Revisi UU Keimigrasian Beri Peluang Pihak Berperkara Kabur ke Luar Negeri!

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 18 Mei 2024 09:33 WIB
Petugas dari Imigrasi Soetta saat memeriksa sejumlah penumpang di Terminal Bandara Soekarno-Hatta di Tengerang, Banten, Senin (1/1/2024)
Petugas dari Imigrasi Soetta saat memeriksa sejumlah penumpang di Terminal Bandara Soekarno-Hatta di Tengerang, Banten, Senin (1/1/2024)

Jakarta, MI - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah melakukan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Salah satu Pasal yang dibahas ihwal aturan hak seseorang bepergian ke luar negeri meski dalam proses penyelidikan.

Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi, mengatakan landasan dari dilakukannya revisi terhadap UU Keimigrasian dilakukan dengan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU/IX/2011 dan putusan Nomor 64/PUU/IX/2011.

Menurut dia, revisi perlu dilakukan guna menguatkan dan memperjelas aturan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat ini. Pun dengan Pasal 16 ayat (1) huruf b, kata dia, Baleg DPR menilai bahwa dalam penyelidikan belum ditemukan bukti-bukti, sehingga belum memiliki kekuatan hukum tetap untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, mengatakan usulan tersebut kontradiktif dan pelik. Pasalnya kata dia, dengan memberikan keleluasaan kepada pihak yang berperkara meski dalam tahap penyelidikan, hal ini tak sesuai dengan prinsip hukum yang baik. 

"Ini sama saja memberikan pihak yang berperkara batu pijakan untuk melarikan diri," kata Isnur kepada wartawan, Jum'at (17/5/2024).

Isnur menduga terdapat tujuan terselubung dalam usulan Pasal ini. Sebab, dalam beberapa kasus, pihak yang kerap kali pergi ke luar negeri saat menjalani proses hukum, ialah mereka pejabat yang berperkara. 

"Mestinya untuk menguatkan, pencekalan yang diusulkan, bukan larangan kepada pihak imigrasi untuk menahan," ujar dia.

Sementara itu, pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, menilai tak sepenuhnya usulan DPR pada Pasal 16 ayat (1) huruf b ini keliru. Dia mengatakan, larangan bagi pihak yang berperkara dalam tahap penyelidikan untuk bepergian memang menjadi dua mata pisau. 

"Di satu sisi ini bagus karena pihak tersebut diminta kooperatif. Namun di sisi lain sebaliknya," kata Fickar.

Sisi sebaliknya adalah mengabaikan asas praduga tak bersalah. Sebab, pihak yang berperkara di tahap penyelidikan tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai pelaku atau terlibat dalam suatu peristiwa pidana. 

"Jika sudah tersangka baru bisa dicekal, ini kan belum ada statusnya," tandas dia.

Topik:

Revisi UU Kemigrasian Imigrasi DPR RI