Kabar Baik Bagi Mantan Narapidana, Bisa Jadi Pejabat!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 Januari 2023 22:27 WIB
Jakarta, MI - Kabar baik bagi mantan narapidana bisa menjadi pejabat dalam hal ini dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota legislatif dengan syarat telah menjalani hukuman pidananya lebih dari 5 tahun. Hal itu diamini oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari dalam dialog publik bertajuk “Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas, Polarisasi Politik, dan SARA pada Pemilu 2024”, di Jakarta Selatan, dikutip pada Jum'at (27/1). "Istilah awamnya sudah bebas murni, dan durasi bebas murninya sudah lebih dari 5 tahun,” kata Hasyim. Namun demikian, hal itu masih menjadi perdebatan di publik tentang kepastian boleh dan tidaknya. Mengutip Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menyatakan bahwa mantan napi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif hanya perlu membuat keterangan pernah dipenjara sebagai syarat administratif pencalonan. "Surat pernyataan bermeterai bagi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana," demikian bunyi Pasal 240 Ayat (2) huruf c UU Pemilu. Sementara dalam Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan Kemudian dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 berbunyi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah mengatur hak untuk memilih dan dipilih. Pasal 43 Ayat (1) UU HAM pada pokoknya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu: Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Selain itu, dalam Pasal 73 UU HAM mengatur soal pembatasan dan larangan hak serta kebebasan setiap warga menyatakan bahwa: Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.