Kejagung Diduga Incar Perusahaan Sawit saat Geledah KLHK, Best Group hingga Sinar Mas Terlibat?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Oktober 2024 13:43 WIB
Jampidsus Kejagung Geledah Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Kamis (3/10/2024) (Foto: Dok MI/Aswan)
Jampidsus Kejagung Geledah Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Kamis (3/10/2024) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Tim penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penggeledahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Kamis (3/10/2024) lalu. Belum diketahui konstruksi kasus yang diusut penyidik itu.

Namun Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar memastikan bahwa ada kasus baru yang ditangani oleh JAM Pidsus yakni terkait penguasaan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan secara melawan hukum pada tahun 2005-2024. 

Soal kerugian negaranya, kata dia, tengah diperhitungkan. "Mengakibatkan adanya kerugian keuangan atau perekonomian negara," ujar Harli, Selasa (8/10/2024).

Harli juga memastikan bahwa kasus ini berbeda dari kasus Duta Palma, CPO, maupun BPDPKS. Dia menyatakan, kasus ini baru dimulai penyidikannya. Namun hingga saat ini belum diketahui berapa saksi yang sudah dilakukan pemeriksaan dalam kasus tersebut. Bahkan, belum dijelaskan sejak kapan kasus ini dimulai penyelidikannya.

Terkait penggeledahan ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi menduga berkaitan dengan proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan melalui Pasal 110 A Undang-Undang Cipta Kerja.

Menurut Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Artha Siagian, pihaknya menilai proses pemutihan ini dapat menjadi cela besar praktik korupsi, apalagi waktu tenggat penyelesaiannya hingga 2 November 2023, yang sarat akan kepentingan transaksional politik.

"Namun pasca 23 November 2023, KLHK kemudian memberikan keterangan bahwa 2 November 2023 bukanlah batas penyelesaian namun hanya batas terakhir pendaftaran," katanya dikutip pada Selasa (8/10/2024).

Sejak 13 tahun lalu pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, yang saat ini menjadi Kementerian LHK telah memberikan ruang pengampunan untuk korporasi yang melakukan kejahatan kehutanan. Korporasi-korporasi yang beraktivitas ilegal dalam kawasan hutan dapat beraktivitas secara legal dengan mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan jika mengurus seluruh administrasi yang ditentukan.

Namun alih-alih melakukan penegakan hukum terhadap korporasi-korporasi tersebut, pemerintah justru menerbitkan pasal 110 A dan 110 B dalam Undang-Undang Cipta Kerja.  "Proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan melalui pasal 110A dan 110B ini juga sangat tertutup," jelasnya.

Menurutnya, bukan hanya prosesnya yang sangat tertutup, tidak diketahui juga basis data yang digunakan KLHK untuk menghitung luasan konsesi, berapa luas hutan yang ditanami sawit, dan berapa luas tutupan hutan sebelum dibuka menjadi perkebunan, itu berasal dari data yang mana dan milik siapa. "Apakah data yang dimiliki KLHK sendiri, ataukah data laporan mandiri yang diberikan perusahaan," cetusnya.

Jika menggunakan laporan mandiri perusahaan sebagai lampiran dari proses pendaftaran, kata dia, tidak diketahui juga apakah dilakukan proses pemeriksaan data tersebut. Meski demikian, langkah jaksa melakukan penggeledahan kantor Kementerian LHK terkait dengan penyidikan perkara dugaan korupsi tata kelola perkebunan sawit tahun 2016-2024, termasuk terlambat.

"Namun tindakan Kejaksaan ini perlu diapresiasi dan didukung. Selanjutnya, menjadi penting bagi Kejaksaan juga memeriksa korporasi-korporasi yang terlibat dalam proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan," tukasnya.

Penerima subsidi biodiesel ada di Kawasan Hutan

Biofuel yang tengah dikembangkan Pemerintah Indonesia, sejak beberapa tahun belakangan, ditengarai kotor. Sebab, ratusan unit kebun sawit yang teridentifikasi milik sejumlah grup usaha penghasil sekaligus penerima subsidi biodiesel beraktivitas secara ilegal di dalam kawasan hutan.

"Sangat disayangkan bahwa beberapa entitas di bawah naungan grup yang mendapatkan subsidi biodiesel, berdasarkan data KLHK teridentifikasi beraktivitas di kawasan hutan," kata Hilman Afif, Juru Kampanye, Yayasan Auriga Nusantara, dikutip pada Selasa (8/10/2024).

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 205.K/EK.05/DJE.2022, ada 22 nama perusahaan produsen biodiesel yang terdaftar sebagai penerima subsidi. 

Perusahaan-perusahaan itu teridentifikasi sebagai anak usaha dari 12 grup, yakni Best Industry, First Resources, Jhonlin, KPN Corp, Louis Dreyfus, Musim Mas, Permata Hijau, Royal Golden Eagle (RGE), Sinar Mas, Sungai Budi, Wilmar, dan Wings.

Namun berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap 1-20, yang Betahita lihat, terdapat 209 subjek hukum yang diketahui merupakan anak usaha dari 11 grup penerima subsidi biodiesel, dengan total luas paling sedikit 211.408,09 hektare.

"Ratusan unit kebun sawit yang teridentifikasi milik sejumlah grup usaha penghasil sekaligus penerima subsidi biodiesel beraktivitas secara ilegal di dalam kawasan hutan, dengan total luas lebih dari 193 ribu hektare."

Luas kebun sawit dalam kawasan hutan masing-masing grup tersebut yakni, Best Industry 29.335,88 hektare, First Resources seluas 23.195,84 hektare, Jhonlin 861,49 hektare, KPN Corp 10.171,02 hektare, Musim Mas 13.893,26 hektare, Permata Hijau 9.627,24 hektare, RGE 4.015,75 hektare, Sinar Mas 48.060,24 hektare, Sungai Budi 18.402,25 hektare, Wilmar 51.150,1 hektare, dan Wings Agro 2.724,51 hektare.

Berdasarkan data BPDPKS, sepanjang 2015-2022, total volume biodiesel yang tersalurkan sebesar 42,98 juta kilo liter (KL), dengan jumlah subsidi sekitar Rp144,59 triliun. 

Pada 2023 anggaran subsidi biodiesel yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp35 triliun. Sehingga total subsidi yang sudah diberikan kepada Wilmar dan perusahaan-perusahaan lainnya tersebut, sampai dengan 2023, mencapai bilangan Rp179 triliun.

Menurut Hilman, tidak menutup kemungkinan sawit yang dihasilkan dari kebun sawit dalam kawasan hutan itu masuk dalam rantai pasok bahan baku biodiesel. Label bahan bakar hijau yang melekat pada biodiesel yang dihasilkan grup-grup usaha itu patut dipertanyakan.

"Ini adalah bukti bahwa semangatnya tidak pada pengembangan bahan bakar ramah lingkungan, tapi ambisinya pada eksploitasi atau kapitalisasi komoditas sumber daya alam. Terlebih dalam laporan ditemukan beberapa PEP (politically exposed person) yang berpotensi menjadi 'orang dalam'," ujar Hilman.

Menurut Hilman, temuan banyaknya anak usaha grup penerima subsidi biodiesel ini mesti menjadi catatan bagi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

Hilman merasa ganjil, grup-grup usaha perkebunan sawit yang melakukan pelanggaran, dengan pengembangan sawit dalam kawasan hutan, justru mendapatkan subsidi yang angkanya tidak kecil.

"Kalau begini, namanya ketiban durian runtuh! Seharusnya BPDPKS lebih cermat dalam memberikan subsidi biodiesel. Perlu kriteria yang ketat untuk menentukan perusahaan yang layak untuk mendapat subsidi agar apa yang dicitakan dalam mendorong bahan bakar ramah lingkungan benar-benar memenuhi prinsip keberlanjutan," bebernya.

Yang harus dilakukan saat ini adalah menghentikan pemberian subsidi biodiesel kepada grup yang anak perusahaannya terjerat Pasal 110A, sampai perusahaan-perusahaan itu menyelesaikan segala ketentuan yang telah menjadi kewajiban, sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku.

"Grup-grup perusahaan ini kan bisa dibilang paling banyak mendapat manfaat. Mereka bertahun-tahun beraktivitas di dalam kawasan hutan kemudian mendapat pengampunan menggunakan skema penyelesaian Pasal 110A, dan dapat subsidi biodiesel pula," tandas Hilman.

Puluhan perusahaan keciprat

Setidaknya ada puluhan perusahaan yang sempat menerima dana triliunan rupiah sepanjang 2016-2020, adalah sebagai berikut:


1. PT Anugerahinti Gemanusa merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama pada tahun 2016 menerima insentif biodiesel sebesar Rp49,48 miliar.


2. PT Batara Elok Semesta Terpadu menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, pada tahun 2017 menerima Rp241 miliar, Rp109,83 miliar diterima pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar diterima pada tahun 2020.


3. PT Bayas Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan ini menerima Rp438 miliar. Selanjutnya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.


4. PT Dabi Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.


5. PT Datmex Biofuels menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017. Selanjutnya, perusahaan ini menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.


6. PT Cemerlang Energi Perkasa mendapatkan insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.


7. PT Ciliandra Perkasa menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020. Rinciannya sebesar Rp564 miliar diterima pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.


8. PT Energi Baharu Lestari menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018. Rinciannya, sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.


9. PT Intibenua Perkasatama menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.


10. PT Musim Mas mendapatkan insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.


11. PT Sukajadi Sawit Mekar menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.


12. PT LDC Indonesia menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.


13. PT Multi Nabati Sulawesi menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu,  kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.


14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018. Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.


15. PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.


16. PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima dana insentif sekitar Rp1,79 triliun. Terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.


17. PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.


18. PT Sinarmas Bio Energy dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.


19. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.


20. PT Tunas Baru Lampung Tbk menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.


21. PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020. Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.


22. PT Primanusa Palma Energi hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.


23. PT Indo Biofuels menerima dana insentif biofuel sebesar Rp22,3 miliar pada 2016.

Dari jumlah perusahaan itu, berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, sudah ada beberapa yang masuk dalam daftar pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung). Misalnya, pada Selasa (31/10/2023) Kejagung memeriksa Manager Produksi PT Pelita Agung Agriindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo.

Selanjutnya, pada Kamis (2/11/2023), Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan yang dilakukan pada kamis (2/11) itu melalui manager produksinya yakni inisial CADT.

Selasa (7/11/2023), Kejagung memeriksa Manager PT Cemerlang Energi Perkasa, FA dan PT Sari Dumai Sejahtera. Selain FA, Kejagung memeriksa dua saksi lainnya yakni, HM diduga Hartono Mitra selaku Manager Produksi PT Jhonlin Agro Raya (JARR) milik H. Isam dan AC selaku Operation Supply Chain PT Pertamina tahun 2014.

Kamis (9/11/2023) Kejagung masih terus mengulik perusahaan yang mengelola sawit yakni PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. Saksi itu berinisial HIS selaku Manager Produksi PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. (an)

Topik:

Best Group Sinar Mas Kejagung KLHK Korupsi sawit