Rekam Jejak Burhanuddin Abdullah, Mantan Koruptor yang Diangkat Erick Thohir sebagai Komisaris Utama PT PLN

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Juli 2024 08:58 WIB
Burhanuddin Abdullah (kiri) dan Erick Thohir (kanan) (Foto: Kolase MI)
Burhanuddin Abdullah (kiri) dan Erick Thohir (kanan) (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru saja mengangkat Burhanuddin Abdullah sebagai Komisaris Utama (Komut) PT PLN (Persero). Burhanuddin menggantikan posisi Agus Martowardojo di perusahaan pelat merah tersebut.

Selain Burhanuddin, Menteri BUMN Erick Thohir juga mengangkat politikus Partai Demokrat Andi Arief sebagai Komisaris Independen PLN.

Informasi tersebut diketahui melalui undangan yang beredat tentang pengangkatan Burhanuddin Abdullah dan Andi Arief sebagai Komisaris Utama-Komisaris PLN digelar pukul 10.00 WIB, Selasa (23/7/2024) di kantor pusat PT PLN (Persero), Blok M, Jakarta Selatan.

Selain itu, ada juga undangan soal penyerahan salinan Surat Keputusan Menteri BUMN terkait perubahan susunan pengurus perseroan yang telah ditandatangani oleh Asisten Deputi Bidang Industri Energi, Minyak, dan Gas Kementerian BUMN Abdi Mustakim.

Lantas, bagaimmana rekam kedua orang tersebut?

Burhanuddin merupakan seorang ekonom ternama di Tanah Air. Pria kelahiran 10 Juli 1947 itu pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2003 hingga 2008.

Sebelum berkarir di BI, Burhanuddin juga pernah menjabat sebagai Menteri Koodinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri di bawah Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Dia memperoleh gelar sarjana pertamanya dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1974. Kemudian, dia melanjutkan studi Master of Arts (M.A.) di bidang Ekonomi dari Universitas Negeri Michigan, Amerika Serikat pada 1984, dan Doktor Honoris Causa di bidang Ekonomi dari Universitas Diponegoro di 2006.

Namun, dia juga tercatat pernah tersandung dan divonis 5 tahun kurungan penjara pada 2008, bersama dengan Deputinya, yakni Aulia Pohan.

Pada saat itu, keduanya dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi terkait kasus penarikan dana Rp100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).

Dia kemudian bebas tak sampai 5 tahun, lalu menjadi Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) yang berlokasi di Jatinangor, Sumedang (Kini Universitas Koperasi Indonesia) pada September 2011.

Kemudian, dia mulai berkarir politik dan menjabat sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra yang turut berpartisipasi memenangkan Prabowo-Hatta Rajasa pada 2014 lalu. Pada pemilu 2024 ini, dia menjadi Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran

Sementara itu, Andi Arief merupakan politikus Partai Demokrat. Dia kelahiran Bandar Lampung, 20 November 1970, itu mengawali karier politik sebagai aktivis prodemokrasi pada era 1990-an.

Pada saat itu, dia bergabung dengan kelompok Partai Rakyat Demokratik (PRD), yang juga menjadi salah satu penggagas demonstrasi mahasiswa penentang Presiden Soeharto di era Orde Baru.

Kemudian pada 2004, dia kemudian bergabung dengan Partai Demokrat yang didirikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menjadi Sekjend partai, dan turut andil memenangkan SBY menjadi Presiden.

Pada 2009, dia pun diangkat menjadi Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam di periode kedua SBY.

Namun, pada 2019, dia juga tercatat pernah tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Pada saat itu, dia ditangkap di sebuah hotel di kawasan Slipi, Jakarta Barat karena diduga menggunakan narkotika jenis sabu oleh Bareskrim Polri.

Namun, Polisi tak menahan Andi lantaran menilai bahwa dirinya merupakan sebagai korban dan hanya dilakukan rehabilitasi.

Pada pemilu 2024, Andi juga menjadi Ketua Bappilu Demokrat, yang juga menjadi koalisi partai pemenang pengusung Prabowo-Gibran.