Siapa Bakal Tercebur di Korupsi Limbah Sawit?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 25 Oktober 2025 2 jam yang lalu
Ilsutrasi -  Dugaan korupsi ekspor limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) (Foto: Dok MI/Diolah)
Ilsutrasi - Dugaan korupsi ekspor limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) (Foto: Dok MI/Diolah)

DUGAAN manipulasi ekspor limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) mulai terkuak.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa terdapat indikasi kuat terjadinya penyalahgunaan dokumen ekspor yang digunakan untuk menutupi praktik penghindaran bea keluar.

Dalam penyelidikan yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kejagung telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan melakukan penggeledahan di beberapa lokasi penting. Adalah berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No. Prin-71/F.2/Fd.2/09/2025 dan Surat Perintah Penyitaan (Sprin Sita) No. Print-373/F.2/Fd.2/10/2025.

Ruang Informasi Kepabeanan dan Cukai (IKC) di kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuanga (Kemenkeu) menjadi salah satu titik utama yang diperiksa pada pertengahan Oktober 2025. 

Tak hanya itu, sejumlah laboratorium pengujian barang ekspor seperti Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Surabaya dan Medan juga ikut digeledah untuk mencari bukti teknis atas dugaan manipulasi data hasil uji limbah sawit.

Berdasarkan hasil sementara, ditemukan adanya kejanggalan dalam volume dan jenis barang yang diekspor. Diduga, beberapa perusahaan melakukan ekspor minyak sawit mentah atau turunannya, namun dalam dokumen dinyatakan sebagai limbah POME.

Praktik ini diduga dilakukan untuk menghindari pajak ekspor yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kerugian negara hingga miliaran rupiah per transaksi.

Kejagung juga melakukan penggeledahan terhadap rumah seorang pejabat Bea Cukai, Kepala Seksi Klasifikasi Barang I, Sofian Manahara, yang disebut memiliki kaitan dengan penerbitan dokumen ekspor bermasalah. 

Pun, sejumlah dokumen dan perangkat elektronik disita untuk memperkuat bukti penyidikan.

Sementara Dirjen Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, mengakui bahwa Kejagung memang tengah melakukan penyidikan terhadap jajarannya. Ia menegaskan, pihaknya siap bekerja sama secara penuh dan menghormati proses hukum yang berjalan. 

“Kita mendukung langkah Kejagung untuk menegakkan aturan. Kalau ada oknum yang terlibat, tentu akan ditindak sesuai ketentuan hukum,” ungkapnya, Jumat (24/10/2025).

Kejaksaan Agung masih menjalani proses penyidikan dan belum membuka detail isi perkara maupun nama-nama saksi yang diperiksa, karena masih dalam tahap pengumpulan alat bukti untuk penegakan hukum selanjutnya.

Namun dipastikan bahwa penyidik Jampidsus Kejagung tetap akan memeriksa para pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI itu.

“Yang jelas pihak-pihak yang terkait, mau dari luar, mau dari mana, selama menurut penyidik dibutuhkan pasti akan dimintai keterangan untuk mendukung, itu aja,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).

Meski Anang belum mengungkap siapa saja yang bakal dipanggil, namun dia memastikan proses pemeriksaan sudah berjalan sejak kasus ini naik ke tahap penyidikan. “Saya tidak tahu pasti berapa, tapi yang jelas pasti sudah ada. Sudah, langkah itu pasti sudah ada,” tegasnya.

Pun, Anang meminta publik bersabar, sebab pihaknya belum bisa membeberkan secara detail hasil penyidikan. “Cuma mohon maaf, kami tidak bisa terbuka ya. Biarkan dulu proses penyidikan ini berjalan, sesuai dengan apa yang mereka inginkan dalam rangka itu,” tandasnya.

Penting diketahui bahwa pada 2021-2022 nilai ekspor POME melonjak padahal produksinya tidak ada. Ada dugaan pengaburan data dalam dokumen ekspor CPO yang mana ditulis sebagai POME. Diduga, modus ini muncul usai mengusut perkara korupsi ekspor CPO yang merugikan negara hingga Rp 13 triliun.

Adapun kasus POME terkait korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya bermula dari pemberian fasilitas ekspor oleh Kementerian Perdagangan pada Januari 2021 hingga Maret 2022.

Pada periode ini, izin ekspor diberikan meskipun kewajiban pemenuhan domestic market obligation (DMO) belum terpenuhi, sehingga melanggar ketentuan yang berlaku.

Kasus ini menjadi sorotan sejak 2022, menyusul kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng dalam negeri yang memicu ketegangan di sektor tersebut.

Beberapa perusahaan besar seperti PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terlibat dalam kasus ini sebagai tersangka korporasi.

Pada Juni 2023, Kejaksaan Agung menetapkan tersangka dalam perkara ini, termasuk pejabat eselon I Kementerian Perdagangan, seperti Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri saat itu, Indrasari Wisnu Wardhana, bersama empat orang lainnya.

Kasus ini juga terkait dengan dugaan suap besar mencapai Rp 60 miliar yang melibatkan hakim, panitera, dan advokat agar majelis hakim menjatuhkan putusan bebas (ontslag) untuk tiga korporasi tersebut. Hal ini terungkap setelah putusan lepas yang kontroversial di pengadilan pada Maret 2025.

Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum pada 15 September 2025, membatalkan putusan sebelumnya dan memerintahkan agar kasus ini diadili kembali dengan menetapkan perusahaan-perusahaan tersebut membayar denda uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun.

Presiden Prabowo Subianto menyaksikan penyerahan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 13,25 triliun dari hasil kasus ini ke Kementerian Keuangan pada 20 Oktober 2025. Namun, masih ada sisa sekitar Rp 4,4 triliun yang menjadi perdebatan terkait permintaan keringanan pembayaran oleh dua perusahaan tersangka.

Secara garis besar, kasus ini merupakan kombinasi dari pemberian izin ekspor ilegal, praktik suap untuk mempengaruhi putusan pengadilan, serta upaya pemerintah untuk menuntaskan perkara besar yang merugikan negara triliunan rupiah terkait ekspor minyak sawit dan produk turunannya. Penyidikan terus berjalan untuk mengungkap seluruh pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Dari penelusuran Monitorindonesia.com bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) pada September 2025, total kerugian negara atas kasus korupsi ekspor POME mencapai sekitar Rp17,7 triliun.

Dari total tersebut, hingga Oktober 2025 baru sekitar Rp13,25 triliun yang telah berhasil disetorkan ke kas negara oleh tiga korporasi besar yang terlibat, yaitu Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.

Sisa sekitar Rp4,4 triliun masih dalam proses penjadwalan ulang pembayaran oleh dua perusahaan yang mengajukan penundaan dengan menyerahkan kebun sawit sebagai jaminan.

Jika harta perusahaan tidak mencukupi, harta pribadi pengendali perusahaan dapat disita dan dilelang sebagai upaya pemulihan kerugian negara. (wan)

Topik:

Kejagung Bea Cukai Korupsi POME Ekspor Limbah Sawit