Pintu Masuk KPK Jerat Haji Robert dan Anggota DPRD Halsel Eliya Gabrina di Kasus Abdul Gani Kasuba


Jakarta, MI - Kasus dugaan rasuah yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba (AGK) soal pengurusan izin perusahaan tambang di Malut perlu menjerat semua pihak yang diduga terlibat. Baik sebagai pemberi, penerima uang dugaan suap maupun turut membantu.
Salah satunya adalah Presiden Direktur PT Nusa Halmahera Minerals (NHM), Romo Nitiyudo alias Haji Robert.
Pasalnya, berdasarkan fakta persidangan terungkap pemberian uang dari Presdir PT NHM melalui transfer ke rekening milik Ajudan Gubernur AGK. Fakta persidangan ini muncul pada saat sidang, di Pengadilan Tipikor pada PN Ternate, Kamis, 1 Agustus 2024 lalu.
Bukti transaksi yang disajikan untuk menguatkan pengakuan Saksi Ramadhan Ibrahim terhadap Terdakwa AGK. Dari data yang disajikan, terdapat transaksi senilai Rp 1 miliar dari rekening atas nama Romo Nitiyudo ke rekening bank atas nama Ramadhan Ibrahim yang tak lain adalah Ajudan Gubernur AGK.
Bukti yang disajikan Jaksa KPK ini dengan maksud meminta Ramadhan Ibrahim menjelaskan perihal uang dari Haji Robert yang diterima melalui rekening miliknya.
Selanjutnya pada hari yang sama dengan agenda sidang pemeriksaan Terdakwa AGK sebagai saksi tunggal, Jaksa KPK kembali menanyakan perihal uang tersebut. Hal ini pun diakui AGK, pernah bertemu dengan Haji Robert sebanyak 8 kali di Jakarta. Ia juga mengaku diberikan uang tunai sebesar Rp 200 juta dan Rp 300 juta.
Terkait fakta persidangan itu, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria menegaskan bahwa pemberi dan penerima suap sama-sama dapat dikenai sanksi pidana.
"Karena dalam pasal suap, ancaman pidana dikenakan terhadap orang yang memberi dan orang yang menerima pemberian. Selain itu, secara logika, tidak mungkin dikatakan suatu perbuatan merupakan penyuapan apabila tidak ada pemberi dan penerima suap," tegas Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Rabu (2/10/2024).
Kendati, pengacara Haji Robert, Hendra Karianga menyatakan bahwa memang Haji Robert memberikan uang ke eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba sebesar Rp 4 miliar diperuntukkan untuk penangan Covid-19, bukan pembangunan Pesantren di Halmahera Selatan.
“Pak Haji memang kasih uang tapi itu bukan suap, tapi l sumbangan ke Pemprov Maluku Utara untuk penanganan Covid-19. Jadi sumbangan itu bukan hanya Rp 4 miliar tapi sebesar Rp 322 miliar,” kata Hendra, Senin (13/5/2024).
Sehingga, Hendra meluruskan, bahwa itu itu tidak masuk dalam pengertian memberi secara pribadi tapi murni sumbangan. “Nah jadi dari pandangan hukum kami itu bukan soal suap dan juga gratifikasi namun itu sumbangan,” katanya.
Apalagi sambung dia, Perusahaan Tambang Nusa Halmahera Mineral (NHM) merupakan perusahan yang peduli tentang kesejahteraan warga Maluku Utara lewat program CSR.
CSR itu dalam ketentuan UUD pemberian hanya 1 persen namun NHM ini memberikan lebih dari 5 persen. “Nah dari Rp 322 miliar itu di luar CSR dan diberikan semata-mata untuk bantuan kemanusiaan. Tetapi sekarang dibilang ada suap saya tegaskan itu tidak benar dan tidak ada,” pungkasnya.
Lantas bagaimana pengakuan Haji Robert sendiri?
Haji Robert diduga memberikan sejumlah uang kepada Abdul Gani Kasuba. Nominalnya di luar dari Rp2,5 miliar yang katanya dipinjamkan ke putra Abdul Gani Kasuba (AGK), M. Thariq Kasuba.
Hal itu sebagaimana termaktub di dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam berkas terdakwa AGK, mantan Gubernur Maluku Utara (Malut) itu.
Dalam dakwaan itu, bos perusahaan emas yang beroperasi di Gosowong, Halmahera Utara itu diduga memberikan fulus Rp2,2 miliar kepada seorang ustaz. Adapun transaksi dilakukan di kantor Haji Robert di kawasan Pondok Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara (Jakut).
“Bertempat di kantor Romo Notiyudo Wacho yang berada di kawasan Pondok Indah Kapuk Jakarta Utara, terdakwa telah menerima uang tunai Romo Notiyudo Wacho sebanyak delapan kali penerimaan sejumlah Rp2.200.000.000,00,” tulis KPK dalam dakwaan AGK dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (1/8/2024).
Selain itu, KPK juga menulis Haji Robert memberikan sejumlah uang pada 15 April 2021 sampai 23 Maret 2023. Terdakwa AGK disebut diduga menerima sebesar Rp3,345 miliar dari Haji Robert melalui PT NHM atas nama Nur Aida.
Uang diberikan secara ditransfer ke rekening Mandiri milik Zaldi H. Kasuba, rekening BNI Ramadhan Ibrahim dan rekening BCA atas nama Idris Husen.
Sementara Haji Robert dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipokor, pada PN Ternate, Rabu (3/7/2024) lalu mengaku beberapa kali didatangi anak AGK, M Thoriq Kasuba. “Saya beberapa kali didatangi M Thoriq Kasuba dengan alasan mau minta duit bangun kos-kosan di Weda,” katanya.
Karena duit yang diminta cukup besar nilainya, yakni Rp 2,5 miliar, Haji Robert pun memberikannya sebagai bentuk pinjaman dengan masa pengembalian selama 5 tahun. “Supaya ada pelajaran buat dia (Thariq). Saya tidak mau dia jadi Ustadz Amplop,” jelasnya
Haji Robert yang didampingi dua orang anaknya juga mengaku pernah beberapa kali dimintai uang oleh AGK dengan alasan keperluan pengobatan.
Selain biaya pengobatan, AGK juga dibantu Haji Robert dengan mengarahkan dokter pribadinya untuk memeriksa dan rutin mengontrol kesehatan jantung AGK.
“Saya bantu AGK karena saya anggap pak AGK ini seorang Kiai, dan saya kagum kepadanya. Bahkan saya banyak belajar ilmu agama darinya karena saya ini seorang Mualaf," jelasnya.
Namun, dia menegaskan, uang yang diberikan kepada AGK tidak ada sangkut pautnya dengan perizinan PT NHM. Kata dia, NHM dalam segala urusan perizinan dan segala macam langsung di Kementerian pusat tidak ada urusan di daerah.
Selain penerima dan pemberi suap, pihak yang diduga turut serta membantu juga patut diseret KPK. Bahwa setiap orang yang membantu pelaku tindak pidana korupsi dikenakan ancaman pidana yang sama dengan yang dikenakan kepada pelaku korupsi. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 15 UU Tipikor jo. Putusan MK 21/PUU-XIV/2016.
"Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat 9 untuk melakukan tindak pidana korupsi 10, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14".
Hal demikian disoroti Kurnia perihal anggota DPRD Halmahera Selatan terpilih Eliya Gabrina Bachmid yang dihadirkan JPU KPK dalam persidangan kasus ini. Bahwa dalam kesaksian, ia tampak jelas juga menikmati hasil suap dari terdakwa AGK.
Selain itu, keterangannya di persidangan terkesan berbelit-belit membuat JPU KPK geram. "Tak ada alasan lagi KPK tak menjeratnya, fakta persidangan sudah jelas begitu kok," tegasnya.
Adapun Eliya mengantar dan menemani wanita yang jumlahnya sudah puluhan orang untuk bertemu dengan AGK di hotel. Dia mengaku meninggalkan setiap perempuan dengan mantan orang nomor satu di Maluku Utara itu di dalam kamar.
Menurut dia, dalam kamar itu mantan Gubernur Malut AGK dengan perempuan itu berdua selama 1-2 jam. Eliya pun mengaku menunggu di luar. Kemudian setelah 'pertemuan' AGK dan perempuan itu selesai, saksi mengaku mengantar pulang wanita tersebut.
Selain itu, Eliya mengakui AGK sering meminta saksi memberikan uang kepada wanita tersebut menggunakan dana pribadinya. Namun, AGK akan menggantinya dengan nilai mulai dari Rp10 juta hingga Rp50 juta untuk perempuan yang menemani eks gubernur itu di hotel.
Eliya mengaku total uang yang dikeluarkan hanya untuk membayar wanita itu nilainya mencapai Rp3 miliar. Adapun hotel yang menjadi tempat pertemuan AGK dengan perempuan yang dibawanya tersebut bukan hanya di Ternate, tetapi juga di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Eliya mengakui telah membuka tiga rekening bank yang dibuka sesuai perintah AGK untuk digunakan sebagai titipan uang buat perempuan pesanan eks gubernur itu.
Setiap hendak mengantar wanita cantik ke AGK, Eliya terlebih dahulu menghubungi ajudan maupun langsung ke AGK dengan memakai kode 'Ayu' atau 'Cinta'. Setelah direspons, Eliya mengaku langsung menuju hotel tempat AGK bersama perempuan tersebut.
Dirinya menegaskan, membawa perempuan cantik ke AGK agar memudahkan adanya pencairan proyek yang telah dikerjakan.
Di hadapan Majelis Hakim, saksi juga sering mendapatkan uang melalui ajudan AGK lainnya bernama Deden. Salah satunya, uang yang diberikan saat di Pondok Indah, Jakarta.
Terdakwa Ramadhan Ibrahim dalam sidang itu bertanya ke saksi di mana saja mereka pernah bertemu saat Eliya mengantar perempuan untuk bertemu AGK. Eliya menjawab, hanya ketemu sekali dengan terdakwa tersebut setelah membawa perempuan ke AGK.
Atas dua fakta persidangan tersebut, menurut pakar hukum pidana Kurnia Zakaria menjadi pintu masuk KPK menjerat Haji Robert dan Anggota DPRD Halsel Eliya Gabrina Bachmid.
Topik:
PT Nusa Halmahera Minerals Anggota DPRD Halsel Eliya Gabrina Bachmid KPK Abdul Gani Kasuba