Soal Polemik Perwira TNI-Polri Jadi PJ Kepala Daerah, Mahfud MD Minta Semua Pihak Baca Ulang Putusan MK

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 26 Mei 2022 22:10 WIB
Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) M. Mahfud MD meminta semua pihak yang mempersoalkan penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah olen perwira TNI dan Polri agar membaca ulang putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Karena, kata Mahfud, Putusan MK itu sering kali disalahpahami. Menurutnya, Putusan MK menyatakan dua hal yaitu TNI dan Polri aktif tidak boleh bekerja di institusi sipil, kecuali pada 10 k/l yang telah diatur UU. Kemudian, lanjut dia, sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama, boleh menjadi penjabat kepala daerah. ”Coba dibaca putusannya dengan jernih,” kata Mahfud MD, dikutip pada, Kamis (25/5). Mahfud menambahkan, bahwa penugasan perwira TNI dan Polri aktif di luar induk institusi mereka telah diatur dalam UU. Aturan tersebut, kata dia, diperkuat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 20 menyebutkan bahwa anggota TNI dan Polri boleh masuk birokrasi sipil asal diberi jabatan struktural yang setara dengan tugasnya. Tidak sampai di situ, pemerintah juga telah mengeluarkan PP Nomor 11 Tahun 2017. ”Di situ disebutkan TNI-Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberi jabatan struktural yang setara,” ungkapnya. Untuk itu, soal penunjukan Kepala BIN Sulawesi Tengah Brigjen TNI Andi Chandra As’adudin sebagai Pj bupati Seram Bagian Barat tidak perlu dipermasalahkan lagi. Sebelumnya, pakar hukum tata negara Feri Amsari mengatakan, dilantiknya Pj bupati berlatar belakang TNI aktif menambah preseden buruk. Hal tersebut menunjukkan tidak hormatnya pemerintah pada MK. ”Kepatuhan penyelenggara negara pada putusan MK lemah,” ujarnya kemarin. Feri mengakui, putusan MK mungkin tidak memuaskan bagi pemerintah. Namun, semestinya tidak menjadi pembenaran untuk mengakali putusan tersebut. Masyarakat sipil umumnya juga kerap tidak senang dengan putusan MK. Namun, apa pun harus dihormati. Menurut Feri, pembenaran yang disampaikan pemerintah hanya upaya berkilah. Peneliti Pusako Universitas Andalas itu menegaskan, putusan MK sudah klir bahwa TNI dan Polri aktif bisa duduk di jabatan sipil dengan syarat mengundurkan diri. Syarat itu penting bukan hanya bagian dari supremasi sipil, melainkan juga sesuai UU TNI dan UUD 1945. Yakni, fungsi TNI dan Polri ada di keamanan dan pertahanan. Kalaupun ada kesempatan ditugaskan di luar institusi TNI, terbatas pada 10 k/l lembaga yang diatur dalam pasal 47 UU TNI. Antara lain, kantor yang membidangi politik dan keamanan, intelijen negara, sandi negara, narkotika nasional, hingga SAR nasional. ”Kalau penjabat kepala daerah tegas benderang dilarang,” tegasnya. (La Aswan)