Capim KPK Johanis Tanak: Masa Iya Negara Merampas Punya Orang?


Jakarta, MI - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menilai diksi perampasan dalam RUU Perampasan Aset kurang tepat karena diasumsikan negara mengambil atau membuat tindakan paksa atas sesuatu benda.
Tanak merupakan salah capim KPK yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, kompleks parlemen, Jakarta pada Selasa (19/11/2024) kemarin.
Namun ia tidak mempermasalahkan sama sekali isi dari RUU tersebut. "Yang jelas kalau dari katanya saya kurang setuju namanya merampas itu tidak bagus ya. Saya rampas ini," ujar Tanak.
"Bagus gak kalimatnya negara merampas? Oh, dia punya ini saya rampas sama dengan saya merampok kan, masa iya negara merampas punya orang," tambahnya.
Namun soal diksi perampasan diubah menjadi pemulihan, dia mengaku setuju. Sebab diksi tersebut menggambarkan pemulihan uang negara dari tindak pidana korupsi.
"Ya kalau kata pemulihan aset ya? Tentunya karena ada perbuatan yang tercela kan yang merugikan negara sehingga kerugian negara itu harus dipulihkan, nah itu oke lah," tandasnya.
Adapun RUU Perampasan Aset tidak masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Namun, DPR memastikan telah memperdalam RUU tersebut.
"Kita sangat serius sekali untuk membahas RUU Perampasan Aset itu sangat serius. Maka oleh karena itulah kita perdalam," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Bob Hasan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Bob mengatakan hasil pendalaman itu menyebutkan bahwa bahwa calon beleid itu tidak masuk dalam bagian tindak pidana korupsi (tipikor). Pidananya masuk kategori pidana umum.
"Memang itu tidak masuk dalam bagian tindak pidana korupsi. Jadi perampasan aset itu bagian daripada dengan pidana pokoknya adalah pidana umum. Siapapun, terutama penyelenggara negara yang melakukan perbuatan pidana, yang didapatkan sanksi juga untuk asetnya itu dirampas," kata Bob. (ac)
Topik:
Johanis Tanak Capim KPK KPK RUU Perampasan Aset DPR