BAKN DPR Telaah Hasil Pemeriksaan Cukai Perusahaan Rokok di Kudus

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 8 Juni 2022 17:35 WIB
Jakarta, MI - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja untuk menindaklanjuti penelaahan hasil pemeriksaan BPK RI Dengan Tujuan Tertentu (DTT) tentang cukai hasil tembakau dari tahun 2016, tahun 2019, dan tahun 2020. Badan ini berupaya menelaah permasalahan ketidakpatuhan, supaya dapat menghindari adanya potensi kerugian negara. "Disini kami ingin lihat secara aturan penambahan atau pengurangan Barang Kena Cukai (BKC) itu sudah cukup bersahabat dengan dunia usaha dan jumlah Pita Cukai rokok yang diterbitkan selama ini tidak ada penyimpangan," ujar Ketua BAKN DPR RI Wahyu Sanjaya sekaligus ketua tim kunjungan ke PT. Djarum di Kudus, Jawa Tengah, Selasa kemarin (7/6/2022). Mengutip data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menyebutkan, pendapatan pemerintah dari cukai senilai Rp185,9 triliun pada tahun 2020. Nilai tersebut meningkat dari capaian tahun sebelumnya Rp181 triliun. Adapun lebih dari 95 persen diketahui merupakan cukai yang berasal dari hasil tembakau. "Maka kami pun berusaha melihat apakah sistem pengawasan Bea Cukai ini terutama cukai rokok sudah berjalan dengan baik. kalau kita lihat dari temuan dari BPK itu kan adanya kelemahan dalam metode pengawasannya dimana apabila ada cukai yang gagal dan dimusnahkan itu tampaknya kurang optimal pengawasannya," ungkap Wahyu. Dalam pertemuan tersebut, Pemda Kabupaten Kudus juga menyampaikan bahwa keberadaan industri rokok di daerahnya menguntungkan, karena menyerap tenaga kerja. 30 persen penduduk di Kudus, bekerja pada industri rokok. Yang kedua, dampak untuk pembangunan di Kudus dinilai cukup bagus. Perusahaan rokok membantu pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat seperti pembuatan gapura sebagai gerbang memasuki kota Kudus yang berada di perbatasan dengan daerah lain dan juga pembangunan taman-taman kota.   Sementara kerugiannya adalah pencemaran lingkungan dan polusi udara. Seperti yang dikeluhkan oleh warga mengenai munculnya bau tidak sedap dari pabrik rokok diwaktu-waktu tertentu sebagai reaksi bahan kimia yang dicampurkan dengan tembakau. Bayi-bayi yang lahir di Kudus juga diprediksi lebih rentan mengalami penyakit paru atau flek. Menanggapi pernyataan Pemda Kudus terkait kebingungan dalam pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) yang peruntukannya diatur oleh Undang-undang dan dirasa tidak fleksibel, politisi fraksi Partai Demokrat ini menyarankan agar Pemda Kudus mencontoh daerah-daerah lain yang memanfaatkan dana ini untuk bidang Kesehatan, misalnya dengan membangun Rumah Sakit Paru. "Tentunya ini menjadi masukan kepada kami agar bisa menyampaikan permasalahan ini kepada pemerintah supaya ke depannya dana DHBCT lebih fleksibel dalam penggunaanya," pungkasnya. [Sul]

Topik:

BAKN DPR
Berita Terkait