DPRD DKI akan Bentuk Pansus Joki Sertipikat Tanah di Kepulauan Seribu

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Juli 2024 3 jam yang lalu
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo (Foto: Dok MI/Aswan)
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Para konglomerat diduga menggunakan warga Pulau Seribu sebagai joki untuk memperoleh sertipikat tanah. Kuat dugaan penyalahgunaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Padahal, dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 31 Tahun 2022 yang menunjukkan beberapa pulau berstatus tanah negara. Para joki tersebut seolah-olah menjadi penggarap padahal diduga kuat mereka hanya perpanjangan tangan dari oknum pejabat, baik dari Pemprov DKI Jakarta maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Itu pulau tanah kosong gak ada penggarapnya, zaman saya mana berani saya majukan ke PTSL," kata mantan Lurah Pulau Kelapa.

Terkait hal ini, Komisi A DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDIP, Dwi Rio Sambodo, menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil pejabat terkait untuk memberikan klarifikasi dan mempertanggungjawabkan tindakan mereka. 

"Dalam beberapa waktu terakhir, kami mendengar desas-desus terkait hal ini. Kami tetap menggunakan prinsip kehati-hatian untuk memperdalam persoalan yang berkembang, sambil mengumpulkan informasi akurat, tervalidasi, dan bukti-bukti empiris di lapangan," ujar Dwi Rio Sambodo saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Rabu (31/7/2024).

Sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia, pulau-pulau adalah sumber daya alam yang dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan umum.

Artinya, kata politisi PDIP ini, pulau-pulau tersebut dilindungi dan dikelola negara agar dapat dipergunakan untuk keperluan masyarakat luas, baik untuk tempat tinggal atau sumber mata pencarian warga. Dugaan praktik penggunaan joki ini jelas melanggar aturan hukum dan mencederai nilai keadilan sosial.

"Kami menemukan dugaan praktik menyimpang dari aparatur pemerintah dan penegak hukum yang merugikan negara, provinsi DKI Jakarta, dan warga. Karena itu, kami di DPRD akan mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut tuntas kasus ini dan dugaan penyalahgunaan wewenang dari eksekutif (Pemprov)," beber Dwi Rio.

Program PTSL sendiri memiliki banyak permasalahan yang kompleks seperti benang kusut, baik dalam sistem informasi, pengukuran, pencetakan, hingga distribusinya. Pun, Dwi Rio menilai bahwa instansi yang menaungi program PTSL gagal dalam membangun alur dan sistem yang terukur.

Penanganan masalah serta mitigasi di lapangan tidak dikelola dengan baik, yang akhirnya menciptakan celah untuk terjadinya anomali dan praktik korupsi.

"Dugaan praktik-praktik tersebut muncul akibat logika dan budaya birokrasi kelembagaan lama yang tidak transparan dan akuntabel, sehingga gagal dalam membangun reformasi birokrasi," tegas Dwi Rio.

Komisi A DPRD DKI Jakarta juga meminta penegak hukum lainnya seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan dan mengambil tindakan hukum terhadap para pelaku.

Langkah tegas ini diharapkan dapat mengungkap dalang di balik penyalahgunaan program PTSL dan memberikan keadilan bagi warga Pulau Seribu.

Ke depan, Dwi Rio berharap tidak ada lagi praktik serupa yang mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah dan program-programnya. Dalam waktu dekat, Komisi A DPRD DKI Jakarta akan segera memanggil pihak-pihak terkait untuk memberikan penjelasan dan mengklarifikasi berbagai dugaan yang muncul.

Mereka berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan tidak ada lagi celah bagi oknum-oknum yang ingin memperkaya diri dengan cara yang melanggar hukum.

Dengan adanya perhatian khusus dari DPRD DKI Jakarta, diharapkan program PTSL dapat berjalan dengan lebih transparan dan akuntabel, sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.