PT TPL Kriminalisasi Rakyat Batak, Pemerintah Dimana?

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 18 April 2024 18:59 WIB
Ratusan massa dari Aliansi Rakyat Tutup PT TPL berunjuk rasa di Medan, Sumatera Utara, Kamis (18/4/2024). [Foto: Dok MI]
Ratusan massa dari Aliansi Rakyat Tutup PT TPL berunjuk rasa di Medan, Sumatera Utara, Kamis (18/4/2024). [Foto: Dok MI]

Medan, MI - Janji pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang berada di pinggir Danau Toba yakni Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara sepertinya hanya omongan belaka. Perwakilan masyarakat sekitar kawasan Danau Toba sudah berulangkali berdemo bahkan menyampaikan aspirasi langsung ke Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta namun hingga kini tak ada tindaklanjut soal keberadaan TPL yang telah banyak merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat Batak.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar pada tahun 2021 di Parapat saat bertemu dengan masyarakat adat, telah mengeluarkan rekomendasi penyelesaian konflik masyarakat adat dengan perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Namun sampai saat ini tidak ada tindakan yang serius dari pemerintah dalam mengakui dan melindungi keberadaan Masyarakat Adat.

"Hal ini telah membuktikan bahwa Negara telah abai terhadap masyarakat adat yang selama ini telah hidup turun temurun ratusan tahun di atas wilayah adatnya, dan lebih memilih perusahaan yang telah merusak alam dan merampas tanah masyarakat adat," ujar Anggiat Sinaga, Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL saat berunjukrasa di kantor DPRD Sumut, Medan\ pada Kamis (18/4/2024). 

Anggiat mengatakan, reaksi terhadap situasi saat ini, aliansi gerakan rakyat tutup TPL menyuarakan keprihatinan dan kepedulian yang mendalam atas kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Tanah Batak. Mereka mendorong transparansi, keadilan, dan perlindungan hak asasi manusia adalah langkah yang harus diambil bersama untuk memastikan keberlanjutan lingkungan, hak-hak masyarakat adat, dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam bagi generasi mendatang.

Masyarakat Adat di Tanah Batak telah turun-temurun hidup di wilayah tanah adat mereka dengan memegang teguh nilai-nilai dan aturan adat. Mereka menjaga alam dan lingkungan dengan bijaksana. Kehidupannya sangat tergantung dengan alam. Pada situasi krisis iklim saat ini mereka telah terbukti sebagai pelindung alam. Oleh karena itu masyarakat adat seharusnya mendapat dukungan atas upaya yang mereka lakukan untuk perlindungan bumi kita yang semakin hari semakin terpuruk. 

Namun dalam upaya perjuangan masyarakat adat itu, mereka diperhadapkan dengan situasi yang serius, tanah adat sebagai identitas budaya telah dirampas secara paksa oleh perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Toba Pulp Lestari (TPL) atas pemberian izin dari Pemerintah yang tidak pernah melibatkan masyarakat adat sebagai pemangku wilayah adat. Sehingga masyarakat adat mengalami diskriminasi, kriminalisasi dan terputusnya akses mereka terhdap wilayah adat sebagai ruang hidup mereka.

"Kehadiran PT. Toba Pulp Lestari di Tanah Batak selama 30 tahun lebih telah merampas hak-hak masyarakat adat, menghancurkan sumber-sumber hidup masyarakat adat, karena hutan adat yang selama ini menjadi sumber hidup telah berganti menjadi pohon-pohon eukaliptus yang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat adat. Setelah tanah adatnya dirampas, hutannya di tebangi, masyarakat adat mengalami pencemaran sumber air bersih dan bencana alam menghantui," tegas Anggiat Sinaga.

"PT. Toba Pulp Lestari telah menjadi perwujudan ketidakadilan bagi masyarakat adat, menyisakan luka yang menyakitkan terhadap identitas dan budaya lokal. Tindakan kriminalisasi terhadap mereka yang gigih mempertahankan wilayah dan tanah adatnya hanya memperlihatkan bagaimana sistem telah gagal melindungi hak-hak dasar mereka," tambahnya.

Dalam unjuk rasa yang diikuti ratusan orang hari ini di Medan, Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL mendesak pemerintah:
1.Mencabut izin PT. Toba Pulp Lestari dari Tanah Batak
2.Membebaskan Sorbatua Siallagan tanpa syarat 
3.Menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang berjuang atas hak-haknya.
4.Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat 
5.Menghentikan penebangan hutan di kawasan Danau Toba 
6.Mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat 
7.Menyelamatkan bumi dari krisis iklim 
8.Mengesahkan Perda Masyarakat Adat di Sumatera Utara 
9.Mendesak DPRDSU untuk segera membentuk Pansus Percepatan Penyelesaian Masalah Masyarakat Adat dengan Perusahan PT. Toba Pulp Lestari.
10.Hentikan proses pengukuhan kawasan hutan negara tanpa melibatkan masyarakat adat di Sumatera utara.[Lin] 

Berita Terkait