Basa-basi Tolak RUU DKJ Usai Disetujui hingga Eks Gubernur DKI Bilang "Jika Tak Ada Pemilihan Langsung Tidak Mungkin Pak Jokowi....."

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Desember 2023 00:38 WIB
HUT DKI Jakarta ke-496 (Foto: Dok MI)
HUT DKI Jakarta ke-496 (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ yang merupakan usulan DPR RI telah disetujui dalam rapat paripurna DPR dalam rapat paripurna pada Selasa (5/12), tetapi menimbulkan penolakan karena mengamanatkan penunjukan langsung gubernur Jakarta oleh Presiden.

Adalah Pasal 10 Ayat 2 draf RUU DKJ berbunyi, "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD".

Dalam rapat paripurna, awalnya seluruh fraksi di DPR kecuali PKS menyetujui draf RUU DKJ disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Namun, belakangan mayoritas fraksi di DPR menyatakan menolak klausul yang mengatur gubernur Jakarta ditunjuk presiden.

Sembilan fraksi di DPR RI telah menyatakan sikapnya masing-masing terkait draf RUU DKJ. Dari 9 fraksi, 8 fraksi menolak usulan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ditunjuk presiden. Mereka adalah PDIP, Golkar, PKS, Nasdem, PKB, PPP, PAN, dan Demokrat. Gerindra menjadi satu-satunya fraksi di DPR RI yang setuju dengan usulan tersebut.

"Setelah RUU DKJ disetujui sebagai inisiatif DPR, pentolan fraksi ramai-ramai menyampaikan sikap penolakan atas draf RUU khususnya soal klausul penunjukan gubernur oleh presiden," ujar Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dikutip pada Senin (11/12).

Anehnya, ungkap Lucius, karena penolakan itu tidak muncul dalam proses penyusunan draf dan proses sinkronisasi di Badan Legislasi DPR. Sikap tersebut menandakan bahwa 8 dari 9 fraksi di DPR sesungguhnya tidak masalah dengan ketentuan yang ada di dalam RUU DKJ.

"Ya sangat mungkin sikap penolakan itu hanya basa-basi atau tipu-tipu khas musim pemilu saja. Masalahnya kalau sudah sejak awal mereka tidak kritis dengan keanehan dalam draf RUU DKJ, bagaimana bisa kita percaya di tahap pembahasan nanti mereka berubah sikap?" tanya Lucius.

Jika mayoritas fraksi benar menolak sistem penunjukan gubernur DKI Jakarta, tegas dia, mereka harus mewujudkan hal itu dalam pembahasan RUU DKJ bersama pemerintah. Klausul yang mengatur gubernur Jakarta ditunjuk presiden harus segera dicoret dari draf RUU.

"Saya kira kita perlu mendorong agar DPR bisa lebih serius dalam proses pembahasan RUU DKJ dan RUU lainnya. Mereka sudah di ujung periode, jadi sudah waktunya mereka memikirkan legacy, bukan hanya sekedar menjalani rutinitas saja," tandas Lucius.

Terkait RUU DKJ tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memberikan beberapa catatan. Ahok mengaku lebih suka pemilihan secara langsung. Pasalnya, tanpa mekanisme demokrasi itu, dirinya tak akan pernah memimpin Jakarta periode 2012-2017. 

“Jika saat itu tidak ada proses pemilihan langsung, tidak mungkin Pak Jokowi dan saya maju, dan ada kesempatan terpilih,” kata mantan Anggota DPR RI itu dikutip pada Senin (11/12).

Dalam catatannya juga, ia menegaskan bahwa demokrasi harus berdasarkan meritokrasi, bukan SARA. Komisaris Utama PT Pertamina ini pun menambahkan bahwa yang terpenting saat ini adalah kemauan mengedukasi masyarakat agar taat aturan dan berani menegakkan hukum. 

Lantas Ahok  mengingatkan kembali tentang pentingnya sila ke lima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Mewujudkan keadilan sosial, bukan bantuan sosial,” tegasnya.

Belakangan diketahui bahwa aturan yang termaktub dalam Pasal 10 Ayat 2 RUU DKJ itu adalah usulan dari Bamus Betawi. Rupanya ada dua organisasi yang memiliki label Bamus Betawi di Jakarta.

Pertama adalah Badan Musyawarah Betawi atau yang akrab disebut Bamus Betawi. Kedua, Badan Musyawarah Suku Betawi 1982 yang juga sama-sama disebut Bamus Betawi. 

Adapun, Bamus Betawi yang mengusulkan supaya gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden, yakni Badan Musyawarah Suku Betawi 1982 yang diketuai Zainuddin.