Gedung Pondok Pesantren Al Khoziny Runtuh, Korban Tewas Capai 36 Orang

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Oktober 2025 1 jam yang lalu
Pada hari keenam pencarian ini, SAR gabungan menemukan dan mengevakuasi tiga korban lagi dalam kondisi meninggal dunia.
Pada hari keenam pencarian ini, SAR gabungan menemukan dan mengevakuasi tiga korban lagi dalam kondisi meninggal dunia.

Sidoarjo, MI - Jumlah korban meninggal dunia akibat runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, telah mencapai 36 orang setelah ada penambahan temuan sebanyak 22 jenazah sejak Jumat (4/10/2025) hingga Minggu (5/10/2025) pukul 03.24 WIB.

Selain puluhan korban meninggal, terdapat satu bagian tubuh yang telah dievakuasi untuk proses identifikasi. Bagian tubuh manusia yang ditemukan itu belum dihitung sebagai temuan baru yang menambah jumlah korban jiwa.

Kepala Kantor SAR Kelas A Surabaya, Nanang Sigit selaku koordinator lapangan, menjelaskan bahwa proses evakuasi kali ini tidak mudah. Tim harus bekerja hati-hati karena korban tertimbun material di bawah reruntuhan bangunan.

"Tim SAR perlu mengangkat puing-puing reruntuhan, memotong rangka-rangka, baru kemudian bisa mengevakuasi korban dari timbunan material," jelas Nanang.

Dalam prosesnya, tim SAR gabungan menggunakan alat berat dan peralatan ekstrikasi. Penggunaan alat berat juga sempat dihentikan sementara untuk memberi ruang bagi petugas yang melakukan pemotongan besi dan pengangkatan manual demi faktor keselamatan.

Setelah berhasil dievakuasi, seluruh jenazah langsung dibawa ke RS Bhayangkara Surabaya untuk menjalani proses identifikasi oleh tim DVI POLDA Jawa Timur.

Adapun sebanyak 27 orang masih dalam pencarian oleh tim SAR gabungan yang terus bekerja di lapangan. Angka tersebut berdasarkan jumlah daftar absensi santri yang dirilis oleh pihak pondok pesantren.

Setelah dievakuasi, tambahnya, seluruh jenazah dibawa ke RS Bhayangkara Surabaya untuk menjalani proses identifikasi.

Dengan temuan ini, total korban reruntuhan bangunan Ponpes Al Khoziny mencapai 140 orang.

Dari jumlah tersebut, 104 orang selamat, sementara 36 orang lainnya meninggal dunia.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto, mengatakan proses identifikasi terus dilakukan melalui data biometrik, DNA, hingga barang pribadi korban.

"Pendataan-pendataan awal yang dari data yang dari Dukcapil di sini. Kan dari mungkin dari titik jari kemudian dari retina mata dari darah, DNA, properti baju yang dipakai ini semuanya sedang kita identifikasi," katanya.

Menurutnya, identifikasi ini penting agar keluarga korban bisa segera mengetahui kejelasan anggota keluarganya yang masih ditunggu.

Upaya evakuasi

Sejak bangunan Ponpes Al Khoziny runtuh, tim SAR gabungan berpacu dengan waktu mengingat terdapat periode krusial atau golden time dalam mengevakuasi korban dalam keadaan hidup.

Hal ini dikatakan Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya TNI M. Syafeii. "Saat ini kita mengejar golden time. Sesuai teori memang 72 jam. Namun pada saat kita sudah bisa menyentuh korban, kita sudah bisa mensuplai minuman, vitamin, bahkan infus sudah bisa kita berikan. [Sehingga] memungkinkan yang bersangkutan ini bisa bertahan lebih lama," jelasnya.

Emi Freezer, selaku kasubdit pengarahan dan pengendalian operasi bencana dan kondisi membahayakan manusia Basarnas, menambahkan bahwa para petugas berupaya memberi makanan dan minuman kepada para korban yang terperangkap.

"Kami belum bisa touch [menyentuh] langsung ke mereka. Kami hanya bisa mendeliver [mengantarkan] suplemen melalui celah kecil yang ada di pilar utama yang ada di tengah," katanya.

Menurut Emi, petugas sedang membuat terowongan kecil di bawah struktur bangunan guna menjangkau korban. "Kami sedang membuat tunnel [terowongan] di bawahnya untuk memberikan kesempatan pembebasan korban. Dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali karena berada di bawah rembetan bordes," jelas Emi.

Baik Emi maupun M. Syafeii menjelaskan mengapa mereka belum bisa mengerahkan alat berat seperti excavator untuk membuang bongkahan-bongkahan reruntuhan bangunan. Emi membuat analogi reruntuhan seperti jaring laba-laba.

"Struktur penyangga semua totally collapse atau gagal total untuk memberikan sanggahan Dan ini diintervensi sedikit saja akan merubah pola runtuhan. Dan rembetan seperti spider web [jaring laba-laba]."

"Satu titik kita colek maka rembetan getaran itu bisa sampai ke semua sektor yang terconnecting [terhubung] dengan bangunan tersebut. Sehingga kami mohon izin diberikan kesempatan keleluasaan untuk bisa memaksimalkan lifesaving, menyelamatkan korban yang masih memberikan respons," jelas Emi.

Kronologi kejadian

BNPB menyebutkan kejadian berawal ketika proses pengecoran lantai tiga pondok pesantren. Saat pelaksanaan salat Asar berjamaah pada pukul 15.00 WIB, menurut BNPB, tiang pondasi diduga tidak mampu menahan beban pengecoran sehingga bangunan runtuh hingga ke lantai dasar.

Peristiwa yang terjadi mendadak ini menyebabkan puluhan santri dan pekerja tertimpa material bangunan. Muhammad Rijalul Qoib (13), merupakan salah satu penyintas kejadian itu.

Santri asal Sampang itu menjelaskan detik-detik bangunan ambruk. "Awalnya kan ada truk ngecor, mau ngecor yang paling atas. Enggak diisi setengah dulu, langsung full. Iya, pas langsung jatuh, gitu. Yang paling parah itu di (bagian) tengah," ujar Rijalul, Selasa (30/9/2025).
.
Pelajar kelas VII MTS itu mengatakan bahwa hanya lantai pertama yang ditempati oleh para santri untuk salat Asar ketika bangunan ambruk. Ia menyebut saat itu ada ratusan santri.

"Banyak, ratusan orang mungkin yang mau salat. Saat itu saya dengar ada suara batu yang jatuh. Terus tambah lama, tambah banter (kencang) suaranya," katanya.

Ketika peristiwa terjadi, Rijalul langsung berlari keluar. Nahas saat itu ia sempat tertimpa reruntuhan atap. "Itu, saya mau lari (dari musala) terus atap itu kena muka saya," ungkapnya.

Ia berhasil selamat karena melewati celah untuk keluar dari reruntuhan. Saat itu, ada orang yang turut membantunya keluar dengan menunjuk arah.

Sementara Sofa adalah penyintas lainnya. Dia mengaku sedang menjalankan ibadah salat Asar ketika bangunan roboh. Saat itu, menurut Sofa, banyak santri sempat menyelamatkan diri. Meski demikian, dia menduga masih banyak santri yang terjebak di dalam reruntuhan.

"Ada yang tidak selamat, ada yang meninggal juga, ada yang terjepit, ini masih dalam evakuasi yang masih terjepit di dalam," ucap Sofa.

Sementara pengasuh Ponpes Al Khoziny, KH R Abdus Salam Mujib, angkat bicara soal peristiwa ambruknya bangunan tiga lantai di pondoknya. 

Menurutnya, pembangunan sudah berjalan antara sembilan hingga 10 bulan.

Bagian bawah bangunan difungsikan untuk musala dan lantai atas bakal difungsikan untuk hall atau pusat kegiatan santri. Namun, ada dugaan pembangunan tersebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Dugaan tersebut disampaikan Bupati Sidoarjo Subandi. Menurutnya, pengelola belum mengurus izin saat mendirikan bangunan.

"Perizinan belum ada. Ini bangunan melanjutkan. Saya lihat, saya tanyakan izin-izinnya semua enggak ada," katanya.

Ia menyebut bangunan tersebut ambruk saat tengah dilakukan proses pengecoran di lantai tiga. "Tadi ngecor lantai tiga, akhirnya dengan konstruksinya tidak standar, akhirnya tidak mampu akhirnya semua roboh," jelasnya.

Dia tak menampik banyak pondok pesantren yang mengesampingkan ihwal perizinan saat membangun bangunan.

"Banyak pondok itu kadang bangun masjid, pondok, kadang dia tidak mengurus IMBnya dulu langsung dibangun, baru selesai ini izin-izin baru selesai. Mestinya sebelum dibangun izin-izin, termasuk IMB. Ini harusnya dikerjakan dulu biarkan dulu agar konstruksi sesuai standar," tandasnya.

Topik:

Pondok Pesantren Al Khoziny