Bos BPJS Kesehatan Ultimatum 3 RS Kembalikan Uang Klaim Fiktif Rp 35 Miliar, KPK Siap Menyeret Orang-orang Ini!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti saat ditemui usai menghadiri kegiatan Penyerahan Penghargaan UHC Awards 2024 di Jakarta, Kamis (8/8/2024)
Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti saat ditemui usai menghadiri kegiatan Penyerahan Penghargaan UHC Awards 2024 di Jakarta, Kamis (8/8/2024)

Jakarta, MI - Direktur Utama (Dirut) Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengultimatum tiga rumah sakit di wilayah Sumatera Utara dan Jawa Tengah agar mengembalikan Rp35 miliar diduga sebagai klaim fiktif yang kini dipelototi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

“BPJS Kesehatan itu ingin membantu membangun sistem, mencegah, mendeteksi, kemudian ngasih solusi. Nah, antara lain solusinya itu duitnya yang sudah ada harus dikembalikan,” tegas Ghufron, Kamis (8/8/2024). 

Menurutnya, Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) telah membuat kesepakatan kapan uang sebesar Rp35 miliar itu harus dikembalikan. Namun Ghufron tidak menjelaskan kapan tenggat waktu uang tersebut harus dikembalikan karena ia tidak termasuk dalam tim tersebut. 

Sebelumnya, KPK mengeluarkan ultimatum kepada seluruh rumah sakit yang pernah mengajukan klaim fiktif ke BPJS Kesehatan. KPK memberi waktu hingga enam bulan ke depan untuk menuntaskan tagihan palsu tersebut.

"Kalau ada melakukan phantom billing dan medical diagnose tidak tepat, itu ngaku saja. Silahkan koreksi klaimnya. Sesudah 6 bulan, nanti tim bersama melakukan audit secara masif atas [semua] klaim BPJS Kesehatan,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, Rabu (24/7/2024).

Pahala Nainggolan
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan (Foto: Dok MI/Aswan)

 

Pahala menilai, pemilik dan pengelola rumah sakit lebih baik berinisiatif untuk menyelesaikan klaim fiktif ini secara langsung, tanpa menunggu audit KPK. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan nomor 19 tahun 2016; rumah sakit yang menimbulkan fraud pada BPJS Kesehatan bisa mengembalikan dana dari klaim fiktif ditambah denda; tanpa ancaman pidana.

Permenkes tersebut tak akan berlaku jika fraud ditemukan dalam audit KPK dan tim bersama. Artinya sempat ada upaya penutupan atau tidak mau mengakui secara terbuka.

KPK siap menyeret
Menurut Pahala, rumah sakit yang terbukti melakukan phantom billing dan medical diagnose tak tepat pada BPJS Kesehatan dalam audit tetap akan dipaksa untuk mengembalikan dana yang diklaim tersebut. Selain itu, KPK akan menyeret para pelaku yang terlibat ke ranah pidana atau hukum.

Selain itu, Kementerian Kesehatan juga akan mencabut kerja sama rumah sakit tersebut dengan BPJS Kesehatan. Para dokter yang terlibat pun terancam untuk menerima sanksi penangguhan hingga pencabutan izin praktik. "Jadi sekali lagi kita mengimbau jadi sukarela saja mengoreksi klaimnya," kata Pahala.

BPJS Kesehatan Kena Tipu 3 Rumah Sakit, Negara Tekor Rp 34 Miliar
BPJS Kesehatan (Foto: Dok MI/Aswan)

KPK siap menyeret pemilik rumah sakit dan dokter ke ranah pidana. Dalam kasus ini, KPK mendeteksi dua modus fraud yang dilakukan. Pertama, Medical Diagnose tak tepat yaitu rumah sakit mengklaim tagihan layanan yang tak pernah dilakukan kepada BPJS Kesehatan. 

Misalnya, seorang pasien sebenarnya hanya melakukan fisioterapi dua kali, namun diklaim ke BPJS untuk tindakan fisioterapi hingga 10 kali. Atau, seorang pasien katarak hanya melakukan operasi pada satu mata, namun diklaim untuk tindakan dua mata.

Kedua, phantom billing yaitu rumah sakit mengajukan klaim fiktif yang memang tak pernah ada pasien dan tindakan medis yang dilakukan. Rumah sakit membuat dokumen medis fiktif seolah pernah ada sejumlah pasien yang melakukan tindakan medis tertentu; kemudian biayanya diajukan ke BPJS Kesehatan. (wan)