Dua Wali Kota "Tumbal" Summarecon Agung, Siapa Berikutnya?

Surya Feri
Surya Feri
Diperbarui 29 Juni 2022 16:50 WIB
Jakarta, MI - Pusaran kasus korupsi yang saat ini menjerat PT Summarecon Agung semakin memanas. Hal ini setelah ditetapkannya sebagai tersangka oleh KPK sebagai pihak pemberi suap yakni Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SA). Dalam kasus ini, dua kepala daerah sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yang berbeda yakni mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi. Dalam kasus Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti diduga menerima suap sebesar US$ 27.258 demi memuluskan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton. "Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya penggunaan kepemilikan tanah dari warga untuk pengajuan IMB apartemen oleh PT SA Tbk melalui PT JOP," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (29/6/2022). Ali mengatakan penyidik juga mendalami soal proses usulan IMB apartemen dari Summarecon Agung melalui PT Java Orient Property ke Pemkot Yogyakarta. Hal tersebut didalami saat penyidik memeriksa empat saksi yakni Kepala BPKAD Kota Yogyakarta, Wasesa, Koordinator Penanaman Modal Dinas PMPTSP, Wiwin Giri Doriawani, Koordinator PTSP pada Dinas PMPTSP, Nitya Raharjanta, dan staf pengamanan PT Java Orient Property, S Haryo Dewantoro. Selain Haryadi Suyuti tersangka lainnya yang sudah ditetapkan dalam kasus Summarecon Agung di Yogyakarta adalah Nurwidhihartana (NWH) selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta dan Triyanto Budi Yuwono (TBY) selaku Sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi. Selain menyelidiki usulan penggunaan IMB, KPK juga turut memeriksa Ketua RW 013, Andreas AB Prasetyo dalam pemeriksaan tersebut. Andreas dimintai keterangannya soal kepemilikan lahan yang digunakan untuk membangun apartemen. “Hadir dan dikonfirmasi terkait dugaan penggunaan kepemilikan tanah dari warga untuk pengajuan IMB apartemen,” bebernya. Kasus ini berawal terkait permintaan izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan oleh Oon Nusihono untuk mendirikan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro. Diketahui, wilayah itu merupakan masuk dalam Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta. Sehingga, Haryadi Suyuti menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan tersangka Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga izin bangunan dapat diterbitkan. Selama proses penerbitan izin tersebut sejak 2019 sampai 2021, setidaknya Haryadi menerima uang secara bertahap dengan nilai Rp50 juta. Uang itu diberikan Oon melalui tangan kanan Haryadi yakni Tri Yanto Budi. Kasus Wali Kota Bekasi Sementara itu, dalam kasus Rahmat Effendi, Summarecon diduga memberikan gratifikasi senilai Rp 1 miliar. Duit itu diterima melalui yayasan milik Pepen, sapaan karib Rahmat Effendi. Disebutkan gratifikasi itu masuk ke rekening atas nama Masjid Arryasakha Kota Bekasi, yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya, yang didirikan Pepen dan keluarganya. Gratifikasi itu dirinci oleh jaksa KPK di mana salah satunya berasal dari PT Summarecon Agung Tbk, yang totalnya Rp 1 miliar, pemberian berlangsung dua kali sebesar masing-masing Rp 500 juta. Pepen diadili di Pengadilan Tipikor Bandung, tetapi untuk sangkaan suap, pungli, dan gratifikasi. Sedangkan sangkaan mengenai TPPU belum dibawa ke meja hijau. Dalam surat dakwaan, total uang yang diterima Pepen mencapai Rp 19,5 miliar. Dari total penerimaan uang itu, ada sebagian di antaranya tercantum dalam gratifikasi, yang totalnya Rp 1.852.595.000.

Topik:

KPK Rahmat Effendi Haryadi Suyuti Summarecon Agung