Deolipa Yumara Gugat Komnas HAM dan Komnas Perempuan ke PTUN

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 September 2022 20:03 WIB
Jakarta, MI - Mantan pengacara Bharada Eliezer, Deolipa Yumara menolak pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan mengenai rekomendasinya terhadap kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J). Dalam salah satu rekomendasinya Komnas HAM dan Komnas Perempuan menyebut istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir J. Menurut Deolipa Yumara, rekomendasi tersebut sebagai tindakan melawan hukum. Untuk itu, ia menggugat Komnas HAM dan Komnas Perempuan. "Gugatan perbuatan melawan hukum, karena Komnas HAM dan Komnas Perempuan juga membuat pernyataan yang rasa-rasanya bertentangan dengan hukum," kata Deolipa kepada wartawan, Sabtu (10/9). Namun demikian, setelah pihaknya berkonsultasi dengan PTUN, kata dia, hal tersebut dapat digugat secara melawan hukum. Tetapi di ajukan ke PTUN berupa gugatan terhadap Komnas HAM dan Komnas Perempuan mengenai rekomendasinya terhadap kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) itu. "Namun demikian, ada suatu syarat dimana kita dari Pengacara Merah Putih harus mengajukan pernyataan dulu kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan supaya mereka menarik ulang mereka punya statement. Dari PTUN, Komnas HAM dan Komnas Perempuan mereka harus menarik pernyataan mereka," jelasnya. Deolipa mengaku, pihaknya sudah mengirimkan surat ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan dan telah diterima. Dalam surat itu, pihaknya menyampaikan kebaratan atas tindakan faktual berupa pernyataan media dan laporan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM, sehubungan dengan penyidikan kasus meninggalnya Almarhum Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat. "Keberatan yang kami ajukan adalah kewenangan Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 89 ayat Bahwa (3) UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah jelas diatur dalam ketentuan pasal 20 UU No.26/2000 tentang Peradilan HAM. Bahwa kemudian dalam penyidikan meninggalnya Almarhum Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat, Komnas HAM telah bertindak melampaui kewenangan sebagai mana dimaksud," jelas Deolipa membacakan isi surat itu. Kemudian, Deolipa juga menemukan fakta adanya pernyataan-pernyatan Komnas HAM dimedia dan laporan hasil penyelidikan yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang dinyatakan melalui media pemberitaan media detik.com, Kamis (1/9). "Kutipan lengkapnya sebagai berikut : "Komnas HAM menduga kuat peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua (Brigadir J) didahului oleh peristiwa kekerasan seksual. Kekerasan seksual itu diduga dilakukan oleh Yosua terhadap istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, di Magelang, Jawa Tengah. "Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC (Putri Candrawathi) di Magelang, tanggal 7 Juli 2022," kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, dalam jumpa pers di kantor Komnas Kamis (1/9) Menteng, Jakarta Pusat," lanjutnya. Kemudian, soal pernyataan dan laporan hasil penyelidikan, menurut Deolipa Yumara, masuk dalam dalam kategori Tindakan Faktual (vide Pasal 1 butir 8 Jo. Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan) yang melawan hukum. Sebab, kata dia, pernyataan tersebut tidak didasarkan pada bukti yang cukup namun hanya berupa keterangan sepihak yang berikan oleh saksi yang telah dikenakan status sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian. "Bahwa merujuk pada kewenangan yang dimiliki maka seharusnya Komnas HAM mengeluarkan suatu rekomendasi tentang ada tidaknya temuan adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus yang sedang dilakukan penyidikan, dan bukan menyatakan hal lain seperti motif dan fakta lain yang masih parsial dan asumtif diluar kewenangannya," beber Deolipa Yumara. Oleh karenanya, lanjut Deolipa, merujuk pada ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Vide Pasal 48 jo Pasal 51 ayat (3), pihaknya mengajukan keberatan atas pernyataan tersebut. "Dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan dengan ketentuan Pasal 2 Perma 2 Tahun 2019 mengenai Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan Dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum, Oleh Penguasa Oleh Badan dan / Pejabat Pemerintahan," jelas Deolipa Yumara. Untuk itu, melalui surat tersebut, Deolipa meminta kepada Ketua Komisi Hak Asasi Manusia, agar menarik dan mengklarifikas pernyataan dan laporan hasil penyelidikan tersebut. Sebab, bagi Deolipa, tindakan tersebut adalah tindakan yang melampaui kewenangan Komisi Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 89 ayat (3) UU No.39/1999. "Serta bertentangan dengan prinsip asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebes dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," tutup Deolipa Yumara. [Aan] #Deolipa Yumara