Secangkir Kopi Sianida Bikin Geger Indonesia

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 3 Oktober 2023 00:53 WIB
Jakarta, MI - Setelah film dokumenter berjudul "Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso" dirilis di Netflix pada 28 September 2023. Nama ayah Wayan Mirna Salihin, yaitu Edi Darmawan Salihin menjadi perbincangan hangat publik saat ini. Bahkan masyarakat saat ini masih dibuat penasaran tentang kebenaran di balik kematian Mirna Salihin, sementara kasus ini terus menjadi salah satu misteri yang membingungkan dan kontroversial dalam sistem hukum Indonesia. Edi Darmawan Salihin menjadi pusat perhatian karena perannya dalam film tersebut, di mana ia memberikan kesaksian mengenai pembunuhan Mirna Salihin. Dalam film dokumenter tersebut, Edi Darmawan Salihin juga mengungkapkan bahwa ia telah berjuang keras untuk membela anaknya dengan segala kemampuannya. Bahkan, ia rela mengeluarkan sejumlah uang untuk melawan pengacara Jessica Wongso, Otto Hasibuan. "Untung papa defense Mirna. Sendiri, tanpa lawyer. Jadi dengan kekuatan papa, power papa, semua papa keluarin, papa lawan. Pokoknya papa mesti mati-matian pada saat itu. Dia (kubu Jessica Wongso) keluar uang. Ya papa pakai (uang), tapi engga banyak. Dia orang habis banyak," ujar Edi di pusara Mirna. Tragedi kematian Mirna Salihin pada tahun 2016. Dalam film dokumenter terseut juga mengangkat perspektif yang berbeda tentang hasil otopsi dan tes post-mortem yang dilakukan pada Mirna Salihin. Meskipun ada kesaksian yang menyatakan usus Mirna terkorosi dan mulutnya menghitam, ahli patologi forensik dari berbagai latar belakang memberikan pendapat yang berbeda. Beberapa menyatakan bahwa tidak ada bukti kematian disebabkan oleh sianida, sedangkan yang lain mencurigai kemungkinan sebab kematian yang lain, termasuk pengaruh bahan kimia pembalseman. Untuk diketahui, bahwa Jessica Kumala Wongso telah menjalani 27 kali persidangan dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta, pada 6 Januari 2016. Mirna tewas diduga lantaran diracun sianida lewat es kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica. Persidangan ini telah berlangsung selama empat bulan lamanya. Pada Rabu 15 Juni 2016, Jessica mulai menjalani sidang perdana. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Jessica dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Tim kuasa hukum Jessica langsung menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan tersebut. Dalam eksepsi-nya, dakwaan JPU disebut terlalu dangkal lantaran unsur pembunuhan berencana tidak dipenuhi. Selanjutnya, pada Selasa 21 Juni 2016‎, JPU memberikan tanggapan atas eksepsi Jessica. Jaksa membantah seluruh argumen tim kuasa hukum Jessica. Menurut jaksa, dakwaannya tidak menitikberatkan alat atau objek pembunuhan, tetapi mengabaikan peran subjek. Peran subjek yang dimaksud sangat penting dalam memberikan gambaran tentang adanya ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya perencanaan pembunuhan hingga pelaksanaan. Pada Selasa 28 Juni 2016, majelis hakim menolak semua eksepsi Jessica dan memutuskan melanjutkan persidangan ke pokok perkara. Kemudian pada selasa 12 Juli 2016, ayah Mirna, Edi Dharmawan Salihin; suami Mirna, Arief Soemarko; dan kembaran Mirna, Sendy Salihin; memberikan keterangan dalam persidangan. Pada kesaksiannya, Dharmawan menyebut dirinya meminta dokter untuk mengambil cairan dari perut Mirna. Dia juga menceritakan bagaimana tingkah laku terdakwa yang dianggap mencurigakan selama di Rumah Sakit (RS) Abdi Waluyo. Sementara itu, Arief menceritakan Jessica yang pernah marah besar kepada istrinya pada Oktober 2014. Hal itu lantaran Mirna menasihati mengenai hubungan Jessica dengan pacarnya, Patrick. Tak terima dengan nasihat Mirna, Jessica pun meninggalkan Mirna dalam pertemuan tersebut. Mirna takut kepada Jessica dan tidak ingin menemui Jessica sendirian. Shandy Salihin mengungkapkan bahwa Jessica sempat mengirimkan artikel berita tentang es kopi Vietnam beracun setelah Mirna tewas. Dia merasa Jessica sengaja mengarahkannya agar menduga Mirna tewas karena mengonsumsi es kopi Vietnam. Pada Rabu 13 Juli 2016, Boon Juwita alias Hani yang saat itu bersama Mirna dan Jessica di Kafe Olivier memberikan kesaksian dalam persidangan. Hani menceritakan kondisi Mirna usai menyeruput es kopi Vietnam. Mirna sempat meminta Hani untuk mencicipi minumannya lantaran tidak enak. Ia juga menyatakan Jessica sempat merasa sesak napas dan mengucapkan “I’m sorry” saat mengetahui Mirna meninggal. Di hari Rabu 20 Juli 2016, persidangan mendengarkan kesaksian tiga pegawai Kafe Olivier, yaitu Aprilia Cindy Cornelia yang bekerja sebagai resepsionis, serta Marlon Alex Napitupulu dan Agus Triyono yang bekerja sebagai pelayan. Dalam kesaksian ketiganya, Jessica disebut tidak memiliki pilihan duduk di meja nomor 54 karena hanya meja itu yang kosong. Jessica juga disebut memiliki perilaku tidak biasa karena langsung membayar pesanannya. Selanjutnya, Kamis 21 Juli 2016, JPU kembali menghadirkan saksi pegawai Kafe Olivier. Dari sejumlah pegawai Olivier yang bersaksi dalam persidangan, dipastikan tidak ada satu pun yang melihat Jessica memasukkan sianida ke dalam es kopi Vietnam. Pada Rabu 27 Juli 2016, Manajer Kafe Olivier bernama Devi dan pegawai Olivier lainnya kembali 'bernyanyi' di persidangan. Mereka menyebut Jessica tidak menolong Mirna saat kejang-kejang usai menyeruput es kopi Vietnam. Jessica juga terlihat berperilaku aneh lantaran beberapa kali menggaruk-garuk tangannya. Pada saat bersamaan, Mirna sedang kejang-kejang. Sidang pun terus berlanjut, hingga pada akhirnya Jessica dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berencana. Dia divonis 20 tahun penjara. Sejumlah upaya hukum sempat dilakukan Jessica melawan putusan tersebut. Tercatat dia pernah mengajukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Oktober 2016. Putusan PT DKI Jakarta saat itu menolak banding dari Jessica. Jessica juga mengajukan kasasi di Mahkamah Agung pada Juni 2017 hingga peninjauan kembali pada 2018. Kedua putusan itu menolak dan tetap memvonis Jessica dengan hukuman penjara 20 tahun. Kini, Jessica Wongso, masih mendekam di Lapas Kelas II A Pondok Bambu dan telah menjalani tujuh tahun dari hukuman dua dekade yang dijatuhkan padanya. Kalapas Kelas II A Pondok Bambu, Ade Agustina mengatakan bahwa kondisi Jessica saat ini masih dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. "Kalau kondisi Jessica sejak saya bertugas selama kurang lebih 10 bulan ini dalam keadaan sehat baik," katanya, Jum'at (29/9). Ade juga mengatakan tidak ada perlakuan khusus yang diterima Jessica. Jessica, kata Ade, diperlakukan sama seperti tahanan lainnya di Lapas Kelas II A Pondok Bambu. "Tidak ada perlakuan spesial baik dalam arti negatif atau positif. Semua WBP (warga binaan permasyarakatan) mendapat perlakuan yang sama dalam arti positif, menerima hak yang sama sesuai aturan. "Saya kira oleh pimpinan yang sebelumnya juga sama sebagaimana yang selama ini kami laksanakan," tutup Ade. (Wan) #Kopi Sianida