Pakar Tata Kota ITB: Pengelolaan Kepulauan Seribu oleh Pemprov DKI Serampangan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Juli 2024 2 jam yang lalu
Pakar Tata Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar (Foto: Dok MI)
Pakar Tata Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pakar Tata Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menilai polemik adanya dugaan reklamasi ilegal di Pulau Karang Congkak Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta terjadi akibat pemerintah yang abai dan membiarkan. 

Sama halnya dengan warga yang dahulu mengurug Waduk Pluit. Sama juga dengan ratusan ribu warga yang menghuni dan bahkan mengurug bantaran sungai-sungai di Jakarta. 

"Semua sama saja, karena Pemprov DKI Jakarta abai dan lakukan pembiaran yang sangat parah," ujar Jehansyah kepada Monitorindonesia.com di Jakarta, Jum'at (26/7/2024).

Menurutnya, Kota Megapolitan sebesar Jakarta seharusnya sudah bertaraf global. Jadi tidak boleh dikelola dengan cara-cara kampungan. Termasuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu yang termasuk wilayah DKI, juga harus dikelola dengan sangat baik oleh Pemprov DKI.

Ditegaskan Jehansyah, Pemprov DKI harus melengkapi Dinas Sungai dan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan satuan-satuan tugas inspektur pengendalian ruang. Dulu namanya Jogo Kali ditambah Jogo  Laut dan Pantai. DKI  memiliki anggaran pembangunan hingga hampir seratus triliun rupiah. 

"Dengan diberantasnya mental pembiaran begitu,  tidak perlu sampai terjadi pelanggaran. Apalagi sengketa yang sulit menyelesaikannya kalau sudah ada konflik lebih lanjut," katanya.

Pendudukan, penjualan dan reklamasi lahan secara ilegal di semua badan sungai dan pantai di Jakarta akan selalu ada. Kenapa? Karena Jakarta sudah tumbuh sebagai Kota Megapolitan dengan ekonomi yang sangat besar. 

"Jadi yang namanya ruang, lahan, prasarana sudah menjadi seperti emas yang sangat berharga. Untuk itu Pemprov DKI Jakarta harus segera meningkatkan kapasitasnya dalam pengendalian ruang". 

"Di semua wilayah, di setiap jengkalnya ruang Jakarta. Itulah yang disebut dengan squatter control capacity, sebuah kapasitas yang harus dimiliki oleh otoritas kota  sebesar DKI Jakarta," tandasnya. 

Luas tanah tak sesuai!
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 31 tahun 2022, luas Pulau Karang Congkak milik H Idris itu tercatat sebesar 11.200 meter persegi. Sementara data dari Pemkab Kepulauan Seribu menunjukkan luas tanah tersebut hanya sebesar 3.004 meter persegi.

Pada tahun 2024, Pemkab Kepulauan Seribu tetap berpegang pada data mereka yang menyatakan luas tanah milik H Idris hanya 3.004 meter persegi. Hal ini menyebabkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menolak klaim luas tanah H Idris yang sebesar 11.200 meter persegi.

“Ditolak BPN karena berdasarkan data ini luasnya hanya 3 ribu meter, bukan 30 ribu meter yang mau dimintakan disertifikat sama haji Idris,” ungkap salah satu sumber di Pemprov DKI Jakarta.

Pejabat tersebut juga mengingatkan bahwa reklamasi di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu bisa berujung pada masalah hukum. "Apa tidak tahu bahwa reklamasi di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu tanpa izin tidak boleh," tambahnya.

Kasus ini bukanlah satu-satunya yang terjadi di Kepulauan Seribu. Investigasi di lapangan menemukan adanya dugaan penjualan tiga pulau lainnya, yakni Pulau Gosong Peniki, Gosong Rengat, dan Pulau Gosong Karang Bongkok. Aksi protes dari kelompok mahasiswa yang menamakan diri Gema, dipimpin oleh Rahman Akim, juga menjadi bagian dari konflik ini.

Ketika ditanya apakah demo mereka murni atau ada sponsor, Rahman Akim menjawab, "Kita tidak ada sponsor, bang, kita mandiri."

Saat ditanya mengapa hanya Bupati yang menjadi target protes, sementara anggota DPRD yang diduga melakukan reklamasi tidak didemo, Akim menjelaskan, 

"Kami fokus pada Karang Bongkok, yang lain kami juga memiliki datanya."

Sengketa ini menimbulkan berbagai spekulasi dan kekhawatiran akan adanya ketidakadilan dalam pengelolaan lahan di Kepulauan Seribu. Masyarakat setempat berharap ada transparansi dan kejelasan mengenai status lahan di kawasan ini.

Pihak berwenang di Kepulauan Seribu diharapkan segera memberikan penjelasan dan menyelesaikan sengketa ini untuk mencegah konflik lebih lanjut.

Penjualan dan reklamasi lahan di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Kepulauan Seribu harus diawasi ketat agar tidak merusak ekosistem dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Berbagai pihak, termasuk LSM lingkungan, juga ikut memantau perkembangan kasus ini. Mereka mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran hukum terkait lahan di Kepulauan Seribu.

Sementara itu, H Idris belum memberikan tanggapan resmi terkait penolakan BPN dan perbedaan data luas tanah miliknya. Publik menunggu klarifikasi dari H Idris untuk memahami situasi yang sebenarnya.

Sementara Bupati Kepulauan Seribu Junaedi terkait adanya tudingan jual beli pulau membantah. "Pa Fadli keluarga Bapak Sain warga pulau Kelapa sebagai penggarap pulau Karang Bongkok Kecil yang sudah over alih kepada keluarga. Ronny Sukamto," ucap Junaedi.

Pemilik Pulau Karang Congkak H Idris Diduga Reklamasi Pulau di Area Kawasan Taman Nasional!

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan Nasional, BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Dalam melaksanakan tugasnya, BPN menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;

2. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;

3. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;

4. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;

5. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;

Kasus ini menjadi contoh penting tentang pentingnya validasi dan verifikasi data tanah oleh berbagai pihak terkait. Upaya bersama diperlukan untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum dalam kepemilikan lahan di Indonesia.

Monitorindonesia.com, Jum'at (26/7/2024) telah mengonfirmasi hal ini kepada H Idris, namun hingga berita ini diterbitkan belum memberikan respons.