Jejak Skandal Telkomsel-Kominfo


Jakarta, MI - Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) membongkar jejak sejarah telekomunikasi Indonesia dari PN Postel ke Telkomsel.
Bahwa sejarah industri telekomunikasi Indonesia dimulai pada 1961 dengan berdirinya PN Pos dan Telekomunikasi (PN Postel), menyusul kebutuhan akan layanan telepon dan telex.
"Pada 1965, sektor ini dipisahkan menjadi PN Telekomunikasi lewat PP No. 30 Tahun 1965, menandai cikal bakal PT Telkom. Melalui SK Menteri Perhubungan pada 15 November 1965, segala kekayaan dan tanggung jawab dialihkan ke PN Telekomunikasi," jelasnya kepada Monitorindonesia.com, Selasa (6/5/2025).
Transformasi berlanjut saat PN Telekomunikasi menjadi Perumtel pada 1970, kemudian menjadi Perusahaan Perseroan lewat PP No. 25 Tahun 1991, dan akhirnya menjelma menjadi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk pada 1995.
Di sisi lain, PT Indosat lahir pada 1967 sebagai perusahaan asing, baru dibeli pemerintah Indonesia tahun 1980 untuk monopoli jasa telekomunikasi internasional.
"Kedua entitas ini menjadi tulang punggung infrastruktur komunikasi nasional," lanjut Iskandar.
Tahun 1995, PT Telkom dan PT Indosat mendirikan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), yang menjadi penguasa pasar seluler Indonesia. PT Telkom sendiri memperluas jaringan anak usahanya hingga mencakup PT Telkom Akses, PT Telkomsat, dan lain-lain.
Ekspansi teknologi dan celah kebijakan
Era 1980-an hingga 1990-an diwarnai peluncuran layanan seluler berbasis NMT dan AMPS. Namun regulasi saat itu masih mengharuskan setiap operator bermitra dengan Perumtel. Seiring era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, saham Telkom dilepas ke publik, dan perusahaan mulai go internasional.
Namun sejak 2005, meski pertumbuhan PDB sektor telekomunikasi positif dua digit, penerimaan negara justru stagnan atau menurun. Tahun 2020 misalnya, sektor ini tumbuh 10,42% tetapi penerimaan negara turun 4,4%.
"Ketimpangan ini membuka ruang analisis dugaan penyimpangan," ungkapnya.
Temuan dan kajian kerugian negara antara PNBP, Kuota, dan BLU BAKTI Kemenkominfo
Berdasarkan kajian Indonesian Audit Watch, potensi kerugian negara mencakup tarif Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP Frekuensi) yang hanya 0,576%, termurah di ASEAN, menghasilkan kehilangan potensi pendapatan Rp20 triliun/tahun.
Lalu, ketidaksesuaian antara pertumbuhan pelanggan seluler (253 juta – 355 juta nomor dalam dekade terakhir) dengan realisasi penerimaan negara.
Simulasi pendapatan dari penjualan paket internet (Rp77.500/bulan x 253 juta pelanggan) menghasilkan potensi pendapatan Rp235 triliun/tahun—angka yang tidak tercermin dalam penerimaan APBN.
Dan lebih parah, pengelolaan dana Universal Service Obligation (USO) sebesar Rp5 triliun/tahun oleh BLU BAKTI Kominfo dinilai tidak transparan. Audit proyek fiktif di daerah 3T belum dilakukan, padahal aturan sudah jelas lewat PP No. 23/2005 dan Permenkominfo No. 3 Tahun 2018.
Simpul masalah bisnis telekomunikasi digerogoti oligarki
Kolaborasi Telkomsel dengan SingTel membuka ruang dugaan transfer pricing dan penghindaran pajak. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK sejak 2015–2023 menunjukkan penyimpangan besar namun tanpa tindak lanjut hukum. Divestasi saham strategis, proyek infrastruktur fiktif, serta pembagian laba dominan ke asing, menjadikan Telkomsel lebih mirip mesin pemeras negara.
Rekomendasi strategis
Indonesian Audit Watch sudah melayangkan pengaduan masyarakat ke Bareskeim Mabes Polri sejak tanggal 21 September 2022 terkait kajian ini, maka untuk itu menyarankan penyelidikan atas ketimpangan pertumbuhan sektor dengan penerimaan negara berdasar PMK No. 6/PMK.03/2021.
Kemudian, audit forensik seluruh dana PNBP Kominfo, khususnya BHP Frekuensi dan BHP Telekomunikasi; evaluasi total kinerja dan legalitas BLU BAKTI sebagai BLU terbesar kedua dalam struktur APBN.
Lalu, revaluasi kontribusi waba seperti Telkomsel, Indosat, dan XL terhadap PNBP negara dan peninjauan struktur kepemilikan asing atas aset strategis seperti frekuensi dan satelit nasional.
"Sejarah telekomunikasi Indonesia adalah sejarah penguasaan strategis atas udara dan jaringan. Namun kini, narasi itu ternoda oleh korporatisasi yang kebablasan, persekongkolan elit birokrasi, dan hilangnya akuntabilitas. Maka, kembalikan telekomunikasi kepada rakyat, bukan kepada mafia berbaju BUMN," demikian Iskandar Sitorus.
Topik:
Telkomsel Kominfo Korupsi Telkom Korupsi Bakti KominfoBerita Sebelumnya
Menelisik Peran PT Rajawali Nusindo dalam Pengadaan X-ray Badan Karantina yang Kini Diusut KPK
Berita Selanjutnya
Membongkar Mafia Frekuensi
Berita Terkait
![Telkomsel Raih Penghargaan dari Kementerian Perindustrian atas Inovasi “5G in The Box” Telkomsel Raih Penghargaan dari Kementerian Perindustrian atas Inovasi “5G in The Box” [Foto: Doc. Telkomsel]](https://monitorindonesia.com/index.php/storage/news/image/inovasi-telkomsel-5g-in-the-box-raih-penghargaan.webp)
Telkomsel Raih Penghargaan dari Kementerian Perindustrian atas Inovasi “5G in The Box”
2 jam yang lalu
![Perkuat Keamanan Digital, Telkomsel, IOH, dan XLSMART Jalankan Inisatif Bersama Telco API Alliance Enam solusi Telco API meliputi Telco API Active Inactive, Telco API MNV, Telco API SIM Swap, Telco API Device Location, Telco API Recycle Number, dan Telco API Scam Signal, yang dirancang untuk memperkuat keamanan ekosistem digital Indonesia [Foto: Doc. Telkomsel]](https://monitorindonesia.com/index.php/storage/news/image/telco-api-alliance.webp)
Perkuat Keamanan Digital, Telkomsel, IOH, dan XLSMART Jalankan Inisatif Bersama Telco API Alliance
23 September 2025 09:45 WIB

Singgung Aksi Scammer dan Hoax, Waka Komisi I DPR Nilai Wacana ‘Satu Warga, Satu Akun’ Bisa Cegah Kriminalitas
17 September 2025 11:32 WIB