Soal Kepemilikan Pulau Sain, Piyai dan Kiyas, mendagri Jangan Bertele-Tele Terhadap Fakta Yang Sudah Jelas


Jakarta, MI - Anggota DPR RI Robert J. Kardinal meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak ragu menetapkan Pulau Sain, Piyai dan Kiyas masuk dalam administrasi Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya (PBD).
Menurutnya, penetapan ini penting mengingat fakta dan dokumen sejarah membuktikan bahwa tiga pulau tersebut masuk wilayah Papua.
Sebagaimana diketahui, Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas berada di perbatasan antara Provinsi Maluku Utara (Malut) dan PBD. Tiga pulau ini masuk dalam wilayah Kab. Halmahera Tengah, Malut. Namun Pemerintah Provinsi (Pemprov) PBD menggugat kepemilikan Pulau tersebut ke Kemendagri.
“Saya kira untuk ketiga pulau tersebut tidak perlu dipertentangkan. Fakta-fakta dan dokumen Netherland Nieuw-Guinea, yang tersimpan di Arsip Nasional di Belanda menyatakan pulau tersebut, sebelum proklamasi, berada di wilayah Irian Barat (kini Papua Barat Daya, red). Itu clear,” tegas Robert dalam keterangannya, Rabu (1/10).
Menurut Robert, data dan fakta sejarah tersebut nantinya akan diserahkan oleh Gubernur PBD dan Bupati Raja Ampat ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Dia pun menyampaikan apresiasi kepada Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) yang juga tokoh senior masyarakat Papua, Freddy Numberi yang telah memperoleh fakta dokumen sejarah tersebut dari Arsip Nasional Belanda itu.
Dia berharap, dokumen sejarah ini dapat meluruskan kekeliruan terhadap fakta sejarah atas letak dan posisi geografis dari tiga pulau tersebut.
“Kami minta Kemendagri segera memutuskan bahwa ketiga pulau itu masuk Kab. Raja Ampat, Papua Barat Daya. Tidak perlu lama-lama. Batas wilayahnya jelas. Pada waktu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 945, ketiga pulau tersebut masuk dalam Netherland Niew-Guinea. Datanya lengkap, temasuk petanya,” tegasnya.
Anggota Komisi IV DPR ini tegaskan sikap Kemendagri ini sangat penting agar konflik antara dua provinsi paling timur Indonesia ini bisa segera redam. Apalagi belakangan ini, konflik kepemilikan tiga pulau ini telah memicu konflik di tengah-tengah masyarakat.
“Jadi tidak usah bertele-tele. Kan sama saja. Masuk Papua Barat Daya atau Papua, kan tetap dalam bingkai NKRI. Yang mana 3 pulau itu berdasarkan fakta sejarah masuk Netherland Niew-Guinea, sebelum akhirnya menjadi Irian Barat, kemudian menjadi Irian Jaya, Papua Barat dan kini Provinsi Papua Barat Daya. Ini satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan,” tegasnya.
Dia beharap ketegasan Pemerintah, dalam hal ini Kemendagri, dapat menuntaskan persoalan kepemilikan 3 pulau tersebut.
“Jadi jangan memperdebatkan sesuatu yang sudah jelas. Yang akhirnya hanya menyulitkan orang daerah bolak-balik untuk menjelaskan sesuatu yang sudah jelas faktanya,” pungkasnya.
Sementara Mantan MKP yang juga tokoh senior masyarakat Papua, Freddy Numberi menegaskan, kepemilikan tiga pulau tersebut hendaknya mengacu pada fakta Sejarah. Dia lalu menjelaskan sejarah dari tiga pulau yang disengketakan antara Pemprov PBD dan Malut.
Mantan Menteri Perhubungan ini bilang, Belanda ketika meninggalkan Irian Barat atau Tanah Papua masih dalam status quo. Hal ini berdasarkan Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Pemerintah Indonesia dan pihak Belanda pada 22 November 1949 lalu. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa status Irian Barat akan ditentukan melalui perundingan selanjutnya antara Pemerintah Indonesia dan Belanda dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan.
Adapun Belanda secara De Facto mengaku kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Sementara secara De Jure, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, mewakili Pemerintah Belanda pada 14 Juni 2023, secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
“Setelah merdeka 80 tahun, ternyata gonjang-ganjing masalah pulau-pulau antara Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Kepulauan Raja Ampat terus meruncing,” kata Freddy.
Freddy lalu mengungkap fakta-fakta sejarah kepemilikan tiga pulau tersebut. Pertama, hasil survey ke lapangan pihak Militer Belanda dalam _Verslag Van De Militaire Exploratie van Nederlandsch-Nieuw-Guinee tahun 1907-1915, bahwa Kabupaten Kepuluan Raja Ampat terpisah dari Provinsi Malut.
Laporan ini kemudian diperkuat oleh Justin Modena dan Arnoldus Johanes van Delden, dalam ekspedisi pada tahun 1828. Di dalam laporan dua jurnalis tersebut, terungkap gambar utuh Papua terpisah dari Maluku di dalam peta tersebut.
“Dari fakta-fakta yang ada di Laporan tersebut. Di samping peta yang langsung ada dalam laporan tersebut (9 Peta, 10 Gambar dan 166 foto),” ujarnya.
Selain itu, sambung mantan Gubernur Irian Jaya ini, ada 5 (lima) lampiran peta yang melengkapi laporan tersebut. Dari hasil analisis peta tersebut terungka bahwa ternyata Nieuw-Guinea atau Irian Barat terpisah dari Maluku Utara, termasuk tiga pulau yang disengketakan tersebut, yakni masuk dalam jajaran Kabupaten Kepulauan Raja Ampat hingga sekarang.
“Kalau dilihat di peta yang keluaran Belanda tersebut pada tahun 1915, sebelum RI Merdeka 17 Agustus 1945, Pulau Gebe di Kabupaten Maluku Utara dan Pulau Gag di Kabupaten Kepulauan Raja Ampat berjarak kurang lebih 10 mil laut,” ujarnya.
Atas dasar itu, dia berpandangan terhadap pulau-pulau yang disengketakan tersebut, baik Pulau Sain, Piyai maupun Pulau Kisas, berjarak lebih jauh dari Kabupaten Maluku Utara. Sehingga dapat disimpukan kalau ketiga pulau tersebut masuk dalam jajaran wilayah Kabupaten Kepulauan Raja Ampat dengan bersumber pada _Verslag van de Militaire Exploratie van Nederlandsch-Nieuw-Guinee (1907-1915).
Untuk itu, dia meminta agar penyelesaian kepemilikan konflik tiga pulau yang melibatkan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat (Provinsi PBD) dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah (Provinsi Malut) benar-benar berdasarkan fakta sejarah. Dia ingin sejarah masa lalu Papua, diungkap dengan benar dan bijak (Truth and Wise).
“Dengan menghayati pernyataan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16 bahwa ‘Anda dapat membodohi semua orang beberapa saat, Anda bisa menipu sebagian orang sepanjang waktu, tetapi Anda tidak bisa membodohi semua orang sepanjang waktu’,” pungkasnya.
Topik:
Robert J Kardinal Pulau Sain Fraksi Golkar Freddy Numberi Pulau Piyai Pulau KiyaBerita Terkait

Ahmad Labib Minta APBN Fokus pada Ekonomi Digital dan Energi Terbarukan
24 September 2025 16:09 WIB

Firman Soebagyo Kritik Putusan MK soal Perpanjangan Masa Jabatan DPRD: Dinilai Cederai Demokrasi
30 Juni 2025 10:24 WIB

Hetifah: Kepemimpinan Sekolah Kunci Pendidikan Bermutu, 50.971 Posisi Kepala Sekolah Masih Kosong
23 Juni 2025 20:40 WIB