Korupsi Rp13 Miliar, Pejabat DKI Era Ahok Ditahan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Agustus 2022 10:21 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melakukan penahanan terhadap satu orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan di Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta. Tersangka tersebut berinisial HD selaku mantan Kepala Unit Pengelola Teknis Peralatan dan Perbekalan (UPT Alkal) Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta di era Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sewaktu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. "Tim penyidik bidang pidsus Kejati DKI Jakarta telah melakukan penahanan badan terhadap satu orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan pada UPT Alkal Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015," kata Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (25/8/2022). Akibat dari kasus dugaan korupsi tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 13.673.821.158. Penahanan HD dimulai pada hari ini, Kamis, 25 Agustus 2022, berdasarkan surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-2199/M.1/Fd.1/08/2022 tanggal 25 Agustus 2022. Ia ditahan selama 20 hari kedepan di rumah tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung). "Bahwa terhadap Tersangka HD dilakukan penahan di Rutan Salemba cabang Kejagung selama 20 hari kedepan," jelasnya. Ashari menjelaskan bahwa alasan jaksa penyidik Pidsus Kejati DKI Jakarta melakukan penahanan terhadap tersangka HD berdasarkan syarat obyektif, karena ancaman hukuman pidana penjara lebih dari 5 tahun. "Dan syarat subyektif, karena dikhawatirkan tersangka HD melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya kembali sebagaimana ketentuan Pasal 21 KUHAP," ucap Ashari. Dalam konstruksi perkara korupsi pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan ini terjadi pada tahun 2015 UPT Alkal Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta melakukan pengadaan 19 unit alat-alat berat penunjang perbaikan jalan. Pemenang tender adalah PT DMU dengan nilai kontrak Rp 36,1 miliar. "Penyedia barang dalam pekerjaan tersebut adalah PT DMU berdasarkan kontrak pengadaan barang nomor 30/-007.32 antara Unit Peralatan dan Perbekalan (UPT Alkal) Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta yang ditandatangani oleh tersangka HD selaku PPK dan Tersangka IM selaku Direktur PT. DMU dengan nilai kontrak sebesar Rp 36 miliar lebih," lanjutnya. Kemudian, kata Ashari, tersangka HD tidak membuat harga perkiraan sendiri (HPS), tetapi hanya membuat rencana anggaran biaya (RAB) berdasarkan brosur dan spesifikasi dari PT DMU saat melakukan pengadaan alat-alat berat ini melalui e-katalaog. Padahal seharusnya dalam pembuatan RAB harus berdasarkan harga survei pasar. "Tersangka HD selaku PPK dalam melaksanakan kegiatan pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan melalui Purchasing e-Katalog tidak membuat atau menetapkan HPS, tetapi hanya membuat RAB berdasarkan brosur dan spesifikasi dari PT DMU," jelasnya. Tersangka HD memerintahkan petugas panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP) menerima alat-alat berat yang dikirimkan oleh PT DMU berupa Pakkat Maintenance Road Truck (PMRT) dan menandatangani Berita Acara Penerimaan dan Berita Acara Pemeriksaan Barang tanpa melakukan pemeriksaan fisik barang yang diserahkan oleh PT. DMU. Namun, lanjut dia, barang alat-alat berat yang dikirimkan PT DMU tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang didalam kontrak. Atas perbutannya, HD disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.