Ada Istilah Pohon Duit di Dinas Citata, Ini Penjelasannya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 Maret 2023 00:44 WIB
SANTER istilah "Pohon Duit di Dinas Citata". Istilah itu muncul sejak lama dikalangan LSM dan wartawan yang menggeluti perkembangan perkotaan yang selalu marak dengan bangunan bangunan baru. Disebutkan demikian karena faktanya setiap geliat pembangunan di ibukota dipastikan sarat dengan permainan uang. Sekalipun pembangunan tersebut ada IMB nya. Fajar (47) aktivis LSM yang sehari-harinya memburu bangunan diseluruh Jakarta raya ini menceritakan kepada Monitor Indonesia Minggu (26/3) perihal istilah tersebut. Pria beranak dua ini menjelaskan pengalamannya bertahan dengan profesi sebagai lsm pemburu uang dari bangunan. Berkat pengalamannya yang sudah 8 tahun berkutat disektor tersebut hanya modal hp. Lalu sepeda motor untuk bisa keliling masuk masuk gang sekalipun. "Hp fungsinya untuk memotret objek bangunan. Trus kirim dan konfirmasi kepada pejabat setempat dan pemilik bangunan. Itu saja sudah bisa dapat rejekilah," katanya. "Tergantung besarnya bangunan saja Pak, juga tergantung pemilik bangunan atau pejabatnya. Kalau penakut ya gampanglah uang gede," katanya lagi. Lebih rinci dijelaskan, bahwa atribut sebagai LSM juga sangat berpengaruh. Belum lagi kalau kita rajin buat laporan kepenegak hukum, biasanya cepat cair itu bang. Karena itulah maka ada istilah Pohon Duit di Citata. Ketika ditanyakan kenapa dengan Citata? "Ya jelaslah bang. Kan unit itu sampe Sudin Sudin dan sektornya di Kecamatan yang punya kewenangan soal bangunan. Mereka ahlinyalah soal itu, dan kewenangan untuk membongkar kan ada dimereka," katanya. "Kalau Satpol PP itu kan gak bisa ngapa ngapain? itu hanya melaksanakan rekomendasi Citata. Dan itu jarang terjadi. Nyaris semua diselesaikan dilapangan kok," kata dia ;lagi menguraikan. Senada dengan Fajar, Rani (35), warga Ciracas yang berbincang dengan Monitor Indonesia, Sabtu 25/3 malah menyoroti kekayaan pejabat Dinas Citata dan jajarannya. Dia curiga atas laporan LHKPN yang disampaikan yang dinilainya tidak jujur. Rani yang juga berprofesi sebagai LSM ini menantang wartawan untuk membuka kekayaan kekayaan pejabat pejabat Pemprov DKI Jakarta. Juga bagaimana kekayaan tersebut diperoleh. "Kan pak Alex Marwata sudah pernah mengingatkan, bahwa pejabat Pemprov DKI Jakarta ini kan juga kaya kaya, memiliki banyak asset tanah dan kekayaan yang luar biasa besar," katanya. DKI Jakarta ini sebagai pemilik anggaran yang sangat besar tiap tahunnya, rawan korupsi tegasnya mengulangi peryataan Komisioner KPK itu. Rani selanjutnya menceritakan bagaimana modus cari cuan aparat pemprov DKI disektor perijinan bangunan. Dalam hal ini Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan hingga jajarannya di Sudin lima Wilayah Kotamadya. Untuk diketahui Dinas ini adalah peleburan Dinas Tata Kota, Dinas P2B dan Dinas Pertanahan DKI Jakarta. Tiga Dinas yang dilebur jadi satu menjadikan unit ini sangat strategis. Karena itulah Dinas ini santer disebut lahan basah. Karena tugas dan kewenangannya yang sangat vital. Semua pihak mulai dari bangunan kecil hingga skala raksasa milik konglomerat selalu berurusan dengan pejabat di Dinas ini dan jajarannya. Maka pembagian kewenangannyapun dibagi. Untuk Bangunan 8 lantai keatas itu domainnya Dinas. Sedangkan 8 kebawah itu wilayah kekuasaan Suku Dinasnya diwilayah/Kota. Begitupun luas lahan yang hendak dibangun akan terkait langsung dengan kewenangan pejabat mana yang berwenang. Sebab pembangunan tidak selalu vertikal, namun horizontal juga masih ada diwilayah Jakarta ini walau sudah sedikit karena keterbatasan lahan. Lebih jauh dijelaskan pegiat tata kota ini, bahwa tak ada kegiatan pembangunan yang tidak terpantau oleh instansi ini. Sekecil apapun geliat pembangunan pasti mereka tau. Dan tidak satupun itu yang lepas dari cengkeraman atau koordinasi dengan mereka, kata Rani menggambarkan. Enaknya mereka sekarang lebih happy lagi karena kerjaannya berada ditengah keseluruhan birokrasi. Diawal pengurusan ijin (IMB), itu adanya di PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Lalu mereka bagian pengawasan lapangan, seterusnya kalau ada pihak yang membandel, menyimpang tinggal serahkan ke Satpol PP untuk mengeksekusi bongkar. Berbeda dengan Rani, seorang kontraktor James (46) mengatakan bahwa peran Dinas Citata dan Suku Dinasnya selalu vital perannya disetiap perencanaan pekerjaan konstruksi proyek pemerintah DKI Jakarta. "Begitu juga saat kontraktor menang tender. Wajib bagi kontraktor untuk meng ACC dulu ke Sudin Citata. Dan Jujur saja, walau tidak ada anggaran resmi untuk itu, so pastilah hal tersebut tidak bisa dihindari rekanan," katanya. Karena kalau tidak dilakukan pendekatan khusus, jangan harap barang kita cepat di ACC/setujui yang berdampak pada keterlambatan kita mengejar waktu pelaksanaan. Kembali ke cerita Rani, Akbar yang juga berprofesi sebagai pegiat LSM menceritakan gurita uang disektor pengawasan lingkup kerja Citata. Bahkan ditingkat paling bawah sekalipun di Kecamatan yang dijabat oleh Kepala Sektor Citata Kecamatan. Diceritakan Akbar, petugas ASN disana memang tidak banyak, tapi mereka merekrut orang yang bisa dipercaya dan punya kemampuan bermitra dengan pengembang. Dan kalau yang membangun developer koordinasinya kepihak instansi pemerintah terkait sudah pasti aman. Dan kewajibannya merangkul pihak oknum LSM, ormas ataupun pers. Itu juga tidak akan mudah, karena mereka berupaya menghemat pengeluaran seminimal mungkin dengan cara memilah milah bobot mereka yang datang. Dan tidak jarang pula mereka pasang kaki tangan merangkul mereka dengan biaya sehemat mungkin. Dengan demikian pembangunannya bisa berjalan mulus hingga selesai. Berbeda kalau perorangan/masyarakat yang membangun, biasanya itu jadi bancakan babak belur menghadapi pihak Citata pemilik wilayah yang sangat tau seluk beluknya. Pemilik bangunan akan dihampiri petugas dengan peringatan lisan dengan lebih dulu mempertanyakan perijinannya. Dan bila ternyata tidak ada ijinnya, maka surat peringatan tertulis pun akan segera diberikan. "Karena menurutnya nyaris setiap bangunan pasti ada pelanggarannya. Nah pelanggarannya itulah yang dijadikan ancaman penindakan untuk dibongkar atau tidak bisa membangun sama sekali," urai Akbar panjang lebar. (Sabam Pakpahan)
Berita Terkait