Pilih Mana, Beri Selamat Pemenang Pilpres atau Hak Angket DPR tapi Sebatas Pepesan Kosong?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 Februari 2024 15:20 WIB
Gedung Kura-kura Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI (Foto: Dok MI)
Gedung Kura-kura Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo menjadi peserta Pilpres 2024 pertama yang melemparkan wacana penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilihan umum (pemilu). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun telah meminta semua yang merasa keberatan atas hasil pemungutan suara untuk menempuh mekanisme yang seusai dengan aturan.

Ganjar menegaskan partai politik pengusungnya, yaitu PDI Perjuangan dan PPP, dapat mengusulkan hak angket di DPR. "Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024," tegasnya dikutip pada Kamis (22/2).

Namun hanya berbekal suara PDIP dan PPP saja tak cukup untuk menggulirkan hak angket di DPR. Pasalnya, menurut UU Nomor 17 Tahun 2014, usulan hak angket bisa diterima jika disetujui dalam rapat paripurna yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.

Sementara itu, total kursi di DPR sejumlah 575 terbagi; PDIP sebanyak 128 kursi (22,26%); Golkar sebanyak 85 kursi (14,68%); Gerindra sebanyak 78 kursi (13,57%); Nasdem sebanyak 59 kursi (10,26%); PKB sebanyak 58 kursi (10,08%); Demokrat sebanyak 54 kursi (9,39%); PKS sebanyak 50 kursi (8,69%); PAN sebanyak 44 kursi (7,65%) dan PPP sebanyak 19 kursi (3,3%).

Artinya, koalisi partai pendukung Ganjar-Mahfud harus bekerjasama dengan partai-partai di Koalisi Perubahan untuk menggolkan wacana tersebut.

"Makanya, kita harus membuka pintu komunikasi dengan partai pendukung Anies-Muhaimin," ungkap Ganjar.

Disambut Anies-Pendukung Belum Satu Suara

Usulan ini pun tampaknya disambut lawan baik politiknya Ganjar, yakni capres nomor 01, Anies Baswedan. Ia menyebut Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, PKB, dan PKS siap berkoordinasi dengan kubu paslon 03.

"Kami yakin bahwa Koalisi Perubahan, Partai NasDem, partai PKB, partai PKS akan siap untuk bersama-sama. Kami siap dengan data-datanya, dan di bawah kepemimpinan fraksi terbesar (PDIP) maka proses DPR bisa berjalan. Saya yakin partai Koalisi Perubahan siap untuk menjadi bagian dari itu," "kata Anies di Posko Tim Hukum AMIN, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2).

Namun, partai pendukungnya belum satu suara. Juru Bicara PKS Muhammad Kholid mengatakan, partainya akan mengkaji dan membahas hak angket bersama partai lain di koalisi. Begitu juga dengan Partai NasDem. "Bisa saja hak angket dilakukan. Tapi, kalau untuk NasDem, kita tunggu arahan Ketua Umum [Surya Paloh]," kata Bendum DPP Partai NasDem Sahroni, Selasa (20/2).

Silakan Saja

Sementara kubu seberang, cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka mempersilakan Ganjar bila ingin menempuh hak angket. "Ya dilihat dulu lah. (Pak Ganjar yang mengajukan) Ya monggo (silakan)," kata Gibran di Solo, Rabu (21/02).

Pengusung Prabowo-Gibran, Partai Golkar pun mengatakan penggunaan hak itu tidak diperlukan. "Buktikan dulu kecurangannya apa? Apakah tidak sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam UU Pemilu? Kan ada Bawaslu. Bukankah penyelenggara pemilu ini juga produk dari DPR RI?" kata Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, Selasa (20/02).

Begitu juga dengan Partai Gerindra. "Saya kira, bagi kami, itu sesuatu yang tidak perlu untuk diajukannya hak angket," kata Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menanggapi santai wacana tersebut. "Ya itu hak demokrasi, enggak apa-apa kan," ujarnya usai menghadiri Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2024 di kawasan Ancol, Jakarta, Selasa (20/2).

Terlepas dari wacana tersebut akan dieksekusi atau tidak, pengamat politik Ray Rangkuti menjelaskan bahwa hak angket DPR tak akan mengubah hasil pemilu. Karena itu hanya mungkin diubah lewat sengketa pemilu di MK. Namun, hak angket menjadi penting untuk menunjukkan sikap politik.

“Tujuannya bukan soal menang-kalah, tapi kita ingin memastikan ada hukuman bagi mereka yang salah, meskipun tidak mengubah hasil,” ujarnya. “Kedua, kita menjadi belajar bahwa (pemilu) yang seperti ini harus ditinggalkan di masa mendatang.”

Adapun berdasarkan informasi yang dihimpun, bahwa usulan penggunaan hak-hak ini kemungkinan akan dibahas pada pembukaan sidang DPR pada Maret mendatang. 

Sulit Terwujud

Namun Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Aisah Putri Budiatri menilai pengajuan hak interpelasi dan hak angket mungkin dan dapat dilakukan. “Tapi apakah itu mungkin berlanjut hingga disidangkan dan selesai, itu saya ragukan,” katanya.

Menurutnya, penggunaan hak interpelasi dan angket - yang kemungkinan bertujuan untuk menunjukkan terjadinya kecurangan dan memengaruhi hasil pemilu, bahkan memakzulkan presiden - membutuhkan proses politik yang panjang.

“Kurang dari satu tahun akan terjadi pergantian partai parlemen dan pemerintahan, sementara hak angket yang melakukan investigasi butuh waktu. Saya pesimis dari sisi waktu,” katanya.

Sementara itu, pengucapan sumpah anggota DPR dan DPD dilaporkan akan dilakukan pada 1 Oktober 2024, sedangkan pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024. Aisah lebih condong menganalisi bahwa gaung hak interpelasi dan hak angket untuk melihat arah peta koalisi dan oposisi di pemerintahan ke depan. “Siapa yang akan menjadi teman atau oposisi. Jadi tanda-tanda posisi politik mereka ke depan,” katanya.

Sebatas Pepesan Kosong

Di sisi lain, pengamat politik Adi Prayitno menilai usulan hak angket DPR untuk mengusut kecurangan pemilu akan sulit terwujud jika melihat peta kekuatan politik saat ini. Terutama setelah Partai Demokrat berhasil dirangkul oleh Presiden Jokowi.

"Rasa-rasanya hak angket ini nyaring. Ramai di ruang publik tapi pada level keputusan elit rasanya sulit," ujar Adi, Rabu (21/2) kemarin.
 
Menurut Adi, hak angket menjadi domainnya ketua umum partai dan pimpinan fraksi di DPR. Jika pimpinan fraksi tidak sepakat, maka hak angket tidak mungkin terwujud. "Sekuat apapun narasi soal hak angket, saya kira hanya sebatas pepesan kosong yang tidak bisa diwujudkan untuk mengungkap berbagai dugaan kecurangan pemilu," tandasnya.

Hanya Gertakan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Jimly Asshiddiqie menilai wacana hak angket DPR itu hanyalah gertakan politik saja. Menurut Jimly, hak angket tidak akan berpengaruh karena digulirkan dalam waktu yang terbatas yakni 8 bulan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024 mendatang.

"Hak angket itu kan, hak interpelasi, hak angket, penyelidikan, ya waktu kita 8 bulan ini sudah enggak sempat lagi, ini cuma gertak-gertak politik saja," kata Jimly di kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/2).

Jimly mengatakan, ada banyak saluran yang dapat ditempuh apabila merasa ada kecurangan pada pelaksanaan pemilu, yakni melalui Bawaslu, DKPP, maupun mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Lagi pula, dugaan kecurangan pemilu tersebut tidak hanya menguntungkan satu kubu, tapi ketiga kandidat yang memngikuti kontestasi Pilpres 2024.

"Jadi jangan karena kemarahan lalu menggerakkan kebencian kolektif, lalu menggerakkan gerakan untuk pemakzulan atau apalah namanya itu," ujar Jimly yang juga anggota DPD RI.

Jimly pun menyarankan kepada semua kandidat untuk tidak menimbulkan keriuhan baru. Sebaliknya, para kandidat agar memberi selamat kepada pasangan yang sudah unggul dalam hitung cepat sejumlah lembaga.

Sebab, hasil hitung cepat umumnya tidak berbeda dengan hasil perhitungan resmi yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Kalaupun enggak mau memberikan ucapan selamat, tunggu sesudah keputusan KPU (beri) ucapan selamat, tapi jangan manas-manasin, tunggu dulu sabar, jangan manas-manasin," tandasnya.

Syarat hak angket

Untuk dapat mengajukan Hak Angket, para anggota legislatif wajib memenuhi sejumlah syarat seperti dalam dalam UU Nomor 17 Tahun 2014. Hak angket wajib diusulkan minimal 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.

Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat setidaknya materi kebijakan dan/atau pelaksanaan UU yang diselidiki dan alasan penyelidikan.

Usulan hak angket diterima jika mendapatkan persetujuan dalam rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.

Keputusan hak angket diambil dari persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna tersebut.

Untuk bisa mengusulkan hak angket ke DPR, pengusul juga perlu menjalani langkah sebagai berikut:

Usulan hak angket disampaikan oleh pengusul kepada pimpinan DPR dan diumumkan kepada semua anggota dalam rapat paripurna.

Badan Musyawarah akan menjadwalkan rapat paripurna atas usul hak angket dan memberikan kesempatan pengusul memberikan penjelasan atas usulannya.

Pengusul berhak mengubah dan menarik usulan ke pimpinan DPR secara tertulis selama hak angket belum disetujui.

Jika jumlah pengusul hak angket tidak mencukupi atau mengundurkan diri, maka harus ada penambahan pengusul atau rapat paripurna ditunda.

Jika dalam dua kali persidangan jumlah pengusul tidak memenuhi, usulan hak angket gugur.

DPR dapat menerima atau menolak usulan hak angket dalam sidang paripurna dengan menilai usulan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

DPR yang menerima usulan hak angket akan menetapkan panitia angket beranggotakan semua unsur fraksi DPR dan biaya yang dibutuhkan. (wan)