Temuan BPK soal Ketidakwajaran Penggunaan Anggaran BBM, Pengamat: Kecerobohan DLH Kabupaten Purwakarta

![Pengamat Kebijakan Publik Purwakarta Agus Yasin Pengamat Kebijakan Publik Purwakarta, Agus Yasin [Foto: MI/Koswara]](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/pengamat-kebijakan-publik-purwakarta-agus-yasin.webp)
Purwakarta, MI - Pengamat Kebijakan Publik, Agus Yasin mengatakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2025, terkait temuan realisasi belanja bahan bakar (BBM) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta tanpa bukti pertanggungjawaban dan penggunaan anggaran, yang tidak sesuai kondisi riil, merupakan isyarat nyata adanya kecerobohan serius dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
"Terkuak adanya anggaran yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban mencapai Rp 303.786.000, sementara penggunaan anggaran yang tidak sesuai kondisi riil mencapai Rp 1.205.725.884," kata Agus kepada Monitor Indonesia, Kamis (31/7/25).
Manurutnya, dengan nilai sejumlah itu, konsekuensinya terhadap DLH Kabupaten Purwakarta, menjadi sangat serius.
"Terinci bahwa anggaran tanpa bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 303.786.000,-. Secara tata kelola anggaran masuk kategori penyimpangan administratif, dan berpotensi merugikan keuangan daerah dan bisa menjadi indikasi pelanggaran hukum," ujarnya.
Sedangkan penggunaan anggaran tidak sesuai kondisi riil senilai Rp. 1.205.725.884, secara perbuatan melawan ketentuan masuk kategori penyimpangan serius dan indikasi penyalahgunaan anggaran, yang bisa memicu penyelidikan pidana. Jika terbukti ada mark-up, pemalsuan dokumen, atau fiktif.
Bahkan, kata dia, dugaan potensial lainnya terkait hal itu, apabila ditelusuri lebih lanjut, dimungkinkan adanya indikasi kerjasama tidak sah dengan pihak penyedia BBM, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat struktural DLH.
"Kemungkinan juga adanya dugaan pemalsuan dokumen, serta pemanfaatan kendaraan dinas di luar ketentuan," tegasnya.
Konkretnya, apabila dimaknai esensial temuan itu, adalah isyarat kecerobohan dalam perencanaan anggaran.
"Belanja BBM yang melebihi kebutuhan operasional, adalah indikasi perencanaan yang asal-asalan dan tidak berbasis data aktual. Bisa jadi perencanaan disusun hanya untuk menyerap anggaran, bukan berdasarkan kebutuhan riil," ungkapnya.
Menurutnya, Tidak adanya dokumen pertanggungjawaban (SPJ) adalah bentuk kelalaian PPK, PPTK, dan Bendahara. Kepala DLH sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) gagal menjalankan fungsi kontrol dan pembinaan internal, mengabaikan prinsip dasar "transparansi dan akuntabilitas".
"Intinya, temuan LHP BPK bukan hanya Anggaran kerugian, melainkan sinyal kuat bahwa tata kelola anggaran di tubuh DLH Purwakarta sedang tidak sehat," imbuhnya.
Ketiadaan SPJ dan penyimpangan penggunaan BBM adalah bentuk kecerobohan struktural, bukan sekadar kesalahan teknis.
Jika temuan ini dianggap sepele, lanjut dia, maka akan terjadi pembiaran sistemik dalam belanja rutin lainnya.
"OPD yang gagal menjawab temuan LHP layak dievaluasi, baik dari sisi kompetensi, integritas, maupun kepemimpinan," pungkasnya. (Koswara)
Topik:
Penggunaan Anggaran BBM DLH Kabupaten Purwakarta