Gerindra Sebut Ada Kemungkinan UU Kementerian Negara Direvisi

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 12 Mei 2024 21:25 WIB
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani (Foto: Dok MI/Dhanis)
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani (Foto: Dok MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut ada kemungkinan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara direvisi.

Menurutnya, UU itu bersifat fleksibel.

"Tetapi karena setiap presiden punya masalah dan tantangan yang berbeda. Itu yang kemudian menurut saya UU Kementerian itu bersifat fleksibel tidak terpaku pada jumlah dan nomenklatur. Ya, mungkin revisi itu dimungkinkan," katanya di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (12/5/2024).

Muzani menjelaskan, bahwa UU tersebut dapat disesuaikan dan tak terpaku dengan jumlah pos kementerian.

"UU tentang Kementerian itu kan di satu sisi membatasi bagi presiden terpilih. Sementara presiden terpilih dalam 5 tahun kepemimpinan yang akan datang punya tantangan dan policy yang berbeda," ungkapnya.

"Apakah nomenklaturnya akan diubah, akan ditambah atau digantikan, itu saya tidak tahu," sambungnya.

Pun Muzani mengungkit era Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengalami perubahan nomenklatur pemerintahan. 

Namun dia belum mengetahui seperti apa perubahan era Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan presiden terpilih Prabowo nantinya.

"Masalahnya nomenklatur dari pemerintahan itu selalu berbeda dan tantangan programnya juga berbeda," jelasnya.

"Itu yang menyebabkan saya kira hampir di setiap kementerian dulu dari Ibu Mega ke Pak SBY ada penambahan atau perubahan. Dari pak SBY ke Pak Jokowi juga ada perubahan, dan apakah dari Pak Jokowi ke Pak Prabowo ada perubahan, itu yang saya belum," timpal Muzani.

Diketahui, pada pemerintahan periode Prabowo-Gibran mendatang, jumlah nomenklatur kementerian diwacanakan akan bertambah menjadi 40.

Sebelumnya, nomenklatur kementerian dalam pemerintahan Jokowi-Ma’ruf adalah 34.

Disebutkan bahwa alasan dari penambahan nomenklatur kementerian adalah untuk mengakomodir beban kerja negara yang cukup besar mengingat luasnya wilayah Indonesia dan padatnya jumlah penduduk.

Menurut orang-orang dekat Prabowo, langkah ini diambil sebagai upaya membangun koalisi besar untuk menguasai Dewan Perwakilan Rakyat. 

Sehingga program pemerintah yang diusulkan dapat berjalan lancar.

Kendati demikian, penambahan jumlah kementerian memerlukan revisi UU 39/2008 yang membatasi jumlah kementerian maksimal hanya 34.

Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, mengatakan wacana pembentukan kementerian baru di kabinet presiden terpilih Prabowo Subianto merupakan keniscayaan.

"Sebuah keniscayaan konstitusional jika ada perubahan nomenklatur atau pembentukan kementerian baru dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah," kata Fahri dalam keterangan resminya pada Jumat (10/5/2024).

Adapun perubahan nomenklatur tersebut bisa dilakukan dengan cara merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 

Dia menjelaskan, revisi aturan tersebut setelah presiden terpilih mengucapkan sumpah itu sah-sah saja. "Tidak ada masalah, itu dibolehkan," katanya.

Menurut Fahri, revisi UU 39/2008 dalam rangka penataan pembentukan kabinet adalah sesuatu constitutional will karena telah diatur dalam UUD 1945. 

Penambahan kementerian baru, kata dia, juga merupakan kewenangan presiden sesuai undang-undang.

"Konstitusi telah mengantisipasi untuk mengakomodasi keadaan kompleksitas urusan pemerintahan negara masa depan, dengan membuka kemungkinan presiden untuk menata serta menyesuaikan kebutuhan pembentukan lembaga kementerian," tandas Fahri Bachmid.