Anggota Komisi XI DPR Yakin UU PPSK Bisa Atasi Masalah di Sektor Keuangan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 16 Desember 2022 16:13 WIB
Jakarta, MI- DPR RI dan Pemerintah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang dalam Rapat Pembicaraan Tingkat II/ Pengambilan Keputusan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan II tahun 2022-2023 yang diselenggarakan Kamis (15/12). Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin mengaku optimistis dengan adanya UU PPSK bisa mengatasi dan mencegah berbagai masalah di sektor keuangan. “Selama beberapa tahun terakhir, sektor keuangan kita terus mengalami dinamika perubahan yang pesat yang diantaranya dipicu perkembangan inovasi teknologi serta produk/jasa keuangan, namun belum sepenuhnya teregulasi dengan baik. Makanya banyak kasus investasi bodong, pinjol ilegal, robot trading, rentenir. Pengawasan market conduct juga belum optimal, sehingga muncul kasus di sektor keuangan, seperti gagal bayar di sektor perasuransian,” ungkap Puteri dalam keterangan tertulis, Jumat,(16/12/2022). Sebagai informasi, UU PPSK merupakan usulan DPR RI berbentuk omnibus yang membentuk dan merevisi berbagai undang-undang terkait di sektor keuangan. Dalam pembentukannya, DPR RI dan Pemerintah menyepakati 5 (lima) pilar utama UU PPSK. Yaitu, memperkuat kelembagaan otoritas sektor keuangan, penguatan tata kelola dan meningkatkan kepercayaan publik atas industri keuangan, mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan, memperkuat perlindungan negara terhadap konsumen produk keuangan, serta memperkuat literasi, inklusi, dan inovasi di sektor keuangan. “Karena itu, kami di Komisi XI bersama pemerintah sepakat agar undang-undang ini diarahkan untuk mampu mengatasi dan mencegah kelemahan di sektor keuangan agar konsumen semakin terlindungi dan menciptakan industri keuangan yang semakin sehat. Dari segi pencegahan, kita wajibkan industri dan otoritas keuangan tingkatkan kegiatan literasi dan inklusi masyarakat. Supaya masyarakat semakin cerdas dan memahami betul manfaat, risiko, dan biaya berbagai produk/jasa keuangan yang digunakan. Serta, mempermudah dan memperluas akses konsumen atas produk/jasa yang aman dan berizin,” lanjut Puteri. Lebih lanjut, Puteri juga menjelaskan komitmen UU PPSK untuk mengatasi praktik-praktik teknologi finansial (fintech) ilegal. Hal ini mengingat tingginya prevalensi kegiatan fintech ilegal, meski berulang kali dilakukan pemblokiran platform maupun moratorium perizinan oleh otoritas. “Kemudian, skema penanganan penyelenggara fintech ilegal, termasuk pinjol ilegal, yang beroperasi tanpa izin ini perlu dipertegas melalui penindakan, supaya dapat diberantas. Karenanya, kami setuju menambahkan ketentuan ancaman sanksi pidana, baik berupa denda dan penjara, bagi penyelenggara tanpa izin. Diharapkan menjadi efek jera terhadap penyelenggara, karena sudah menjatuhka banyak korban dan menurunkan kepercayaan masyarakat atas industri pinjol kita,” jelas Politikus Golkar itu. Di samping itu, Ketua Bidang Keuangan dan Pasar Modal DPP Partai Golkar ini juga menjelaskan, upaya UU PPSK untuk mengatasi berbagai kasus di sektor perasuransian. “Kita perlu pertegas tanggung jawab perusahaan perasuransian atas kegiatan para pialang dan agen asuransi, karena banyak kasus yang disebabkan mis-selling, seperti unit link. Kita juga lembagakan Program Penjaminan Polis di bawah LPS untuk melindungi dana polis konsumen jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Termasuk, kita juga atur pidana tambahan berupa penggantian kerugian, supaya konsumen yang mengalami kerugian dalam kasus-kasus di sektor jasa keuangan, termasuk industri asuransi, bisa mendapatkan pengembalian dana,” tutup Puteri.

Topik:

Uu PPSK
Berita Terkait