Kasus Kepala Bayi Putus di Tembilahan Berakhir Damai, Kok Bisa?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 September 2022 02:53 WIB
Jakarta, MI - Kasus kepala bayi putus saat dilahirkan di Tembilahan, Indragiri Hilir berakhir damai. Pihak keluarga pasangan Khaidir dan Nova Hidayati berdamai dengan bidan Puskesmas Gajah Mada. Kedua belah pihak akhirnya sepakat tidak akan memperpanjang permasalahan tersebut di kemudian hari. Bayi pasangan Khaidir dan Nova Hidayati berjenis kelamin perempuan sebelumnya tewas secara mengenaskan saat proses persalinan. Bagian kepala bayi putus dari badannya diduga tindakan malpraktik oleh tenaga kesehatan. Kuasa hukum Khaidir, Hendri Irawan mengakui, kedua belah telah berdamai. Perdamaian tersebut terjadi pada Kamis (1/9/2022) sekitar pukul 17.00 WIB. “Pihak keluarga bayi sudah berdamai dengan pihak Puskesmas. Pihak keluarga sepakat tidak mengungkit persoalan tersebut,” kata Hendri Irawan, Kamis (1/9/2022) malam. Pria akrab disapa Iwan menyampaikan, tindakan yang dilakukan bidan semata-mata untuk menyelamatkan jiwa sang ibu. Karena, saat berada di Puskesmas bayi sudah dalam keadaan meninggal dunia. “Bayinya dalam kondisi meninggal dunia ketika berada di Puskesmas. Tindakan bidan murni untuk menolong jiwa ibu bayi,” sebutnya. Iwan pun menyebutkan, ada beberapa poin dari perdamaian tersebut. Di antaranya dokter dan bidan Puskesmas memberikan perawatan dan pemulihan terhadap Nova Hidayati selama masa nifas. “Jadi dokter dan bidannya datang ke rumah klien kami, untuk memberikan perawatan. Pihak Puskesmas juga memberikan kompensasi berupa uang duka. Tapi untuk nominal tidak bisa saya sampaikan,” paparnya. Lebih lanjut, Iwan meminta kepada semua pihak untuk tidak mengunggah foto maupun video bayi hingga saat prosesi pemakaman. Serta tidak mengunggah foto tenaga medis yang menangani proses persalinan tersebut. Sebelumnya, Nova Hidayati mengalami pecah ketuban pada Jumat (26/8/2022) sekitar pukul 23.00 WIB. Nova Hidayati kemudian dilarikan ke Puskesmas Gajah Mada untuk proses persalinan. Setiba di Puskesmas, bagian bokong bayi sudah dalam posisi keluar. Namun, bidan tidak merujuk pasien ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan medis berupa operasi caesar. Melainkan, memaksakan untuk mengeluarkan bayi dalam posisi sungsang. Tindakan bidan membuat bayi meninggal dunia dengan kepala terputus dari badannya. Saat itu, kepala bayi masih tertinggal di dalam rahim sang ibu. Baru lah bidan merujuk pasien ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puri Husada. Dokter spesialis kandungan di RSUD kemudian melakukan USG atau ultrasonografi sebelum mengambil tindakan operasi caesar. Namun, kepala bayi telah keluar sebelum dilakukan operasi. Pihak keluarga menduga tenaga medis Puskesmas melalukan malpraktek terhadap istri kliennya. Karena kata dia, bidan sudah mengetahui bayi lahir dalam kondisi tidak normal, tapi tetap memaksakannya. Karena, yang berhak mengambil tindakan bukan bidan, melainkan dokter spesialis kandungan. Hal ini, ada pelanggaran SOP. Atas kejadian tersebut, Iwan menjelaskan, bidan dapat dijerat dengan Pasal 55 ayat 1 Undang-undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Pasal itu menerangkan, setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. “Jika bayi itu karena tindakan bidan bisa dijerat dengan Pasal 359 KUHP. Pasal tersebut berbunyi Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun,” kata Iwan. Kepala Dinas Kesehatan Indragiri Hilir, Rahmi Indrasuri saat dihubungi sempat menerima panggilan telpon. Akan tetapi, ketika disampaikan perihal dugaan malpraktek bidan Puskesmas Gajah Mada, ia langsung menutup panggilan telpon tersebut. #Kepala Bayi Putus
Berita Terkait