Rasuah Proyek Kemenhub Jalur Darat Gencar Diusut KPK dan Kejagung, Jalur Udara Gimana?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 24 Januari 2024 20:21 WIB
Bandara Udara Toraja (Foto: Ist)
Bandara Udara Toraja (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Aparat penegak hukum (APH), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) gencar mengusut kasus dugaan korupsi pada Kementerian Pehubungan (Kemenhub) yang saat ini dinahkodai oleh Budi Karya Sumadi.

KPK mengusut dugaan rasuah proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, dan proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan.

Kemudian empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat. Terakhir, proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

Sementara Kejagung mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan periode 2017-2023.

Proyek tersebut merupakan PSN jalur darat milik pemerintah.

Namun tak lupa juga bahwa ada dugaan rasuah proyek jalur udara yang semestinya harus diusut tuntas dua lembaga penegak hukum itu.

Apalagi proyek itu menelan anggaran yang cukup besar pula. Adalah proyek Bandara Udara (Bandara) Buntu Kunik, Toraja, Sulawesi Selatan yang menghabiskan anggaran hingga triliunan rupiah. 

Kurun waktu 2013-2021, diketahui bahwa Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengucurkan anggaran jumbo itu.

Sungguh aneh tapi nyata, bandara kecil yang dibangun dalam 10 tahun terakhir tapi anggarannya luar biasa besar.

Berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, proyek itu dibangun di atas tanah seluas 141 hektar dengan panjang landasan pacu pada tahap awal sepanjang 1.600 meter yang bisa didarati pesawat jenis ATR, kemudian apron seluas 94,5 x 67 meter dan taxiway 124,5 x 15 meter.

Luas bangunan terminal sekitar 1.000 meter persegi yang mampu menampung 150 penumpang.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi V DPR RI Willem Andik menegaskan, tak ada alasan pihak aparat penegak hukum tak mengusut dugaan rasuah itu.


Menurutnya, pengusutan kasus ini sangat penting untuk menyelematkan kerugian negara.

"Harus diusut tuntas," tegasnya kepada Monitorindonesia.com.

Sementara itu, Pegiat antikorupsi, Order Gultom menduga ada persekongkolan pada anggaran pembangun proyek Kemenhub itu.

Modusnya tak jauh dengan kasus jalur kereta api.

"Modusnya pengaturan pemenang lelang dengan setoran ke oknum pejabat," katanya.

Tak hanya di bandara Toraja, pembangunan bandara-bandara perintis lainnya di Indonesia juga diduga banyak kejanggalan. Dia menduga ada mafia dalam pembangunan proyek-proyek bandara. 

"Kita lihat dari perencanaan dan pelaksaan lelang yang diduga sarat denganpersekongkolan. Perusahaan pemenang hanya itu-itu saja. Mark up proyek tersebut kami duga cukup besar yang merugokan keuangan negara," ungkap Order. 

Di lain sisi, perlu diketahui bahwa berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, perusahaan yang mengerjakan proyek itu pun patut dipertanyakan.

Pasalnya, perusahaan yang menempati kantor dengan ukuran seperti kost-kostan bisa menang tender sekelas proyek pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

"Kalau perusahaan yang mengerjakan itu, itukan sudah melalui proses, ada namanya penelitian ada namanya pengecekan lokasi, ketika dia memenangkan tender itu, berarti sudah melalui tahap evaluasi," kata Kepala Bandara Toraja, Anas Labakara yang juga Pimpro saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, di Jakarta Pusat, Rabu (17/1) siang.

Sebagai informasi, sebelum tahun 2013, anggaran untuk pembangunan Bandara Buntu Kunik sudah dikucurkan.

Tampak dari adanya Pekerjaan Tanah bandara baru Buntu Kunik lanjutan  Tahun 2013 yang dilaksanakan oleh PT. Putra Jaya.

Tahun tahun berikutnya juga selalu dikucurkan anggaran untuk melanjutkan pembangunan bandara tersebut.

Anggaran Bandara Toraja Sejak Tahun 2013 hingga Tahun 2021

https://monitorindonesia.com/storage/media/photos/0830c4d0-fd06-4b6c-bdfe-f0caa19cf501.jpg

https://monitorindonesia.com/storage/media/photos/58dbf178-d28a-496d-bdb6-52c214e8147b.jpg

https://monitorindonesia.com/storage/media/photos/295c6217-256d-40a5-a010-bc949b3e0fd5.jpg

Order menegaskan, sekalipun anggaran cukup besar setiap tahunnya, progres tidak sebanding dengan banyaknya anggaran yang dikucurkan. 

Bahkan, Order menyebut, pekerjaan sisi darat Tahap II dan Pemotongan Obstacle Tahun Anggaran 2020, tidak terdapat Bill of Quantity.

Dengan demikian, tidak dapat dipahami bagaimana kontraktor PT. Inter Persada Electro Nusantara) mengajukan penawaran  sebesar Rp 96, 6 miliar.

"Kita juga tidak tahu bagaimana pula Pokja dan Pejabat Pembuat Komitmen menguji dan menganalisa kewajaran harga penawaran tersebut. Dalam Pekerjaan Pemasangan Bronjong TA 2020 yang juga dimenangkan oleh PT. Inter Persada Electro Nusantara dengan penawaran sebesar Rp. 47.163.236.117,00 (96,74 %), tidak terdapat rincian BQ (bill of qunatity)," jelas Order.
 
PT. Inter Persada Electro Nusantara, sesuai lpjk.net, miliki sub bidang, Pekerjaan Tanah, Galian dan Timbunan (SP 004). Perusahaan ini bahkan diduga tidak memiliki sub bidang yang berkaitan dengan bangunan gedung. 

"Dengan demikian, karena tidak memiliki Sub Bidang Gedung, PT. Inter Persada Electro Nusantara, tidak memiliki pengalaman dalam membangun gedung dan tidak layak memenangkan lelang," jelasnya.
 
Order mengatakan, pemenang lelang sengaja dibuat bergantian oleh Kemenhub dengan pengusaha yang  sama.

Dokumen lelang Pekerjaan Lanjutan Konstruksi Runway Tahun Anggaran 2020 yang dimenangkan oleh PT.Cipta Agar Utama (satu satunya perusahaan yang memasukkan penawaran) dengan penawaran Rp. 47.683.252.600, tidak  mencantumkan Daftar Kuantitas dan Harga (Bill of Quantity) sebagaimana lajimnya dokumen lelang. 

Hal ini tentu mengundang tanda tanya, wujud pekerjaan tersebut ditengah besarnya anggaran yang dikucurkan dalam membangun bandara Toraja tersebut.

Kondisi itu makin menguatkan adanya pekerjaan yang tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Sehingga perlu dikaburkan dengan cara tidak menyebutkan BQ dalam dokumen lelang.
 
Anggaran yang dikucurkan Dirjen Perhubungan Udara sejak 2013 hingga tahun 2021 telah mencapai hingga Rp 1,439 triliun.

Menurut Order, anggran tersebut tidaklah sedikit. Dibandingkan dengan realita saat ini, patut diduga, anggaran yang menguap cukup besar.

"Penguapan tersebut diperkuat adanya lelang tanpa Bill of Quantity. Seakan pekerjaan tersebut tidak perlu lagi dikerjakan dan hanya melakukan penagihan saja," jelas Order.
 
Berbeda dengan Dokumen Lelang Pekerjaan Sisi Darat Tahap II dan Pemotongan Obstacle Tahun Anggaran 2020 dan Pekerjaan Pekerjaan Lanjutan Konstruksi Runway, Tahun Anggaran 2020.

Dokumen Lelang Pekerjaan Pemasangan Bronjong di atas box culvert STA 0+400 tahun Anggaran 2019, dilengkapi dengan Bill of Quantity. 

"Perbedaan yang sulit dipahami jika tidak ada kepentingan pihak pihak tertentu yang terbungkus di dalamnya. Pekerjaan cut and fill berikut pemadatan bandara ini sangat besar," pungkasnya.