Apa Kabar Skandal Ijazah Palsu Jaksa Agung?

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 9 November 2021 14:02 WIB
Monitorindonesia.com – Skandal ijazah palsu Jaksa Agung ST Burhanuddin hanya muncul dan berlalu begitu saja ketika terkuak pada September 2021. Persisnya tak lama setelah Burhanuddin menerima gelar profesor hukum dari Universitas Soedirman (Unsoed). Pada saat pengukuhan gelar Guru Besar Tidak Tetap Unsoed terungkap riwayat pendidikan Burhanuddin tak sinkron yang membuat banyak kalangan mempertanyakan legalitas ijazah dan menjadi skandal. Sederhananya, latar belakang pendidikan Burhanuddin dalam buku pengukuhan bertentangan dengan yang tertera pada laman resmi Kejaksaan Agung. Perbedaan antara lain terdapat pada jenjang pendidikan S1 dan S2 Jaksa Agung. Dalam buku pengukuhan disebutkan Burhanuddin menempuh pendidikan strata 1 di Universitas 17 Agustus 1945 tahun 1983. Sementara pada situs resmi Kejaksaan Agung, Burhanuddin disebut lulusan sarjana hukum dari Universitas Diponegoro tahun 2001. Pendidikan pascasarjana Burhanuddin dalam buku pengukuhan guru besar disebut didapat dari Sekolah Tinggi Manajemen Labora tahun 2001. Sedangkan pada laman resmi instansi disebut lulus magister manajemen dari Universitas Indonesia tahun 2001. Kejaksaan Agung melalui Kapuspenkum Leonard Simanjuntak telah memberi klarifikasi dengan menegaskan riwayat pendidikan resmi Burhanuddin sesuai dengan yang tertera dalam buku pengukuhan. Burhanuddin menjadi sarjana dari Universitas 17 Agustus, mengambil magister dari Labora dan menempuh S3 dari Universitas Satyagama. Menurut Leonard, riwayat pendidikan Burhanuddin yang tertera dalam buku pengukuhan sesuai dengan data resmi di Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung. Namun, bagi banyak pihak klarifikasi ini diharapkan tidak meniadakan adanya permasalahan dalam pemberian gelar akademik prestisius yakni, guru besar. Obral Pakar hukum Agustinus Pohan meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim memerhatikan permasalahan ini secara serius untuk ke depan. Setidaknya memastikan Dirjen Dikti untuk tidak mengobral gelar tersebut. "Guru besar itu untuk dosen, bukan pejabat sekalipun dia pernah menjadi dosen undangan. Apakah beliau pernah mengajar sehingga layak dijadikan guru besar," kata Pohan, Selasa (9/11/2021). Dia meminta jajaran Kementerian Pendidikan memerhatikan persoalan ini karena tren pemberian guru besar sudah menjadi perbincangan di kalangan dosen. Sementara kalangan pejabat di Indonesia dengan mudah dikukuhkan menjadi guru besar. "Ketua Mahkamah Agung (MA) jadi guru besar di Undip, Ketua MA sebelumnya, Hatta Ali, jadi guru besar di Airlangga. Sekarang Jaksa Agung jadi guru besar juga di Unsoed. Menurut saya yang seperti ini tidak perlu," katanya. Pohan memiliki argumen guru besar merupakan pangkat akademik bagi mereka yang menjadi pengajar tulen. Untuk meraihnya tidak mudah, dosen harus memiliki karya tulis bahkan menerbitkannya dalam jurnal ilmiah, belum lagi standar lain yang harus ditempuh. Dia mengartikan gelar guru besar yang diraih pejabat sekarang ini seperti mazhab dalam dunia kapitalis bahwa the winner takes all. Artinya, ketika berkuasa bisa mendapatkan apa saja termasuk gelar akademik yang mengganggu nalar publik. "Kalau gelar honoris causa sah-sah saja kalau memang memiliki kontribusi dalam dunia ilmiah. Namun untuk guru besar tidak bisa seperti itu," tuturnya. Lebih dari itu, Pohan juga mempertanyakan, mengapa Istana tidak teliti dalam memeriksa rekam jejak dan profil calon pejabat sebelum mengangkatnya dalam kabinet. Malahan integritas Burhanuddin yang sekarang dirundung skandal poligami  dianggap sebagai serangan balik koruptor oleh kalangan politisi di Senayan. "Saya mengerti dan tidak memungkiri adanya potensi serangan balik koruptor, karena jangan lupa korupsi itu white collar crime yang memiliki akses untuk itu. Tetapi tidak bisa berlindung dari serangan balik itu, di banyak negara kalau sudah menyangkut integritas ada pejabat yang memilih mundur atau mungkin klarifikasi. Yang saya heran istana kok bisa mengangkat orang tanpa memeriksa kompetensi dan integritasnya," jelas Pohan. Secara terpisah, mantan mantan Komisioner Kejaksaan (Komjak), Kamilov Sagala, meminta Menteri Nadiem menginvestigasi adanya dugaan ijazah palsu yang membelit Jaksa Agung. Pasalnya peristiwa ini memukul dunia pendidikan yang bersinggungan dengan integritas pimpinan lembaga pengak hukum. "Ini sudah menyangkut kepercayaan publik pada dunia pendidikan," ujarnya.  

Topik:

Istana Jaksa Agung Guru Besar ijazah palsu unsoed ijazah palsu kejagung undip untag