KPK Panggil Eks Direktur Sanitarindo Tangsel Jaya Setya Shri, Bongkar Korupsi Tol Sumatra

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Oktober 2025 2 jam yang lalu
KPK RI (Foto: Dok MI)
KPK RI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktut PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) Setya Shri Laksana untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS), Rabu (8/10/2025).

"Hari ini Rabu (8/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Tahun Anggaran 2018–2020," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

KPK juga memanggil Putut Ariwibowo, Direktur HC dan Pengembangan PT Hutama Karya periode 2014–2020; Anis Anjayani, Direktur Keuangan PT Hutama Karya periode 2014–2019; dan Sri Artati, seorang notaris/PPAT. "Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," tandas Budi.

Sebelumnya, KPK juga memeriksa dua mantan petinggi PT Sanitarindo Tangsel Jaya terkait percakapan melalui aplikasi WhatsApp hingga aktivitas proyek pengadaan lahan di sekitar JTTS yang diduga sarat praktik korupsi.

Adalah Rangga Lanang Pamekar (RLP), eks Direktur PT STJ, dan Slamet Budi Hartadji (SBH), Direktur Utama PT STJ periode 2018–2019.

Rangga diperiksa terkait aktivitas perusahaan dalam proyek pengadaan lahan tersebut. "Saksi Sdr. RLP, didalami mengenai kegiatan dan aktivitas PT STJ yang terkait dengan pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) TA 2018–2020," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).

Sementara itu, Slamet Budi dimintai keterangan mengenai isi percakapan yang tersimpan dalam aplikasi WhatsApp terkait proyek tersebut.

Keduanya menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025). "Saksi Sdr. SBH didalami terkait dengan isi percakapan yang tersimpan dalam aplikasi WA yang berkaitan dengan pengadaan lahan JTTS," jelas Budi.

Catatan Monitorindonesia.com bahwa Slamet Budi pernah diperiksa dengan materi pertanyaan serupa terkait komunikasi lewat WhatsApp. Percakapan itu diduga berisi indikasi kongkalikong para tersangka yang sejak jauh hari telah mengondisikan proyek pengadaan lahan di sekitar JTTS Tahun Anggaran 2018–2020.

"Penyidik mendalami percakapan-percakapan melalui WhatsApp yang diduga mengindikasikan adanya persekongkolan para tersangka, sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum pengadaan lahan dilakukan," kata Budi, Sabtu (13/9/2025).

Dalam kasus ini, KPK telah menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan JTTS 2018–2020, yakni mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (HK) Bintang Perbowo (BP) dan mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT HK Muhammad Rizal Sutjipto (RS).

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada kedua tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 6 sampai dengan 25 Agustus 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih," kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Rabu (6/8/2025).

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian hingga Rp205,14 miliar berdasarkan hasil penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP RI.

"Dengan rincian: Rp133,73 miliar dari pembayaran PT HK/HKR ke PT STJ (tidak termasuk PPN) atas lahan di Bakauheni dan Rp71,41 miliar dibayarkan oleh PT HK/HKR ke PT STJ (tidak termasuk PPN) di Kalianda," jelas Asep.

Kasus ini bermula pada April 2018. Lima hari setelah diangkat sebagai Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo menggelar rapat direksi yang salah satu keputusannya adalah pembelian lahan di sekitar JTTS.

Dalam skema tersebut, BP memperkenalkan temannya, pemilik PT STJ, Iskandar Zulkarnaen (IZ), kepada jajaran direksi Hutama Karya untuk menawarkan lahan miliknya di Bakauheni, Lampung. BP juga meminta IZ memperluas kepemilikan lahan dengan membeli tanah milik masyarakat sekitar agar bisa dijual langsung ke PT Hutama Karya melalui PT STJ.

BP kemudian memerintahkan Muhammad Rizal Sutjipto, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya sekaligus Ketua Tim Pengadaan Lahan, untuk segera membeli tanah milik IZ dengan dalih mengandung batu andesit yang bisa dijual.

Pembayaran tahap pertama dilakukan pada September 2018 senilai sekitar Rp24,6 miliar untuk lahan di Bakauheni. Namun, KPK menemukan sejumlah penyimpangan, di antaranya:

• Pengadaan lahan tidak tercantum dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) 2018;

• Risalah rapat direksi dibuat secara backdate karena rapat tersebut tidak pernah digelar;

• Tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan lahan;

• Tidak dilakukan penilaian nilai wajar tanah oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP);

• Tidak ada rencana bisnis atas tanah yang dibeli.

Hingga 2020, PT Hutama Karya telah membayar total Rp205,14 miliar kepada PT STJ untuk 32 bidang lahan dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT STJ di Bakauheni dan 88 bidang SHGB atas nama warga di Kalianda.

Namun hingga kini, lahan tersebut belum dapat dialihkan atau dikuasai oleh PT Hutama Karya, sehingga negara tidak memperoleh manfaat apa pun.

Di lain sisi, KPK juga menyita sejumlah aset tidak bergerak, antara lain 122 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda yang menjadi objek perkara, 13 bidang tanah milik Iskandar Zulkarnaen dan PT STJ, serta satu unit apartemen di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.

Adapun para tersangka di kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Catatan: Redaksi Monitorindonesia.com mencantumkan nama saksi menjunjung asas equality before the law. Bahwa prinsip fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, jabatan, atau kekuasaan. Maka pihak bersangkutan jika keberatan, redaksi Monitorindonesia.com terbuka melayani hak jawab dan/atau bantahan.

Topik:

KPK