UI Buka Suara Tewasnya Hasya hingga Polisi dan Keluarga Beda Versi 

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Januari 2023 01:13 WIB
Jakarta, MI - Pihak Universitas Indonesia (UI) memberikan tanggapan soal mahasiswa UI M Hasya Attalah Syaputra (18), yang ditetapkan sebagai tersangka di kasus kecelakaan yang menewaskan dirinya. Kepala Humas dan KIP UI Amelita Lusia mengatakan pihaknya menghargai penyidik dan upaya hukum yang akan dilakukan keluarga. "Kami menghargai kewenangan penyelidikan pihak kepolisian dan upaya hukum yang mungkin bakal ditempuh oleh keluarga almarhum," kata Amelita, dikutip pada Minggu (29/1). Menurutnya, keputusan tersebut telah ada aturannya. Amelita juga menyampaikan dukacita mendalam atas meninggalnya Hasya. "Kami menyampaikan dukacita mendalam atas peristiwa tersebut, sehingga mengakibatkan meninggalnya Hasya, yang merupakan mahasiswa FISIP UI," kata dia. Berkaitan dengan peristiwa tersebut, tambah dia, tentu telah ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Diketahui, penyidik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menetapkan Hasya sebagai tersangka atas kasus kecelakaan yang menewaskan dirinya. Polisi berkesimpulan kecelakaan tersebut diakibatkan karena kelalaian mahasiswa UI Hasya. Sementara itu, purnawirawan polisi dianggap bukan penyebab kecelakaan tersebut. Atas dasar kesimpulan tersebut, polisi menghentikan penyidikan kasus kecelakaan tersebut. Sebab, tersangka, dalam hal ini M Hasya, tewas dalam kecelakaan itu. Kronologi Kecelakaan Versi Polisi Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengatakan saat itu korban Hasya tengah melaju dari arah selatan menuju utara dengan kecepatan 60 km/jam. Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan temannya korban, ada sebuah kendaraan yang tiba-tiba berbelok. Saat itu korban Hasya menghindari hal tersebut dengan menghentikan kendaraannya secara mendadak. Akibatnya, korban tergelincir dan memasuki ruas jalan lainnya. "Jadi temannya dia sendiri menerangkan, pada saat itu tiba-tiba ada kendaraan di depannya (korban) mau belok ke kanan, sehingga si korban melakukan pengereman mendadak," kata Latif dalam jumpa pers, Jumat (27/1). Dari arah berlawanan, datang mobil Pajero dikemudikan ESBW yang disebut melaju dengan kecepatan 30 km/jam. ESBW tak bisa menghindari kecelakaan hingga mengakibatkan Hasya tertabrak. "Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan," tutur Latif. Dari sketsa yang ditayangkan polisi dalam jumpa pers, TKP kecelakaan disebutkan di Jalan Srengseng Sawah, tepatnya di depan kios counter dan servis handphone. Versi Keluarga Keluarga Hasya juga menjelaskan kronologi kecelakaan versi mereka. Kecelakaan terjadi pada Kamis (6/10/2022) malam di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Hasya saat itu diketahui baru pulang dari kampus UI Depok hendak menuju rumah temannya. "Alm Hasya pada malam kejadian hendak pergi ke kost salah satu temannya. Dalam perjalanan, tiba-tiba sebuah motor di depannya melaju lambat," ujar tim kuasa hukum keluarga korban, Gita Paulina, Jumat (27/1). Secara refleks, Hasya menghindar, kemudian mengerem mendadak. Motor Hasya kemudian terjatuh ke sisi kanan. "Tidak lama setelah terjatuh, dari arah berlawanan, sebuah mobil SUV yang dikemudikan oleh seorang pensiunan aparat penegak hukum (terduga pelaku) pun melintas, dan melindas Hasya," imbuh dia. Gita menambahkan, setelah kecelakaan tersebut, Hasya kemudian dibawa ke rumah sakit. Gita mengatakan ESBW sempat diminta membantu membawa Hasya, namun menolak. "Tidak lama setelah kejadian, salah satu orang yang berada di TKP mendatangi terduga pelaku pelindasan dan meminta agar terduga pelaku membantunya untuk membawa Hasya ke rumah sakit, namun terduga pelaku menolaknya, sehingga Hasya tidak bisa cepat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan," paparnya. Setiba di rumah sakit, Hasya dinyatakan meninggal dunia. Keluarga kemudian melakukan visum, namun pihak rumah sakit tak memberi bukti pembayaran. "Tidak lama setelah Hasya tiba di RS, Hasya dinyatakan meninggal dunia. Orang tua Hasya kemudian membawa Hasya ke RS lain untuk dilakukan visum dan membayar sebesar hampir Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah)," papar Gita. Namun demikian, pihak rumah sakit tidak mau memberi kuitansi atas pembayaran biaya visum tersebut. "Hingga hari ini, hasil visum juga tidak diberikan ke keluarga, meski visum dilaksanakan atas permintaan keluarga," pungkasnya. #UI Buka Suara