Pemerintah Langgar Konstitusi Jika Pelayanan Medis Dibeda-bedakan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 November 2022 16:34 WIB
Jakarta, MI - Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan bahwa program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan amanat UUD 1945, Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang BPJS. Dalam UUD 1945, kata Sekjen OPSI ini, jaminan sosial adalah hak konstitusional seluruh rakyat (pasal 28H), demikian juga UU SJSN dan UU BPJS mengamanatkan 9 prisip SJSN yang salah satunya adalah kepesertaan wajib dan gotong royong. Peraturan Presiden (Perpres) No. 82 tahun 2018 mewajibkan seluruh rakyat ikut JKN paling lambat 1 Januari 2019. Bila tidak ikut JKN, maka mengacu pada PP No. 86 tahun 2013 akan dikenakan sanksi tidak dapat layanan public seperti IMB, sertifikat tanah, SIM, STNK, paspor dan layanan publik lainnya. "Mengacu pada UU SJSN dan Perpres no. 82 tahun 2018, kewajiban ikut JKN pun dikenakan kepada tenaga kerja asing yang minimal bekerja 6 bulan di Indonesia. Jadi tenaga kerja asing pun diwajibkan ikut bergotong royong, dan berhak mendapatkan manfaat JKN di Indonesia,' jelas Timboel dalam keterangannya, Jum'at (25/11). Amanat yang dikandung UUD 1945, UU SJSN dan UU BPJS, Perpres adalah JKN untuk seluruh rakyat, tanpa dikaitkan dengan status sosial seseorang. Menurutnya, JKN adalah hak seluruh rakyat, baik rakyat yang kaya, setengah kaya atau miskin. "Peserta JKN adalah orang yg mendaftar dan membayar iuran. Pasal 16 UU SJSN mengatakan peserta berhak mendapatkan manfaat. Jadi orang kaya yang mendaftar dan mebayar iuran pun berhak mendapatkan manfaat. Orang kaya pun membayar iuran dan bergotong royong," ungkapnya. Per akhir Oktober 2022, ungkap Timboel, tercatat 238.430.655 orang (87,33 persen dari total 373 juta rakyat Indonesia) tercatat mendaftar di program JKN yang terdiri dari peserta aktif sebanyak 189.838.682 orang dan peserta non aktif 48.591.973 orang. Tentunya, masih ada sekitar 12,67 persen rakyat Indonesia yang belum terdaftar di program JKN, dan ini mungkin orang-orang kaya yang belum ikut bergotong royong di JKN. Karena selama ini mereka menggunakan asuransi Kesehatan swasta. "Seharusnya Pak Menteri mengajak orang kaya yang belum mendaftar untuk segera mendaftar di JKN sehingga bergotong royong dengan seluruh rakyat, dan bagi yang menunggak iuran harus segera membayarkan tunggakan iurannya," lanjutnya. Dengan bergotong royong, tambah Timboel, sepanjang 2021 total penerimaan iuran mencapai Rp, 143,3 Triliun dengan biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk pembiayaan Kesehatan seluruh masyarakat sebesar Rp.90,33 Triliun. "Ini artinya seluruh peserta termasuk orang kaya pun ikut mengiur sehingga sepanjang 2021 terkumpul Rp 143,3 Triliun, dan orang kaya pun ikut mendapatkan manfaat JKN sehingga biaya pelayanan Kesehatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan sebesar Rp. 90,33 Triliun," bebernya. Kemudian, sepanjang tahun 2021 lalu total pemanfaatan Program JKN oleh masyarakat Indonesia sebanyak 392,9 juta kunjungan, yang terdiri dari kunjungan sakit sebanyak 233,1 juta dan kunjungan sehat sebanyak 159,8 juta, atau secara umum rata-rata kunjungan sebanyak 1,1 juta per hari kalender. "Jadi menurut saya, dengan bergotong royong penerimaan iuran akan mampu mendukung pembiayaan kesehatan seluruh rakyat. Dengan bergotong royong tidak ada kata “membebani”, semua ikut bergotong royong untuk kesejahteraan bersama," katanya. "Namun demikian dari pernyataan Pak Menteri Kesehatan tersebut, kita harus mendorong Pemerintah melakukan perbaikan regulasi sehingga masyararakat rentan pun memiliki akses dan pelayanan lebih mudah atas JKN. Misalnya, memfasilitas masyarakat rentan yang harus dirujuk ke propinsi atau kabupaten atau ke ibukota negara, sementara mereka memiliki keterbatasan finansial untuk berangkat," sambungnya. Hal ini tentunya berbeda dengan orang kaya yang memiliki kemampuan finansial untuk mengakses pelayanan Kesehatan di tempat lain ketika dirujuk. Tidak hanya itu saja, sosialisasi dan edukasi tentang JKN pun harus dilakukan kepada rakyat rentan agar mereka mengetahuinya dan sebagaianya. Timboel menegaskan, bahwa semangat bergotong royong menjadi hal utama bagi bangsa ini. JKN yang dibangun oleh seluruh rakyat dengan bergotong royong jangan digangun lagi oleh Pemeritah. "Jangan ada keinginan Pemerintah untuk mensegregasi kembali pelayanan Kesehatan berdasarkan status sosialnya, seperti di masa lalu, PNS dilayani Taspen, Pekerja swasta oleh Jamsostek, TNI-Polri oleh RS TNI dan Polri, sementara orang miskin hanya disajikan dengan jamkesmas dan jemkesda dengan anggaran secukupnya," jelasnya. "Dengan bergotong royong di JKN, seorang Jenderal dan seorang pemulung mendapatkan layanan medis yang sama. Bila dipisahkan lagi maka semangat kegotongroyongan terabaikan, dan Pemerintah telah melanggar konstitusi dengan kasat mata," imbuhya. #Pelayanan Medis