Soal Isu Terima Aliran Dana Korupsi BTS Kominfo, Kejagung: Jangan Percaya

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 16 Oktober 2023 15:50 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta agar tidak mudah percaya terhadap pihak-pihak yang mengaku bisa mengurus perkara yang saat ini ditangani. Pasalnya ada isu, bahwa Kejagung diduga menerima aliaran dana korupsi BTS Kominfo itu dari tersangka. Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, adapun pihak (tersangka) yang diduga dapat mengurus atau mengamankan kasus dugaan korupsi yang merugikan negara Rp 8,032 triliun ini adalah mantan Dirut Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif, diduga menerima aliran dana pada Desember 2021 sebesar Rp 3 miliar dari tersangka Irwan Hermawan (IH) berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP)-nya saat itu. Kemudian, pejabat Bakti Kominfo, Elvano Hatorangan yang pada pertengahan tahun 2022 bersama Feriandi diduga menerima aliran dana sebesar Rp 2,3 miliar, Tenaga Ahli Kominfo Walbertus Natalius Wisang, pada bulan Juni-Oktober 2022, ia diduga menerima uang sebesar Rp 4 miliar. Lalu, Edward Hutahaean, pada bulan Agustus 2022 diduga menerima aliran dana sebesar Rp15 miliar. Edward ini satu satunya tersangka yang berani mengancam membumihanguskan Kemenkominfo jika tidak diberikan uang yang dia inginkan. Dan teranyar adalah Sadikin Rusli yang pada pertengahan 2022 diduga menerima aliran dana sebesar Rp 40 miliar. Sadikin adalah pekerja swasta dari Surabaya, Jawa Timur yang ditetapkan sebagai tersangka kemarin oleh Kejaksaan Agung. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana mengungkapkan bahwa saat ini tim Jampidsus Kejagung telah menetapkan 14 orang tersangka. Ada yang sudah didakwa dan ada pula yang masih dalam proses pemeberkasan perkara. "Terdakwa yang sedang menjalani persidangan adalah terdakwa Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Irwan Hermawan dan Johnny G Plate," ujar Ketut dalam konferensi pers bersama Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi di Pres Room Kejagung, Senin (16/10). Sementara untuk tersangka yang berkasnya belum dilimpahkan ke Pengadilan atau masih tahap II adalah Windi Purnama (WP) dan Muhammad Yusrizki (YUS). Kemudian, untuk tersangka yang saat ini masih dalam penyelidikan khusus sebanyak 6 orang. "Tersangka Jemmy Sutjiawan (JS), Elvano Hatorangan (EH), Muhammad Feriandi Mirza (MFM), Walbertus Natalius Wisang (WNW), Edward Hutahaean (EH) dan Sadikin Rusli (SR)," ungkap Ketut. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi menyatakan bahwa perkara tersangka NPWH alias EH dan SR adalah perkara yang berbeda dengan perkara induk atau pokok. "Adapun perkara induk tersebut ialah perkara tentang proyek tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur BTS, sedangkan perkara atas nama Tersangka NPWH alias EH dan Tersangka SR merupakan perkara tentang upaya-upaya lain di luar perbuatan tersebut," kata Kuntadi. Setelah mencermati perkembangan hasil penyidikan di persidangan dan pencarian alat bukti lain sudah ditemukan, tim Penyidik melakukan upaya paksa penangkapan terhadap tersangka SR dan penggeledahan di kediaman yang bersangkutan. Terkait status tersangka SR, Kapuspenkum Kejagung, Ketut, menyampaikan bahwa sampai saat ini status yang bersangkutan ialah pihak swasta murni. "Terkait status lain yang masih dipertanyakan, Tim Penyidik masih melakukan pendalaman terhadap hal tersebut," jelas Ketut. Selanjutnya, mengenai pasal-pasal yang disangkakan terhadap tersangka NPWH alias EH, Ketut mengatakan bahwa pasal gratifikasi dan pasal penyuapan digunakan karena status yang bersangkutan merupakan seorang penyelenggara negara yang menjabat sebagai komisaris di salah satu perusahaan BUMN. Tim Penyidik pun akan terus mendalami terkait aliran dana sebesar Rp15 miliar yang terlibat dengan tersangka NPWH alias EH. Direktur Penyidikan Jampidusus Kejagung, Ketut, menambahkan bahwa perkara korupsi ini berbeda dengan perkara yang lain karena terkait dengan penyerahan sejumlah uang, sehingga alat bukti yang diperlukan harus tepat dan lengkap. “Karena peristiwa penyerahannya sudah lewat, merupakan sebuah tantangan bagi Tim Penyidik untuk merekonstruksi ulang proses-proses yang terpisah. Alat bukti saksi saja tidak cukup, kami masih memerlukan bukti lain untuk dilakukan pendalaman,” jelas Kuntadi. Terakhir, terkait isu yang beredar mengenai pihak Kejaksaan Agung yang menerima aliran dana dari tersangka NPWH alias EH, Kuntadi menegaskan agar hal itu jangan dipercaya begitu saja. “Jangan percaya terhadap pihak-pihak yang mengaku bisa mengurus perkara di Kejaksaan," tegas Kuntadi. (An)