PPHN Bisa Dihadirkan Melalui Konsesus Politik

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 11 Oktober 2021 19:43 WIB
Monitorindonesia.com - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Didin Damanhuri menilai rencana hadirnya Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) merupakan suatu kemajuan dibandingkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang hanya berbasis kepada visi presiden terpilih. Karenanya, rencana adanya PPHN yang sudah merupakan konsensus partai-partai politik (Parpol) dalam beberapa tahun terakhir sangat perlu didukung. "Jika menghadirkan PPHN melalui amandemen dirasakan bisa menimbulkan kegaduhan politik. Jadi MPR RI sebenarnya bisa menghadirkan PPHN tanpa amandemen, yakni melalui konsensus politik,” sebut Didin berbicara dalam Focus Group Discussion (FGD) MPR RI dengan tema ‘Pokok-Pokok Haluan Negara’, di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/10/2021). Apalagi, lanjut Didin, bangsa ini pernah punya pengalaman saat reformasi, konsensus politik menetapkan tidak boleh merubah pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD), sehingga perubahan (amandemen) keempat konstitusi, terhadap pembukaan tidak pernah dilakukan. “Bagaimana teknisnya, mungkin para ahli hukum tata negara bisa mengkajinya lebih jauh," jelasnya seraya menerangkan, negara seperti Amerika Serikat (AS) dan juga beberapa negara Eropa tidak memiliki perencanaan jangka panjang dalam pembangunannya karena mereka bermazhab market oriented. Namun harus diingat, Amerika kini sudah akan disalip oleh Tiongkok, Korea Selatan, dan juga Jepang, yang merupakan negara-negara yang memiliki perencanaan pembangunan jangka panjang. "Pada tahun 1950-an, Jepang bahkan sudah memiliki perencanaan pembangunan hingga 50 tahun ke depan. Begitupun dengan Tiongkok,” sebut dia lagi. Karenanya, menurut Didin, keberadaan PPHN merupakan kemajuan dibandingkan dengan berdasarkan RPJMN yang hanya berbasis kepada visi presiden terpilih. Sekaligus menjadi advokasi substansial tentang butuhnya haluan jangka panjang pembangunan sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 ayat 1 yang berbunyi: Perekonomian ‘disusun’. “Jadi bukan diserahkan semata kepada pasar bebas," demikian Didi Damanhuri. Dikesempatan sama, eks Meteri Tenaga Kerja (Menaker), Abdul Latief menjelaskan kalau urgensi PPHN bukanlah masalah setuju atau tidak setuju, melainkan sudah menjadi keharusan. Karena keberadaan haluan negara, saat dirinya menjabat Menteri Tenaga Kerja (1993-1998), bisa melahirkan kebijakan upah minimum regional, tunjangan hari raya (THR), hingga melahirkan Jamsostek. Bahkan, sambung pendiri HIPMI ini, karena menyadari pentingnya haluan negara, ia sampai rela mengundurkan diri sebagai Wakil Badan Pekerja MPR RI, yang pada saat reformasi melakukan amandemen konstitusi untuk mencabut kewenangan MPR RI dalam merumuskan dan menetapkan haluan negara. "Dari kecil kita sudah diajarkan orang tua tentang pentingnya memiliki perencanaan hidup. Begitupun dengan bangsa dan negara, sudah menjadi keharusan untuk memiliki perencanaan. Pada saat Bung Karno, dikenal dengan Pembangunan Semesta Berencana. Presiden Soeharto meneruskan menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pada saat reformasi, perencanaan yang melibatkan partisipasi publik tersebut hilang. Tidak heran jika sampai saat ini kita seperti terlihat linglung," pungkas Abdul Latief. (Ery)

Topik:

hadirkan pphn