Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda Desak Fadli Zon Minta Maaf soal Tak Ada Pemerkosaan di Mei 1998


Den Haag, MI - Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda Untuk Keadilan Sejarah, menyampaikan pernyataan sikap kepada Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon terkait pernyataannya yang tidak berpihak pada para korban dan keluarga korban, dalam tragedi kerusuhan Mei 1998.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan langsung, dalam dialog Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda bersama Fadli Zon yang berlangsung di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag, Jumat (14/6/2025).
Debora Priyanka selaku perwakilan PPI Belanda menyatakan, pernyataan ini disampaikan sebagai bentuk penolakan terhadap upaya sistematis penulisan ulang sejarah Indonesia secara sepihak dan seragam oleh negara, terkhususnya merespons berbagai pernyataan problematik yang disampaikan Fadli Zon terkait penyangkalan terjadinya perkosaan massal 13-15 Mei 1998, menanggapi rencana penulisan ulang sejarah yang menghilangkan fakta pelanggaran HAM berat masa lalu serta rencana pencalonan Suharto sebagai pahlawan nasional.
“Dalam pernyataan sikap ini, Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda mendesak Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. H. Fadli Zon, untuk secara terbuka menyampaikan permintaan maaf dan mencabut pernyataannya yang tidak berpihak pada para korban dan keluarga korban dalam tragedi kerusuhan Mei 1998,” kata Debora, dikutip Senin (16/5/2025).
Sementara itu, menanggapi rencana pemerintah dalam penulisan sejarah ulang, Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda mendesak dibukanya ruang dialog sejarah yang plural dan adil terhadap korban, termasuk para eksil yang terhalang pulang akibat pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah Suharto, maupun kekerasan politik yang terjadi pada masa-masa awal berdirinya Negara Republik Indonesia.
Tuntutan lainnya adalah dengan mendesak pemerintah Republik Indonesia, untuk mengungkapkan kebenaran di balik berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu maupun yang terjadi sekarang.
Desakan ini muncul atas dasar kegagalan negara, yang terus berlarut-larut dalam menyelesaikan pengungkapan kebenaran dari 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yang hingga kini belum memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka.
“Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda menolak adanya politisasi sejarah, terlebih dengan hanya menuliskan sejarah yang dianggap positif dan mendukung agenda kekuasaan di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo yang berkorelasi erat dengan kekerasan dan pelanggaran HAM,” ujarnya.
Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda juga menyatakan dukungan penuh, kepada Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) atas sikap tegasnya yang menolak upaya pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, untuk memberlakukan narasi sejarah tunggal.
“Meskipun pahit dan sulit untuk dihadapi, sejarah tersebut tetap harus diakui sebagai bagian penting yang membentuk perjalanan bangsa, sekaligus menjadi pengingat agar kekerasan kelam masa lalu tidak kembali terulang apalagi diwariskan menjadi warisan buruk dari satu generasi ke generasi berikutnya,” tandasnya.
Topik:
Fadli Zon Kerusuhan Mei 1998Berita Sebelumnya
Doli Kurnia: Soal Tapal Batas Desa, Bisa Terjadi Perang
Berita Terkait

Menbud Soroti Viralnya Pengibaran Bendera One Piece: Harus Bendera Merah Putih yang Utama
5 Agustus 2025 12:13 WIB

Fadli Zon: Sikap Rakyat dan Pemerintah Indonesia Menentang Genosida Terhadap Rakyat Palestina
3 Agustus 2025 13:48 WIB