Potensi Konflik Kepentingan, Menteri Nyaleg Didesak Mundur!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 13 Mei 2023 07:57 WIB
Jakarta, MI -  Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mendesak para menteri dan wakil menteri (wamen) di Kabinet Indonesia Maju mengundur­kan diri jika ingin maju di Pemilu 2024 sebagai calon anggota legislatif (caleg). Apalagi berpotensi timbulnya konflik kepentingan. “Misalnya, penggunaan aset dan fasilitas negara serta kewenangan yang melekat sebagai pejabat untuk kepentingan meraup suara di daerah pemilihannya,” kata Kurnia, Sabtu (13/5). Selain itu, kata Kurnia, kinerja sebagai menteri juga diyakini tidak akan maksi­mal, apalagi jelang masa kampanye nanti. Konsentrasi mereka dalam menjalankan mandat sebagai menteri akan terganggu. “Jika mereka tidak kunjung mengun­durkan diri, kami mendesak presiden mengambil sikap, seperti memberhenti­kan mereka sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju,” katanya. Tidak hanya itu, Kurnia juga mendesak anggota kabinet lain yang akan maju, baik sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden 2024, segera me­ninggalkan jabatannya. Potensi persoalannya pun serupa, mereka disinyalir dapat memanfaatkan fasilitas negara untuk melakukan kam­panye terselubung. Dalam masa pendaftaran calon anggota legislatif, diketahui sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju turut men­calonkan diri. Yaitu, Zulkifli Hasan (Menteri Perdagangan) dari Partai Amanat Nasional, Ida Fauziyah (Menteri Ketenagakerjaan) dan Abdul Halim Iskandar (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) dari Partai Kebangkitan Bangsa, Afriansyah Noor (Wakil Menteri Ketenagakerjaan) dari Partai Bulan Bintang dan Angela Tanoesoedibjo (Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) dari Perindo. Diketahui, tidak ada aturan yang melarang menteri mengharuskan mun­dur jika menjadi calon anggota legislatif (caleg). Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 57/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa menteri tak harus mundur untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPD atau DPRD. Putusan ini diketok Ketua MK saat itu Hamdan Zoelva, yang memimpin sidang pembacaan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Menurut MK, jabatan menteri adalah jabatan politik yang eksistensinya sangat bergantung pada Presiden. Sepanjang Presiden memerlukan menteri, yang bersangkutan dapat dipertahankan, atau sebaliknya. Jabatan menteri berbeda dengan jaba­tan lain seperti bupati yang dipilih secara demokratis, sehingga eksistensinya ber­gantung pada yang bersangkutan. Berbeda pula dengan pejabat BUMN yang terikat pada aturan disiplin di ling­kungan BUMN dan pemegang saham. Memang, menurut Mahkamah, menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota leg­islatif berpotensi menyalahgunakan kekua­saan dan memanfaatkan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pencalonannya. Namun, hal itu dapat ditekan karena ada mekanisme kontrol dari Presiden, DPR maupun masyarakat. Sementara, menjelang Pemilu 2019, Presiden Jokowi mempersilahkan menter­inya maju sebagai caleg. Saat itu, Jokowi mengatakan, menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tak harus mundur, tetapi wajib cuti. (LA) #Menteri Nyaleg