui," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta seperti dikutip Monitor Indonesia.com, Sabtu (25/6). Selain itu, KPK juga memeriksa tiga saksi lain untuk tersangka Haryadi Suyuti dan kawan-kawan, yakni GM Perencanaan PT Summarecon Agung Bryan Tony serta dua perencana PT Summarecon Agung, Raditya Satya Putra dan Anton Triatmojo. KPK mendalami pengetahuan kedua saksi itu soal pembahasan internal di PT SA untuk pengajuan permohonan IMB ke Pemkot Yogyakarta. KPK juga menginformasikan seorang saksi yang tidak memenuhi panggilan, yakni Manajer Perizinan PT Summarecon Agung Dwi Putranto Wahyuning. "Tidak hadir dan tim penyidik melakukan penjadwalan ulang," tambahnya. Dalam kasus dugaan korupsi tersebut, KPK telah menetapkan empat tersangka, yang terdiri atas tiga penerima suap dan seorang pemberi suap. Ketiga tersangka penerima suap ialah Haryadi Suyuti (HS), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta Nurwidhihartana (NWH), dan sekretaris pribadi merangkap ajudan Triyanto Budi Yuwono (TBY); sementara seorang tersangka pemberi suap adalah Vice President Real Estate PT SA Oon Nusihono (ON). Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada tahun 2019 tersangka ON, melalui Dandan Jaya selaku Direktur Utama PT Java Orient Property (JOP), anak perusahaan PT SA, mengajukan permohonan IMB dengan mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro. Pembangunan apartemen tersebut masuk dalam wilayah cagar budaya di Pemkot Yogyakarta. Permohonan izin itu berlanjut di 2021, dimana ON dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta membuat kesepakatan dengan Haryadi yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Yogyakarta periode 2017—2022. KPK menduga ada kesepakatan antara ON dan Haryadi, di antaranya Haryadi berkomitmen akan selalu mengawal permohonan IMB tersebut dengan memerintahkan Kadis PUPR agar segera menerbitkan IMB yang dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama pengurusan izin berlangsung. Selama penerbitan IMB itu, KPK menduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar Rp50 juta dari ON untuk Haryadi melalui tersangka TBY dan untuk tersangka NWH. Pada tahun 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit. Selanjutnya, Kamis (2/6), ON datang ke Yogyakarta untuk menemui Haryadi di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sekitar 27.258 dolar AS yang dikemas dalam goodie bag melalui TBY, sebagai orang kepercayaan Haryadi. Sebagian uang tersebut juga diberikan untuk NWH.

Topik:

KPK PT Summarecon Agung Suap Haryadi Suyuti