Refleksi Akhir Tahun, 2 Proyek Strategis Revitalisasi Agro Cilangkap Berujung Buruk

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 31 Desember 2022 16:00 WIB
Jakarta, MI - Bagi kalangan kontraktor, akhir tahun umumnya impian kebahagiaan terwujud atas usaha setahun berburu proyek pemerintah. Begitu juga pejabat berharap semua programnya berhasil yang melibatkan kalangan pengusaha sebagaimana diamanatkan Undang-Undang. Namun tidak jarang pula harapan tak seindah impian. Kerja sama yang terjalin antar pengusaha dan pejabat ketika memulai merencanakan, melelangkan hingga pelaksanaan berujung petaka. Dimana dalam pertarungan ajukan program masih ranahnya eksekutif ke legislatif melalui proses panjang pula. Selesai pengajuan anggaran dari Dewan seterusnya bergulir ke panitia lelang di UPBBJ. Disini juga tidak kalah strategisnya persaingan pengusaha melakukan lobby-lobby dan sebagian juga dibantu pihak pengguna anggaran di unit kerja SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) alias "pengusaha binaan". Tarik menarik kepentingan dan intervensi kekuatan pejabat dan pihak lain baik dari Yudikatif dan instansi lain tak jarang terdengar. Usai persaingan memenangkan lelang dari UPPBJ/ULP selanjutnya masuk tahapan pelaksanaan. Dalam kondisi ini pengusaha diawasi oleh konsultan pengawas dan pengawasan melekat dari instansi pemberi kerja (KPA Kuasa Pengguna Anggaran). Juga pengawasan masyarakat yang belakangan makin kritis baik dari masyarakat sendiri, LSM dan Pers.Atas kondisi tersebut pengusaha dituntut profesional dan kompeten. Namun faktanya dalam banyak kasus justru terjadi diluar dugaan. Pekerjaan banyak yang terbengkalai karena ketidakcakapan pengusaha dalam me-management proyek. Mungkin juga karena ketidakmampuan modal. Namun yang paling memprihatinkan adalah ketika pekerjaan tidak selesai tepat waktu sesuai kontrak menjadi catatan buruk. Bukan hanya keuntungan pengusaha yang tidak terwujud tapi program yang direncanakan jauh-jauh hari untuk kepentingan yang sangat urgent dan besar itulah kegagalan total. Satu contoh kasus yang mencuat belakangan ini adalah Revitalisasi Kawasan Agro Wisata Cilangkap Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi DKI Jakarta. Di Balai Benih Induk Pertanian ini ada dua proyek Strategis yakni Revitalisasi Kawasan Agro Wisata yang dianggarkan Rp 3 miliaran lebih dan dimenangkan CV. Tata Cipta Rp 2,4 M. Proyek ini berakhir tragis. Hingga berakhir kontrak tanggal 20 Desember 2022 prgresnya hanya 53% yang berakibat perusahaan ini di black list dan jaminan pelaksanaan 5% dari nilai kontrak disita untuk disetor ke Kas Daerah DKI Jakarta.Melihat kondisi proyek ini yang meliputi rehabilitasi Green House kini terlantar berantakan. Begitu juga kolam dan permainan anak-anak mangkrak tidak karuan. Bahkan dikhawatirkan genangan air dikolam ini akan menimbulkan ancaman keselamatan pengunjung dan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti atau demam berdarah sangatlah rawan. Proyek kedua yang digagas sejak 3 tahun lalu yang selalu tertunda karena kondisi Covid 19 yang melanda dunia. Berakibat anggaran untuk ini direcofising untuk penangan darurat kesehatan masyarakat. Barulah tahun ini bisa diwujudkan. Namun apa yang terjadi kini? Desas-desus yang berkembang dipusaran pengusaha Pertanian dan pejabat di unit ini curhat soal proses lelang yang sempat heboh. Dimana pihak Pokja ULP tidak mandiri melakukan tugasnya. Pihak-pihak berkepentingan dengan manuver masing-masing melobby panitia untuk meraih kemenangan. Namun praktek adu kuat terasa kental dalam proses ini. Panitia lelang sempat didatangi oknum DPRD Komisi B DPRD DKI Jakarta tanpa berani menyebutkan nama oknum tersebut. Konon katanya oknum tersebutlah yang akhirnya memenangkan proyek ini dengan pinjam perusahaan PT Lccita Maha Dana dengan penawaran hampir Rp 2,8 miliar dari Pagu anggaran Rp 3,4 M. Untuk informasi intervensi ini, pihak UPPBJ belum berhasil dikonfirmasi kebenarannya. Begitu juga dengan direktur perusahaan pemenang belum berhasil dikonfirmasi apakah pihaknya mengerjakan langsung atau dapat jasa pinjam perusahaan. Lalu bagaimana akhir pekerjaan ini? Beda-beda tipis dengan proyek pertama. Proyek yang meliputi rehabilitasi Pagar depan kebun, Gapura, Kantor Belakang dan Green House Hydroponik ternyata hingga berakhir kontrak 30 Desember 2022 tidak selesai juga. Bobot capaiannya hanya 92%. Atas kondisi ini Kepala BBI Pertanian Iwan Indryanto memutuskan untuk memberikan perpanjangan kontak 14 Hari Kalender. "Dari bobot 8% tersebut menjadi hutang daerah ditambah bobot akhir pertanggal 20 Desember kemarin yang hanya 82%. Jadi hutang daerah sebesar 18 % dari nilai kontrak yang akan dibayarkan tahun depan (2023). Itupun setelah diaudit BPK ( Badan Pemeriksa Keuangan RI) dulu. Kami bayarkan hanya di 82%," kata Iwan, kepada Monitor Indonesia, Sabtu (31/12). Selain itu juga ada konsekwensi lain yakni dikenakan denda keterlambatan sesuai ketentuan dan juga pengusaha diwajibkan menyerahkan jaminan pelaksanaan senilai bobot proyek yang tidak terselesaikan. Hal berbeda disampaikan Ketua Harian LSM GEMITRA, Alberto, bahwa ditemukan indikasi kuat penyimpangan spek dalam pekerjaan pagar depan. "Kami yang sudah mengamati sedari awal proyek ini mengikuti pekerjaan dari pondasi. Kuat dugaan tidak sesuai Spek ( Spesifikasi Tehnis)," ujar Alberto. Alberto memaparkan temuannya dan menunjukkan gambar pekerjaan pondasi yang tidak sesuai gambar dan Spek. Kalau pihak konsultan pengawas tidak melihat ini sehingga diloloskan bobotnya terhitung untuk dibayar. "Kemungkinan temuan ini akan kami serahkan kepenegak hukum untuk membuka tabir ini," tandasnya. (MI/Sabam Pakpahan) #Cilangkap
Berita Terkait